Berita NTT

Inflasi di Kota Kupang Capai 2,07 Persen

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, Agus Sistyo Widjajati mengatakan, angka tersebut merupakan besaran inflasi per bulan Maret 2024.

Penulis: Elisabeth Eklesia Mei | Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/EKLESIA MEI
Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan NTT, Agus Sistyo Widjayati 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Eklesia Mei

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Inflasi di Kota Kupang capai 2,07 persen. Kota Kupang menempati urutan kedua dengan inflasi tinggi dari lima kota indikator inflasi di NTT.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, Agus Sistyo Widjajati mengatakan, angka tersebut merupakan besaran inflasi per bulan Maret 2024.

"Ini merupakan besaran angka inflasi per bulan Maret 2024," jelas Kepala Bank Indonesia NTT, Agus Sistyo Widjajati saat diwawancarai POS-KUPANG.COM, Rabu 24 April 2024.

Menurut Agus, ada lima kota yang menjadi indikator penghitungan inflasi di NTT diantaranya, Kota Waingapu sebesar 2,15 persen, Kota Kupang 2,07 persen, Kabupten TTS 2 persen, Kabupaten Ngada 1,29 persen dan Kota Maumere 0,95 persen.

Dengan tingginya angka inflasi di Kota Kupang, menurut Agus, hal ini menjadi refleksi bagi Provinsi NTT, karena akan sangat berpengaruh dan memberikan dampak bagi Provinsi NTT secara keseluruhan.

"Inflasi kemarin di bulan Maret untuk Kota Kupang sekitar 2,07 persen, sementara untuk NTT sebesar 1,92 persen," sebutnya.

Agus mengatakan, harga barang di Kota Kupang lebih tinggi dibandingkan kabupaten lainnya di NTT. Yang mana, kata dia, komoditas yang menjadi andil penyumbang inflasi adalah beras dan cabe rawit.

"Cara mendorong kestabilan inflasi di Kota Kupang yaitu kita harus melihat faktor inflasi di Kota Kupang. Oleh karena itu, kita harus fokus pada ketahanan pangan. Tahun ini kita usahakan untuk mencari cara agar inflasi di Kota Kupang bisa terkendali lebih khusus untuk beras dan cabe rawit," ujarnya.

Terkait dengan komoditas beras, kata dia, ternyata sebagian besar beras di Kupang disupply kebutuhannya dari luar Provinsi NTT yaitu dari Surabaya dan Sulawesi. Sementara dari Provinsi NTT sangat sedikit.

"Alasan beras disupply dari luar karena luas lahan di Kupang tidak cukup dan tidak sesuai kebutuhan masyarakat. Selain itu, produktifitas lahannya sudah sempit dan lebih rendah dari nasional," bebernya.

Per tahun, produktifitas lahan di Kupang hanya mampu menghasilkan 5 ton per hektar, padahal untuk rata-rata nasional mencapai 7 hingga 8 ton per hektar.

Baca juga: Inflasi Pangan Bulan Maret 2024 Mencapai Rekor Tertinggi dalam 20 Bulan Terakhir

"Cara untuk meningkatkan produktifitas yaitu lahan-lahan yang kering diberikan bantuan teknologi pendampingan. Sehingga, 5 ton bisa ditingkatkan menjadi 7 ton per hektar," bebernya.

Selain karena lahan, kata dia, yang menjadi persoalan lainnya adalah sumber daya yang terbatas. Yang mana, para petani menanam sesuai dengan kebiasaan yang diajarkan oleh orang tua yakni hanya menanam untuk kebutuhan sendiri dan tidak berpikir untuk menjual hasil tanam.

"Kita akan melakukan pembinaa yang harus tersistematis. Tidak mungkin kita melakukan sendiri tetapi harus ada kerja sama dengan yang berkompeten misalnya industri pertanian dan lainnya," ujarnya. (cr20)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved