Berita Nasional

Mahkamah Agung Heran Pernyataan Denny Indrayana MA Kabulkan PK Moeldoko

Denny Indrayana mengembuskan isu Mahkamah Agung mengabulkan Peninjauan Kembali Moeldoko terkait kepengurusan Partai Demokrat.

Editor: Alfons Nedabang
KOMPAS.com/MOH NADLIR
Gedung Mahkamah Agung di Jalan Medan Merdeka Utara Nomor 9, Jakarta Pusat. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, mengembuskan isu bahwasanya Mahkamah Agung (MA) bakalan mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) Kepala Staf Presiden Moeldoko terkait kepengurusan Partai Demokrat.

Merespons itu, Juru Bicara MA Suharto merasa heran apabila Denny Indrayana memiliki info demikian. Pasalnya, dijelaskan Suharto, majelis hakim untuk menangani perkara tersebut belum terbentuk.

"Berdasarkan Sistem Informasi Administrasi Perkara di MA itu tanggal distribusi masih kosong dan majelisnya masih kosong alias belum ada," kata Suharto kepada awak media, Senin 29 Mei 2023.

"Bagaimana Mungkin putusannya bisa ditebak-tebak? Tunggu saja proses bisnis di MA terkait perkara itu," tambah Hakim Agung Kamar Pidana ini.

Informasi belum adanya majelis dalam perkara PK sengketa Partai Demokrat itu diambil dari data sistem informasi administrasi perkara MA pada Senin pukul 07.00 WIB.

Baca juga: Mahkamah Agung Bungkam Soal Kabar Sekretaris MA Jadi Tersangka

Menurut Suharto, apabila tanggal distribusi perkara sudah terisi, majelis PK yang menangani perkara tersebut akan ditetapkan.

Setelah itu, majelis akan mempelajari berkas perkaranya kemudian menetapkan hari dan tanggal persidangan. Majelis akan memutus berdasarkan berkas yang dibacanya.

”Yang pasti bahwa majelisnya belum ditunjuk dan belum sidang,” jelas Suharto.

Suharto turut menegaskan MA akan mengambil putusan sesuai fakta perkara. Dia membantah adanya intervensi terhadap MA dalam pengambilan putusan.

"Majelis memutus berdasarkan berkas perkara yang dibacanya," tandas Suharto.

Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), khawatir Partai Demokrat akan diambil alih KSP Moeldoko lewat upaya peninjauan kembali atau PK di Mahkamah Agung.

Baca juga: BREAKING NEWS: Mahkamah Agung Tolak Kasasi Randy Badjideh

Hal itu merespons pernyataan pakar hukum tata negara Denny Indrayana soal pengambilalihan Partai Demokrat oleh Moeldoko lewat upaya peninjauan kembali atau PK di MA.

SBY mengaku mendapat informasi dari salah seorang mantan menteri menyampaikan pesan dari politikus senior yang bukan kader Demokrat mengenai PK Moeldoko.

"Pesan seperti ini juga kerap saya terima. Jangan-jangan ini serius bahwa Demokrat akan diambil alih?” kata SBY dalam keterangannya.

Presiden keenam RI ini berpendapat bahwa secara akal sehat sulit diterima jika PK Moeldoko dikabulkan MA karena sudah 16 kali kalah di pengadilan.

"Kalau ini terjadi, info adanya tangan-tangan politik untuk ganggu Demokrat agar tak bisa ikuti Pemilu 2024 barangkali benar. Ini berita yang sangat buruk," ujar SBY.

SBY pun berharap agar pemegang kekuasaan tetap amanah, tegakkan kebenaran dan keadilan.

Baca juga: Gugatan Ganti Rugi Lahan Eks PU Larantuka Ditolak Mahkamah Agung

“Indonesia bukan negara "predator" (yang kuat memangsa yang lemah) serta tak anut hukum rimba, yang kuat menang, yang lemah selalu kalah,” tegasnya.

Selain itu, SBY juga mengimbau kader Partai Demokrat di seluruh tanah air, agar mengikuti perkembangan PK Moeldoko dan selalu mengikuti petunjuk Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

“Jika keadilan tak datang, kita berhak memperjuangkannya secara damai dan konstitusional,” imbuhnya.

Sebelumnya, Denny Indrayana membocorkan informasi pribadi yang diterima dirinya soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem Pemilu Legislatif.

Denny menyebut, dirinya mendapatkan informasi kalau MK bakal memutuskan gugatan Nomor 114/PUU-XX/2022 terkait sistem pemilu dengan putusan proporsional tertutup.

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," tulis Denny dalam akun Instagram pribadinya @dennyindrayana99, dikutip Minggu (28/5).

Denny menyebut, putusan itu diambil setelah adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam menjatuhkan putusan antara hakim MK. Dimana jumlah perbandingannya yakni 6 hakim berbanding 3 hakim.

Baca juga: Mahkamah Agung Kabulkan Gugatan Warga Satar Punda Manggarai Timur Terkait Izin Tambang

Perihal darimana informasi yang dirinya dapat, Denny tidak membeberkan identitas sosok tersebut. Terpenting kata dia, informasi yang dia terima itu kredibel.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ucap Denny.

Jika memang pada putusan nantinya MK mengabulkan sistem pemilu dengan proporsional tertutup, maka kata dia sistem pemilu di Indonesia akan kembali ke masa orde baru (Orba).

"Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.

Dalam unggahannya itu juga, Denny menyampaikan kondisi politik tanah air saat ini. Salah satunya yakni perihal penegakan hukum di Indonesia yang didasari pada putusan MK terkait masa jabatan pimpinan KPK.

"KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun," kata Denny.

"PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA. Jika Demokrat berhasil "dicopet", Istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal," sambungnya.

"Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam integritas!" tutup Denny. (tribun network/ham/wly)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved