Berita Nasional
Ombudsman Ancam Jemput Paksa Ketua KPK Firli Bahuri
Ombudsman Republik Indonesia membuka peluang menjemput secara paksa Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) Firli Bahuri dkk
Ombudsman RI mengaku kaget membaca surat jawaban KPK itu. Robert Na Endi Jaweng mengatakan selama ini tidak ada lembaga apalagi lembaga tersebut dalam posisi terlapor yang mempertanyakan kewenangan Ombudsman.
Menurutnya pertanyaan KPK sama saja dengan mempertanyakan maksud Presiden dan DPR yang membentuk UU Ombudsman.
Baca juga: KPK Copot Brigjen Endar Priantoro, Jokowi: Jangan Bikin Gaduh
"Tidak ada lembaga apalagi dalam posisi terlapor mempertanyakan kewenangan. Ini sama dengan yang bersangkutan mempertanyakan presiden dan DPR yang membentuk UU Ombudsman," kata Robert.
Robert menegaskan bahwa Ombudsman RI bekerja bukan atas kemauan sendiri, tapi karena mandat negara yang tertuang dalam UU di mana pembentuknya adalah Presiden dan DPR.
Sehingga mempertanyakan kewenangan Ombudsman menurutnya sama saja KPK sedang mempertanyakan apa yang dimandatkan negara kepada Ombudsman.
Sikap KPK yang justru mempertanyakan kewenangan disikapi Ombudsman secara serius. "Ombudsman bekerja bukan kemauan sendiri, tapi mandat negara, ada perintah UU yang disusun Presiden dan DPR. Sehingga mempertanyakan kewenangan seperti ini sama dengan mempertanyakan mandat negara. Dan ini sesuatu yang sangat serius," ungkap Robert.
KPK pun pada surat yang sama menyatakan secara kelembagaan tidak akan memenuhi dan tak akan menghadiri pemanggilan pemeriksaan Ombudsman dalam kasus Endar. Robert menilai ada masalah etik serius yang memang terjadi dalam tubuh KPK.
Baca juga: KPK Putus Akses Brigjen Endar Priantoro Masuk Ruangan dan Sistem
"Dalam konteks antar kelembagaan, dengan pernyataan secara kelembagaan (menyebut) kami tidak akan memenuhi dan tidak akan menghadiri, ini berarti ada problem etik yang juga tidak kalah serius," jelas dia.
Dihubungi terpisah Sekjen KPK Cahya Hardianto menyatakan pemberhentian dengan hormat dan pengembalian Brigjen Endar Priantoro ke Mabes Polri bukan ranah pelayanan publik yang bisa diusut Ombudsman RI. Oleh karena itu, menurut KPK, Ombudsman tidak berwenang memeriksa dugaan maladministrasi terkait hal tersebut.
"Seluruh proses rekrutmen, pengembangan karier hingga purnatugas seorang pegawai merupakan bagian dari manajemen ke-SDM-an dalam suatu organisasi," ujar Cahya.
"Demikian halnya pada proses pemberhentian Sdr. Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK yang telah selesai masa tugasnya adalah ranah manajemen ke-SDM-an di KPK, bukan pelayanan publik," sambungnya.
Cahya menerangkan bila merujuk pada UU 25/2009 maka pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang disediakan penyelenggara pelayanan publik.
Baca juga: Alat Bukti Cukup, KPK Tetapkan Dua Tersangka Penyuap Lukas Enembe
Sehingga, lanjut Cahya, penyelesaian persoalan terkait Endar memedomani hukum administrasi kepegawaian ataupun pemerintahan sesuai UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang bermuara pada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) bukan di Ombudsman.
Dalam mekanismenya, Cahya mengatakan keputusan KPK diuji berdasarkan aspek wewenang, substansi maupun prosedur apakah terdapat penyalahgunaan wewenang (maladministrasi) baik ditinjau dari peraturan perundang-undangan maupun asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).
"Oleh karenanya, atas permintaan klarifikasi oleh Ombudsman kepada KPK tidak bisa dipenuhi karena substansi yang hendak diklarifikasi tidak termasuk dalam ranah pelayanan publik yang merupakan kewenangan Ombudsman," tegas pejabat teras KPK itu.
"Namun, berdasarkan ketentuan perundangan tersebut, pengujian persoalan kepegawaian lebih tepat ranahnya di PTUN," sambung Cahya. (tribun network/dng/ham/dod)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.