Berita NTT
Frans Aba: Jangan Batasi Ruang Gerak Orang untuk Improvisasi Pemikiran dalam Konteks Membangun NTT
masyarakat NTT itu kurang lebih 700 peti mati kirim ke NTT. Itu kan fenomena gunung es yang merupakan problem yang harus kita atasi.
Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Rosalina Woso
Oleh karena itu jangan kita melihat siapanya tetapi bagaimana NTT yang akan kita rajut dalam proses pembangunan ini didalam proses pergantian kepemimpinan.
Pertanyaan anda tadi, adalah bagian dari proses yang harus kita lakukan didalam penegasan dari aspek-aspek dalam melihat pembangunan terutama ekonomi karena kita lihat strata ekonomi dalam konteks pertumbuhan ekonomi kita itu sangat rendah dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Kita daerah termiskin dalam strata kuantitas itu nomor tiga dari bawah, setelah Papua dan Papua Barat.
Padahal kalau kita akumulasi dalam proses percepatan, kita bisa bisa meloncat lebih cepat ke standar (ekonomi) menengah karena kalau kita compare-kan dengan daerah lain, itu di 6 - 7 persen dalam konteks pertumbuhan ekonomi. Karena saya sebagai seorang ekonom saya bisa melihat angka ini berapa besar dengan kekuatan dan kelebihan yang kita lakukan akselerasi percepatan ekonomi.
Belum saya bicara lain, oleh karena itu yang perlu kita lakukan dalam proses NTT kedepan adalah apa yang kita sebut dengan apa yang menjadi keunggulan komparatif kita. Kalau keunggulan komparatif kita di sektor pertanian 27 persen, tinggal apa yang masih kurang dalam proses itu. Maka yang menjadi kelemahan kita secara konvensional kita ini kan masih sangat tradisional dalam proses percepatan ekonomi kita.
Oleh karena itu aspek modernisasi didalam pendekatan yang lebih lanjut pada pendekatan yang saya katakan, industrialisasi. Itu yang masih kurang dalam konteks manufaktur ataupun aspek yang sifatnya proses percepatan dari sisi industrialisasi karena sekarang sudah terbuka lebar.
Aspek digitalisasi bisa membuka ruang kita. Pemerintah bukan hanya sebagai aspek yang sifatnya mediator tapi juga fasilitator dalam proses percepatan sebagai intemedian dalam leadership kepemimpinan.
Berbicara tentang ekonomi di NTT sendiri, ini adalah salah satu penyebab masyarakat kalangan bawah memilih pergi ke luar negeri dengan jalan ilegal. Anda melihat seperti apa?
Yang pertama harus kita lihat bahwa ada problem. Dari tahun 2014 sampai tahun 2022 pekerja migran Indonesia (PMI) kita terutama masyarakat NTT itu kurang lebih 700 peti mati kirim ke NTT. Itu kan fenomena gunung es yang merupakan problem yang harus kita atasi.
Pertanyaan tadi, apa yang terjadi dengan aspek perubahan dalam konteks yang mana pekerja kita keluar. Yang menjadi pertanyaan bagi kita, apakah pekerja kita yang dikirim keluar itu sudah sesuai kompetensi atau tidak? Atau cuma pekerja tradisional saja? Karena apa?
Ruang kerja di NTT itu sebenarnya bisa dilakukan proses dengan konteks yang tadi saya katakan, keunggulan komparatif dari sisi ekonomi, apakah pertanian, apakah peternakan, apakah perkebunan, apakah perikanan, itu bisa dilakukan dalam mengerem aspek yang sifatnya membuat orang keluar dan NTT apakah yang sekarang dilakukan ilegal dan pulang sebanyak 700 peti mati itu merupakan fenomena bagi kita, jadi keprihatinan seperti yang anda katakan.
Oleh karena itu yang menjadi penting di sini adalah kita menciptakan lapangan pekerjaan. Kita boleh kirim pekerja dari NTT ke luar negara atau ke luar daerah dalam konteks regional, tetapi yang mempunyai kompetensi. Orang NTT itu punya kelebihan.
Militansi kerjanya, loyalitas, kesetiaan itu tidak perlu diragukan tetapi problemnya adalah organ-organ pengiriman tenaga kerja itu berdasarkan aspek yang tidak kompetensi, tidak akuntabel dalam konteks profesionalitasnya.
Lebih banyak pada aspek buruh biasa, kerja rumah tangga bahkan skill dari aspek rumah tangga juga sangat rendah belum lagi dari segi bahasa. Nah dampak-dampak akhirnya orang (pergi) dengan cara ilegal.(uzu)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.