Opini

Opini: Nekrokrasi dan Pesan-Pesan dari Assumpta

Para penonton dituntut untuk mengidentifikasi mereka berdasarkan penampilan mereka di atas panggung pertunjukan.

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Mario F Lawi. 

Oleh Mario F Lawi
Penyair, tinggal di Kupang

POS-KUPANG.COM - Dalam artikel berjudul “Where are the great men today?”, Robert Fisk menyebut bahwa Iran di bawah pemerintahan Khomeini adalah sebuah nekrokrasi, pemerintahan yang dipimpin oleh dan untuk orang-
orang mati.

Khomeini bukan satu-satunya tokoh yang disinisi Fisk dalam artikel tersebut.

Ada banyak tokoh dunia lain yang jadi bulan-bulanan Fisk. Artikel tersebut dipublikasikan pertama kali di The Independent, pada 16 April 2005, lalu dimuat kembali dalam bukunya, The Age of the Warrior: Selected Essays (2008).

Saya mengingat kembali sinisme Fisk terhadap Khomeini dan para tokoh dunia yang disebutnya dalam artikel tersebut ketika menyaksikan sandiwara “Mayat-Mayat Berjalan” yang dipentaskan para siswa kelas XII SMA Seminari St. Rafael Oepoi, di Aula Paroki St. Maria Assumpta,Kota Baru, Kupang, Sabtu, 6 April 2024.

Gagasan nekrokrasi diajukan secara verbal oleh tokoh utama sandiwara. Para tokoh sandiwara tidak diperkenalkan di awal maupun di akhir pentas, sehingga para penonton dituntut untuk mengidentifikasi mereka berdasarkan penampilan mereka di atas panggung.

Sandiwara pada dasarnya berkisah tentang sekelompok mayat, dipimpin oleh tokoh utama yang menyebut dirinya sebagai “bangkai tikus”, yang memprotes ketidakadilan hidup masalah-masalah tradisi, hukum dan agama, yang diwakili oleh protes mereka terhadap pemimpin adat, polisi, hakim dan pastor.

Protes tersebut mengerucut pada adanya keinginan untuk menjalankan nekrokrasi, menggantikan sistem pemerintahan manusia yang menurut para mayat penuh dengan ketimpangan.

Sandiwara dipenuhi dengan dialog-dialog filosofis, yang pada titik tertentu, menjenuhkan, karena gagasan-gagasan besar tersebut justru dijejalkan dalam mulut para tokoh alih-alih mengalir melalui pengadeganan.

Dalam fiksi ilmiah, nekrokrasi adalah pemerintahan yang dijalankan oleh zombi.

“Mayat-Mayat Berjalan” adalah salah satu mata acara dari rangkaian pentas seni yang diberi judul Pendekar Lima Dimensi.

Selain sebagai bagian dari Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Kurikulum Merdeka, Pendekar Lima Dimensi juga merupakan ajang aksi panggilan para seminaris, pengenalan aspek-aspek fundamental pembinaan calon imam (sanctitas, scientia, sanitas, sapientia, solidaritas), serta pengingat akan Pancawindu Seminari Menengah St. Rafael yang jatuh pada 29
September 2024.

Oleh karena itu, para imam yang memberikan sambutan—Rm. Yarid Munah sebagai Ketua Panitia, Rm. Guido Umbu Yami sebagai Sekretaris Yayasan Swastisari Keuskupan Agung Kupang mewakili Ketua Yayasan, maupun Rm. Kristo Taslulu sebagai Rektor Seminari—tidak jemu-jemu mengingatkan para orang tua Katolik yang menonton pentas untuk menyekolahkan anak-anak mereka di Seminari Menengah St. Rafael.

Rektor Seminari, misalnya, mencontohkan keterampilan berkesenian para seminaris pada malam itu sebagai salah satu alasan bagi para orang tua untuk menyekolahkan anak-anak mereka di seminari.

Menurut Sekretaris Yayasan Swastisari, Seminari St. Rafael Oepoi merupakan salah satu dari tiga Sekolah Menengah Atas yang bernaung di bawah yayasan, serta satu-satunya SMAkhusus bagi pembinaan calon imam Katolik.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved