Berita NTT

Ketulusan Fika Silvia, Enam Tahun Jaga Kesehatan WBP di NTT

Fika Silvia, dokter khusus Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)) di Provinsi NTT, khususnya Kanwil Kemenkumham NTT

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/HO
PELUK - Kepala Kanwil Kemenkumham NTT Marciana D. Jone (kiri) saat memeluk dan mencium sosok dr Fika Silvia. Dokter itu merupakan 'penjaga' kesehatan WBP di Lapas Kupang. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Fika Silvia, dokter khusus Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)) di Provinsi NTT. Enam tahun, dr Fika Silvia secara teliti memastikan kesehatan ribuan WBP terjaga.

Wanita kelahiran Dumai, Riau 33 tahun silam ini setiap hari, tidak ada hentinya menengok sejumlah orang dibalik terali besi. Kanwil Kemenkumham NTT mempercayakan dr Fika untuk menjaga kesehatan WBP.

Ia dinilai tulis melayani dengan hati. Dokter Lapas Kupang ini kemudian diberi penghargaan oleh Kanwil Kemenkumham NTT saat perayaan HBO ke 60, Sabtu 27 April 2024.

Sosoknya sederhana, namun kiprahnya luar biasa dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi warga binaan Pemasyarakatan.

Selama 6 tahun mengabdi di Lapas Kelas IIA Kupang, dr. Fika Silvia tak hanya menunjukkan integritas dan profesionalitasnya sebagai dokter di balik jeruji. Tapi juga memperlihatkan kinerja dengan ketulusan hati hingga diapresiasi para napi.

Tak salah bila kemudian Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone memberikan penghargaan kepada Fika dalam upacara peringatan Hari Bakti Pemasyarakatan.

“Dari hasil wawancara dengan hampir semua penghuni Lapas Kupang, mereka memberi apresiasi dan terima kasih bahkan meminta agar dr. Fika jangan dipindahkan. Klinik yang dikelola di dalam Lapas juga bersih dan rapi,” ujar Marciana.

Tidak hanya warga binaan, Marciana juga menilai Fika begitu tulus di dalam melayani masyarakat.

Baca juga: Pimpin Peringatan HBP ke- 60 Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana: Pemidanaan Juga Memulihkan

Terutama saat dilibatkan dalam berbagai kegiatan sosial “Kumham Peduli, Kumham Berbagi”, Fika tidak pernah menolak dan selalu siap memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat hingga ke pelosok-pelosok desa tanpa mengeluh.

“Dia memberikan pelayanan yang luar biasa. Tidak semua orang bisa seperti dia melayani dengan tulus dari hati,” jelasnya bangga.

Sementara itu, Fika sendiri mengaku memang bercita-cita menjadi seorang dokter. Usai menamatkan pendidikan di Universitas Riau, perjalanan karir membawanya sebagai dokter di lingkungan Lapas yang notabene penuh dengan keterbatasan.

Namun, hal ini justru mendorong dirinya untuk berusaha maksimal di dalam memberikan pelayanan kesehatan agar warga binaan mendapatkan pelayanan yang sama seperti masyarakat di luar Lapas.

“Walaupun istilahnya berada di dunia ‘kotak’, semua terbatas, tetap namanya HAM, kesehatan itu nomor satu. Kita benar-benar mengawasi hidup mereka (warga binaan, red) dari awal masuk sampai bebas,” ujarnya.

Dari sudut pandangnya, petugas Pemasyarakatan bisa dikatakan menjadi keluarga terdekat para napi atau warga binaan selama menjalani pembinaan di dalam Lapas. Petugas-lah yang paling mengetahui keadaan mereka di balik jeruji.

Ia sendiri bahkan sering menjadi tempat keluh kesah para napi. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk tidak memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada mereka.

Baca juga: Kanwil Kemenkumham NTT dan Mitra di Timor Tengah Utara Kolaborasi Perlindungan Kekayaan Intelektual

“Seperti apa orang di luar Lapas mendapatkan hak pelayanan kesehatan, seperti itulah mereka diperlakukan di dalam. Warga binaan pun lebih menghargai dan mau mendengarkan kita,” tuturnya.

Menurut Fika, para napi menjadi lebih mudah untuk diedukasi serta lebih patuh terhadap pelayanan dan pengobatan yang dianjurkan. Kesehatan para napi akhirnya lebih mudah dimonitor.

Kendati demikian, bukan berarti tidak ada kendala yang dihadapi. Ia juga sering dihadapkan dengan napi yang tidak memiliki BPJS Kesehatan hingga napi yang tidak memiliki keluarga. Pernah juga ia harus mencari keluarga napi yang sakit, meskipun itu di luar ranah ilmu kedokteran.

“Sampai kita yang ditelepon sebagai pihak keluarga. Saat napi tersebut menjalani rawat inap, kita yang menyiapkan makan minumnya,” kenang perempuan kelahiran 29 September 1990 ini.

Menurut Fika, tak sedikit napi masuk Lapas tanpa memiliki kartu identitas yang menyebabkan mereka tidak ditanggung Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan. Ditambah lagi mobilisasi napi yang masuk dan keluar Lapas cukup tinggi.

Ia bersama para petugas Lapas harus bekerja keras turun tangan untuk mengurus kartu identitas tersebut sampai napi mendapatkan tanggungan dari BPJS Kesehatan. Namun demikian, kendala terbesar dalam pelayanan kesehatan di dalam Lapas ini rupanya tidak lantas menyurutkan semangat Fika.

“Saya tidak hanya berharap dari pusat, tapi juga berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Kupang untuk mempercepat proses pengurusan BPJS Kesehatan para napi,” ucapnya. (fan)

Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved