Opini

Opini: Era Perang Kembali

Seperti serangan Rusia ke Ukraina yang tidak dapat dicegah oleh siapa pun, saling serang Israel dan Iran, juga tidak mampu dicegah siapa pun.

Editor: Dion DB Putra
AFPTV/AFP
Foto Video yang diambil dari AFPTV yang diambil pada 14 April 2024 ini menunjukkan ledakan-ledakan yang menerangi langit di Hebron, wilayah Palestina, selama serangan Iran terhadap Israel. Garda Revolusi Iran mengkonfirmasi pada 14 April 2024 bahwa serangan pesawat tak berawak dan rudal sedang berlangsung terhadap Israel sebagai pembalasan atas serangan pesawat tak berawak yang mematikan pada 1 April di konsulat Damaskus. 

Oleh: Dominggus Elcid Li
Peneliti di IRGSC  ( Institute of Resource Governance and Social Change )

POS-KUPANG.COM - Konstelasi geopolitik global akan terus bergejolak di tahun 2024. Titik-titik picu utama di Eropa (Ukraina), dan kini ‘disusul’ perang terbuka di Timur Tengah yang ditandai dengan serangan langsung pertama dari Iran ke wilayah Israel.

Serangan ini merupakan bagian dari rentetan saling serang dalam shadow war antar kedua negara dan faksi-faksi militer terkait yang selama ini dijalankan di Timur Tengah.

Seperti serangan Rusia ke Ukraina yang tidak dapat dicegah oleh siapa pun, saling serang Israel dan Iran, juga tidak mampu dicegah siapa pun.

Kondisi stalemate ini cenderung tidak bisa diurai oleh siapa pun di Eropa maupun di Amerika, atau di benua lain.

Dua negara theokrasi dunia ini akhirnya saling berhadap-hadapan dalam perang, yang tentunya akan menarik gerbong negara-negara lain untuk terlibat, baik negara-negara dalam kawasan, maupun negara-negara sekutu strategis dalam konstelasi global.

Dalam konteks theokrasi, Iran bersandar pada fatwa Ayatollah, sedangkan Israel juga bersandar pada sabda Rabbinate. Dalam imajinasi theokrasi, seruan penghentian perang oleh Presiden AS, Joe Biden, dianggap bukan lah siapa-siapa bagi kedua negara.

Publik dunia sebenarnya sangat berharap agar serangan Hamas ke Israel yang menjadi pemicu pendudukan langsung Gaza dalam beberapa bulan terakhir yang juga menjadi pentas genocida bisa diselesaikan, dan minimal gencatan senjata (cease fire) bisa dijalankan.

Namun untuk pertama kalinya jargon Hak Asasi Manusia, terasa begitu usang. Aroma ‘perang agama’ ada di depan mata.

Puluhan ribu warga Palestina yang meninggal selama blokade dan serangan Isreal di Gaza, serta seribuan warga Israel yang meninggal di gedung konser karena serangan Hamas, hanya lah permulaan dari korban dan tragedi yang lebih besar di depan mata.

Perang Pasca Perang Dingin (cold war)

Perang global terakhir ditandai dengan berakhirnya perang dingin. Meski demikian, perestroika Gorbachev hingga saat ini dianggap sebagai kesalahan besar oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin, khususnya terkait eskpansi NATO di negara-negara eks Soviet, termasuk Ukraina.

Hari-hari ini Posisi PBB (United Nations) juga semakin hari semakin lemah pasca Perang Dunia Kedua. Peran PBB amat terbatas ketika berhadapan dengan kepentingan negara-negara besar.

Kritik Presiden Indonesia, Sukarno, tentang perlunya norma-norma dunia internasional baru di tahun 1960-an, yang melanjutkan rekomendasi Konferensi Bandung (Asian African Conference) tahun 1955, tidak pernah dibaca dengan saksama.

Sebaliknya kritik Sukarno, dijawab dengan penggulingan kekuasaan, dan tragedi berdarah. Kedaulatan negara-negara baru dianggap tidak ada.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved