Opini
Opini: Artificial Intelligence, Komunikasi dan Hilangnya Kepercayaan
AI dapat mensimulasikan empati, tetapi tidak benar-benar ‘memahami’ makna dari kejujuran atau ketulusan itu sendiri.
Oleh: Karolus Banda Larantukan
Dosen pada Institut Keguruan dan Teknologi Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur
POS-KUPANG.COM - Perkembangan Artificial Intelligence ( AI) membawa transformasi besar dalam kehidupan manusia modern.
Di satu sisi, AI memudahkan komunikasi, mempercepat arus informasi, dan menghadirkan efisiensi luar biasa di berbagai bidang.
Namun di sisi lain, kemunculan AI juga menimbulkan persoalan mendasar: hilangnya dimensi kepercayaan dan otentisitas dalam komunikasi manusia.
Baca juga: Opini: Sinergi Tri Pusat Pendidikan untuk Sekolah Aman
Dalam konteks ini, pemikiran Jurgen Habermas, filsuf Jerman yang terkenal dengan teori tindakan komunikatif (communicative action), menawarkan lensa kritis untuk memahami dilema etis dan sosial yang muncul dari penggunaan AI dalam ruang publik.
Rasionalitas Instrumental
Habermas menekankan bahwa masyarakat modern kerap terjebak dalam rasionalitas instrumental yaitu pola berpikir yang menilai segala sesuatu berdasarkan efisiensi dan hasil yang dapat diukur.
Dalam logika ini, manusia cenderung memperlakukan komunikasi bukan sebagai sarana untuk saling memahami (mutual understanding), tetapi sebagai alat untuk mengendalikan, memanipulasi, atau mencapai tujuan tertentu.
AI, terutama dalam bentuk chatbot, algoritma media sosial, dan sistem rekomendasi, bekerja berdasarkan prinsip rasionalitas instrumental.
Ia memproses data untuk mencapai hasil optimal entah itu engagement, penjualan, atau produktivitas tanpa mempertimbangkan dimensi etis atau empatik dari komunikasi.
Dalam kerangka Habermasian, AI memperkuat ‘kolonisasi dunia kehidupan’ (colonization of the lifeworld) oleh sistem teknologi dan ekonomi yang menggeser makna komunikasi dari interaksi manusiawi menjadi sekadar pertukaran data.
Komunikasi Sejati
Menurut Habermas, komunikasi sejati seharusnya berlandaskan pada kejujuran (truthfulness), ketulusan (sincerity), dan tuntutan akan validitas (validity claims).
Ketika dua subjek berkomunikasi, mereka tidak hanya bertukar informasi, tetapi juga membangun kepercayaan melalui keterbukaan dan kesepahaman rasional.
Namun, interaksi manusia dengan AI tidak memiliki dimensi kesadaran moral atau tanggung jawab sosial.
Karolus Banda Larantukan
Artificial Intelligence
Opini
POS-KUPANG.COM
Institut Keguruan dan Teknologi Larantuka
Jurgen Habermas
Opini: Sinergi Tri Pusat Pendidikan untuk Sekolah Aman |
![]() |
---|
Opini: Merawat Solidaritas Fiskal di Republik yang Tumbuh dari Daerah |
![]() |
---|
Opini: Muliakan Air, Strategi Tangguh NTT Menyambut Hujan Awal Musim |
![]() |
---|
Opini: Aset Rakyat Masuk Pegadaian, Tanda Dapur Ekonomi Sedang Terbakar Senyap |
![]() |
---|
Opini: Peningkatan Kualitas Pendidikan di NTT Sebagai Kunci Kemajuan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.