Berita NTT
Pengusaha Lapor Ombudsman NTT Soal Fee Proyek
fee itu tidak diberikan atau disetor sebagai pendapatan asli daerah. Ia menduga fee itu masuk ke kantong pribadi.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Para pengusaha di NTT melapor ke Ombudsman perwakilan NTT mengenai fee proyek.
Komisi atau fee proyek itu tidak disetor ke kas daerah dan diduga kuat sering masuk ke kantong pribadi penyelenggara pemerintahan.
Padahal fee atau komisi dari pengadaan barang dan jasa pada instansi pemerintahan merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD).
"Penerimaan komisi atau fee dari pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah yang juga kerap dikeluhkan para pengusaha karena besaran fee yang berbeda-beda untuk semua kabupaten/kota," kata Kepala Ombudsman perwakilan NTT Darius Beda Daton memaparkan sejumlah proyek yang tidak berfungsi dan tidak rampung hingga adanya fee proyek dalam Rakor bersama pemerintah di NTT, Jumat 4 Agustus 2023.
Baca juga: Aliansi Masyarakat NTT Kecam,Tolak dan Minta Adili Rocky Gerung
Menurut Beda Daton, fee proyek adalah salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan mesti tercatat sebagai lain-lain PAD yang sah. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dalam Pasal 31 ayat (4) huruf h Peraturan Pemerintah ini menyatakan; “Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah adalah penerimaan komisi, potongan, atau bentuk lain sebagai akibat penjualan, tukar menukar, hibah, asuransi, dan atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan uang pada bank, penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah atau dari kegiatan lainnya.
Darius menyentil pola itu diterpakan dalam APBD NTT. Jika dalam APBD di NTT selama ini telah tercatat pendapatan dari sumber komisi atau fee semua proyek yang telah dilaksanakan, maka hal tersebut telah sejalan dengan peraturan pemerintah ini.
"Namun jika belum atau tidak tercatat, maka ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu pertama tidak pernah ada fee/komisi pelaksanaan proyek-proyek di NTT," sambung Beda Daton dalam rakor Evaluasi Pengendalian Administrasi Pelaksanaan Pembangunan Wilayah.
Kemungkinan kedua, kata dia, fee itu tidak diberikan atau disetor sebagai pendapatan asli daerah. Ia menduga fee itu masuk ke kantong pribadi.
"Kedua; fee/komisi tersebut diberikan namun tidak disetor sebagai pendapatan daerah alias masuk ke kantong-kantong pribadi," paparnya dikutip dari keterangan tertulisnya.
Persoalan seperti ini harusnya dibenahi serius. Sebab, komitmen fee atau komisi proyek adalah salah satu dimensi korupsi yang paling banyak terjadi di Indonesia.
Baca juga: Menebak 3 Nama Penjabat Gubernur NTT yang Diusulkan Mendagri ke Presiden, Sama dengan DPRD?
Ia berpandangan, pengadaan barang jasa berkaitan erat dengan komitmen fee yang disepakati bersama. Kendatipun jika sedang tidak beruntung, penyerahan fee itu bisa bermuara ke penyuapan.
"Diperlukan peraturan kepala daerah agar komitmen fee diatur besarannya dan masuk sebagai pendapatan daerah agar bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat kita," katanya.
Masalah lain yang diutarakan Beda Daton adalah dugaan rekayasa pada tahap Perencanaan, khusus pada proyek air bersih. Ada juga masalah lain seperti proyek terlaksana namun tidak berfungsi atau mubasir dan proyek tidak tuntas atau rampung.
NTT Waspada! BMKG Sebut Kekeringan di Depan Mata, Berikut Dampak yang akan Terjadi |
![]() |
---|
BMKG: Waspada, Sebaran Titik Panas Menyebar di Seluruh Wilayah NTT, Rawan Kebakaran Hutan dan Lahan |
![]() |
---|
Update Cuaca NTT Hari Ini 4 Agustus 2023, BMKG Waspada Angin Kencang di Kupang dan Rote |
![]() |
---|
Bertemu Dubes Prancis, Abraham Liyanto Promosikan Pariwisata Labuan Bajo Manggarai Barat NTT |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.