Kota Kupang Terkini

Sosiolog Undana Dukung Surat Edaran Wali Kota Kupang soal Pembatasan Jam Malam

Lasarus mempertanyakan apakah pesta yang berlarut-larut hingga malam sebenarnya merupakan bagian dari budaya lokal masyarakat Kupang.

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO
Lasarus Jehamat 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Eugenius Suba Boro

POS-KUPANG.COM, KUPANG —  Dosen Sosiologi Universitas Nusa Cendana, Lasarus Jehamat mendukung kebijakan Wali Kota Kupang, dr. Christian Widodo tentang pembatasan jam malam untuk pesta dan acara masyarakat. 

Menurutnya, meski kebijakan tersebut perlu didukung, masih ada beberapa catatan yang harus diperhatikan.

Saat dihubungi wartawan Pos Kupang, Rabu (1/10/2025), Lasarus menjelaskan kebijakan pembatasan jam malam muncul sebagai respons terhadap banyaknya kasus ikutan yang sering terjadi usai pesta.

Menurutnya, kondisi ini justru merugikan masyarakat karena dapat menabrak sendi-sendi kehidupan sosial.

“Interaksi sosial itu tidak hanya terjadi saat pesta. Selama manusia masih hidup dan waras, interaksi akan terus berlangsung. Jadi tidak perlu khawatir pembatasan pesta akan mengurangi kehidupan interaksi sosial masyarakat,” ujarnya.

Lasarus mempertanyakan apakah pesta yang berlarut-larut hingga malam sebenarnya merupakan bagian dari budaya lokal masyarakat Kota Kupang. 

Ia mengaku ragu dan menilai problem utama justru terletak pada dampak negatif yang ditimbulkan dari pesta, seperti kerawanan keamanan dan konsumsi minuman keras yang sering berujung pada konflik.

“Pesta yang dilarang tentu bukan semua kegiatan, melainkan keramaian yang membatasi hak orang lain di sekitar. Selama ini, pesta berhenti baru ketika ada yang bermasalah karena miras. Nah, ini yang jadi soal,” tegasnya.

Baca juga: Pemkot Kupang Siap Gelar Vaksinasi Massal Hewan Peliharaan Anjing dan Kucing

Menurut Lasarus, resistensi terhadap aturan ini biasanya datang dari kelompok masyarakat yang masih hidup dalam bayangan masa lalu. Padahal, kata dia, peradaban masyarakat sudah semakin maju dan seharusnya mampu menyesuaikan diri dengan aturan yang lebih berorientasi pada ketertiban bersama.

“Kita tidak menolak pesta, yang kita lawan sesungguhnya adalah konflik atas nama pesta,” jelasnya.

Pemerintah perlu mengkomunikasikan kebijakan ini dengan baik agar tidak menimbulkan pro dan kontra berkepanjangan. Dengan pendekatan yang persuasif dan edukatif, masyarakat akan lebih mudah menerima pembatasan ini sebagai bagian dari upaya menjaga ketertiban dan keamanan bersama. (uge)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved