Sengketa Pilpres 2024

Sudah Pasti, Amicus Curiae Tak Bisa Jadi Alat Bukti di Sidang Sengketa Pilpres 2024

Sudah dipastikan bahwa surat amicus curiae yang mengalir ke MK termasuk dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tak bisa jadi alat bukti.

Penulis: Frans Krowin | Editor: Frans Krowin
ISTIMEWA/POS-KUPANG.COM
SUDAH DIPASTIKAN – Mahkamah Konstitusi memastikan bahwa surat amicus curiae yang dikirimkan ke MK tak bisa dijadikan sebagai alat bukti dalam sidang sengketa Pilpres 2024. 

POS-KUPANG.COM – Sudah dipastikan bahwa surat Amicus Curiae yang belakangan ini mengalir ke Mahkamah Konstitusi, termasuk dari Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti di sidang sengketa Pilpres 2024.

Hal tersebut disampaikan oleh anggota KPU RI, Idham Holik kepada awak media sebagaimana dilansir Pos-Kupang.Com dari Wartakotalive.com, Jumat 19 April 2024.

Dia secara tegas mengatakan bahwa amicus curiae yang diajukan sejumlah pihak mulai dari Megawati Soekarnoputri hingga Rizieq Shihab, tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti dalam sengketa Pilpres 2024 ini.

"Alat bukti yang dipertimbangkan oleh majelis hakim, adalah alat bukti yang diserahkan dalam proses persidangan dan dicatat oleh panitera persidangan." "Alat bukti harus memuat atau berisikan fakta objektif atas sebuah peristiwa," ungkap Idham Holik.

Dia mengungkapkan bahwa pada 16 April 2024, majelis hakim telah meminta semua pihak yang terlibat dalam sengketa Pilpres 2024 untuk menyampaikan alat bukti tambahan.

Para pihak itu, adalah  Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebagai pemohon, juga Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka selaku pihak terkait, KPU RI sebagai termohon, serta Bawaslu selaku pemberi keterangan.

Apabila dalam proses ini, terdapat surat di luar dari pihak tersebut, maka surat t ersebut tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti di persidangan.

"Jika ada surat yang disampaikan di luar para pihak tersebut, maka tidak bisa dikatakan sebagai alat bukti persidangan," ujar Idham.

Idham juga menyinggung soal UU Pemilu maupun Peraturan MK soal sengketa Pilpres yang tidak memuat satu pun istilah amicus curiae.

Idham menjelaskan, pada UU MK telah mengatur bahwa majelis hakim membuat putusan berdasarkan alat bukti, yaitu surat atau tulisan, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan para pihak, petunjuk, dan alat bukti lain berupa informasi secara elektronik.

"Mari kita hormati kemerdekaan Majelis MK dalam RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim) dan saya sangat yakin Majelis Hakim MK akan melaksanakan ketentuan yang terdapat UU MK dan UU Kekuasaan Kehakiman yang sangat eksplisit," ungkap Idham.

Kata Pakar soal Amicus Curiae

Selaras dengan pernyataan Idham, Pakar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Qurrata Ayuni, mengatakan amicus curiae bukan sesuatu yang bisa dijadikan sebagai alat bukti.

Amicus curiae lebih bisa diartikan sebagai sahabat pengadilan dan hanya bersifat dukungan moral terhadap pengadilan.

Sehingga, tidak bisa dijadikan instrumen dalam menekan keputusan hakim. 

"Semua pengadilan boleh punya amicus curiae, tapi enggak bisa memberikan sebagai bentuk dari salah satu alat bukti ya, itu enggak dikenal."

"Kedua, sifatnya itu sebagai bentuk dukungan saja, karena itu kan sebenarnya sahabat pengadilan ya," kata Qurrata Ayuni kepada wartawan, Rabu (17/4/2024).

Selain itu, Ayuni menekankan, hakim MK tak bisa memasukkan pendapat amicus curiae sebagai bagian dari pertimbangan putusan.

"Itu bukan merupakan salah satu alat yang digunakan di dalam persidangan di MK, baik dari kedua belah pihak, baik dari pemohon maupun dari KPU," ujar dia.

"Ada prinsip bahwa kekuasaan kehakiman itu adalah independen, dia tidak bisa di-press by mass atau press by press, tidak bisa ditekan oleh massa atau ditekan oleh opini. Jadi dia tidak boleh ditekan oleh opini," ujar dia.

Berdasarkan informasi dari Biro Humas MK, hingga Rabu 17 April 2024 sore pukul 18.00 WIB terdapat sekitar 22 pihak yang mengajukan amicus curiae, di antaranya sebagai berikut:

1. Brawijaya (Barisan Kebenaran Untuk Demokrasi)

2. Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)

3. Aliansi Akademisi dan Masyarakat Sipil

4. Busyro Muqoddas, Saut Situmorang, Feri Amsari, Usman Hamid, Abraham Samad, dll

5. ORGANISASI MAHASISWA UGM-UNPAD-UNDIP AIRLANGGA

6. Megawati Soekarnoputri & Hasto Kristiyanto

7. Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI)

8. Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN)

9. Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI)

10. Amicus Stefanus Hendriyanto

11. Indonesian American Lawyers Association (IALA)

12. Reza Indragiri Amriel

13. Pandji R Hadinoto

14. Komunitas Cinta Pemilu Jujur dan Adil (KCP-JURDIL)

15. TOP Gun

16. Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (Center For Law and Social Justice) LSJ Fakultas Hukum UGM

17. Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia

18. Gerakan Rakyat Penyelamat Indonesia dengan Perubahan

19. Burhan Saidi Chaniago (Mahasiswa STIH GPL Jakarta)

Baca juga: Prabowo Beri Pesan Ini Kepada Pendukungnya: Mengalah Bukan Berarti Lemah

20. Gerakan Rakyat Menggugat

21. Tuan Guru Deri Sulthanul Qulub.

22. Habib Rizieq Shihab, Din Syamsuddin, Yusuf Muhammad Martak, Ahmad Shabri Lubis, dan Munarman. (*)

Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved