Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif Panda Nababan: Kalau Jantan dan Satria, Ngomong ‘Sekarang Tak Lagi ke Ganjar’

Panda Nababan menyinggung etika dari keluarga Jokowi yang bernaung di PDIP, yakni Gibran Rakabuming Raka dan Boby Nasution.

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUNNEWS/REZA ARIEF
Politisi senior sekaligus salah satu pendiri PDI Perjuangan Pandapotan Maruli Asi Nababan atau akrab disapa Panda Nababan (kiri) menerima cinderamata berupa karikatur dari Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domu D Ambarita (kanan) seusai mengikuti wawancara khusus di Studio Newsroom Tribun Network, Jakarta, Senin (6/11/2023). Dalam wawancaranya, Panda Nababan heran dengan pernyataan miring soal petugas partai. Menurutnya, petugas partai adalah jabatan paling terhormat. 

Saya lihat ya, tidak begitu peting meninggalkan-ditinggalkan. Pak Jokowi ngomong di DPR, tanggal 16 Agustus, pidato kenegaraan, berpolitik dengan Budi Pekerti, aku terharu itu, berbudi pekerti.

Nah, budi pekerti itu apa, ada tata krama, ada sopan santun, ada etika.

Apakah yang dilakukan Gibran dan Bobby ini, ada etika? Viral saya mendukung Ganjar jadi Presiden, sukseskan Pilpres. Bobby juga dari Medan begitu. Ya kalau pemahaman saya dan betul-betul jantan, betul-betul satria, dia ngomong.

‘Hai Rakyat, aku sudah berubah. Sekarang tidak lagi ke Ganjar’, jangan main teka-teki, petak umpet, kemudian masyarakat berkesimpulan, jangan gitu loh. Ada etikanya, jadi sama yang dibilang oleh Rudy, dia waktu maju jadi walikota, dia datang ambil partai, dia datang ngambil KTA, Bobby juga mau, balikin dong. Dateng dong antar, datang tampak muka, pulang tampak punggunh, itu etika.

Nah kemudian terus terang yang saya sedih, pemahaman terjadap partai ini diputarbalikan.

Maksudnya?

Diputarbalikan, disalah artika kemudian seakan-akan partai ini adalah partai yang tidak ada nilai, tidak ada harga. Jadi dia diusung oleh partai.

Pengalaman saya waktu kampanye Jokowi di Sumut, saya Ketua DPD PDIP Sumut, pada 2014 itu. Saya bawa Jokowi ke Binjai, Langkat, saya bawa ke Deli Serdang, saya kenalkan dia disana, saya bikin podium pinjam aula sekolah, bawa dia saya bawa, itu kan saya mengenalkan dia. Sampai orang mengerti ‘Oh ini Jokowi yang mau jadi presiden’,.

Bisa bayangkan ga kemudian sekadang ngomong, sama dengan anaknya, Mas Gibran. Ga ada karpet merah, tidak ada pakai ini, partai-partai, tidak ada. Kita semua kan karena rakyat. ‘Rakyat dan memilih’, itulah demokrasi. Kita pun terharu kan.

Ngapain juga dulu kita bawa-bawa ke Binjai, ngapain lagi.

Tapi kan semua ini, rakyat ada di bilik suara?

Bukan dibilik suara dia bilang, bahwa tidak ada cerita di partai, yang ada rakyat. Gitu loh.

Saya mau bilang, rakyat itu kan setelah di bilik suara, tapi sebelum di bilik suara kan di bawah partai toh?

Cuman maksud aku, kalau sampai Gibran ngomong tapi Jokowi ngomong, tidak ada urusan dengan endorsmen, dukungan dari partai, karena apa, itu karena rakyat. ‘Rakyat lah yang memilih’, ‘rakyat lah yang menentukan, itulah demokrasi’. Coba bayangkan, apa itu pembodohan, manipulasi, apa mendeskreditkan, jutaan loh rakyat Indonesia yang ada di PDIP, disakiti hatinya begitu, direndah-rendahkan, saya pikir bukan asli karakter Jokowi itu. Aku tau dia mencintai rakyat, sering ketemu dengan rakyat, kenapa begitu.

Sama dengan Ganjar, bahwa saya dengan dia, berdiskusi membahas, berdiskusi, mengatur strategi bagaimana dengan Ibu Mega setuju, bagaimana Puan, kita diskusikan, kita bahas.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved