Berita Kota Kupang

Remaja 16 Tahun di Kupang Diniaya Hingga Babak Belur, Pelaku Mesti Ditindak Tegas

Nasib malang menimpa MR (16), remaja berusia 16 tahun ini babak belur dianiaya oleh AK (20), kakak dari mantan pacaranya, RK (15).

|
POS KUPANG/HO KELUARGA
Mobil Polisi Polsek Maulafa yang membawa korban MR (16) dan penyidik untuk melakukan visum di RS Bhayangkara Kupang, Rabu (10/4) tengah malam. 

Edy juga meminta agar pelaku segera tangkap dan ditahan agar tidak mengulangi perbuatannya, sebab tidak seharusnya melakukan penganiayaan terhadap anak di bawah umur.

Novemy berharap aparat penyidik memproses pelaku dengan UU perlindungan anak sebab korban adalah anak dibawah umur.

"Beri hukuman yang setimpal sehingga ada efek jera. Harusnya dia bertanya dulu kepada adiknya kenapa adiknya menangis, bukan langsung menghakimi MR dengan menganiayanya hingga seperti ini," kata Novemy.

Edy yang dihubungi Kamis (11/5) pagi, mengatakan korban MR belum bisa beraktiftas karena masih sakit sehingga belum bisa dimintai keterangannya di Polsek Maulafa.

Terpisah, Kapolsek Maulafa, AKP Nuriyani Ballu dikonfirmasi Kamis (11/5) mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan polisi dan sementara masih memproses kasusnya dan statusnya masih dalam penyelidikan.

"Pihak korban telah membuat laporan polisi tadi malam sekaligus melakukan visum, dan kasusnya ditangani oleh Penyidik PPA karena korban berstatus anak yang berusia 16 tahun," jelas Nuriyani.

Terkait pengambilan keterangan korban belum dapat dilakukan karena saat ini korban masih dalam kondisi sakit. Terhadap pelakunya, AK dijerat Pasal 80 ayat (1) juncto Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. (zee/vel)

 

Kekerasan Terhadap Anak
KETUA Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTT, Veronika Ata, SH, MH menyesalkan tindak kekerasan terhadap anak MR (16) yang diduga dilakukan oleh pelaku dewasa (AK).

"Menurut saya, kasus ini merupakan tindakan kekerasan fisik terhadap anak, sebagaimana diatur dalam UU no. 35/ 2014 tentang Perlindungan Anak. Apalagi menyebabkan luka dan memar, karena itu pelaku harus diproses secara hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya," kata Veronika Ata, Kamis (11/5).

Menurut Veronika, mestinya pelaku bertanya dan bicara secara baik kepada MR dan RK, sebelum bertindak sendiri.

Koordinator SEJAJAR NTT, Veronika Ata, dalam pelatihan ujicoba panduan operasional Covid-19 berprespektif anak di Provinsi NTT, Rabu dan Kamis (2-3/6/2021) di Amaris Hotel Kupang.
Koordinator SEJAJAR NTT, Veronika Ata, dalam pelatihan ujicoba panduan operasional Covid-19 berprespektif anak di Provinsi NTT, Rabu dan Kamis (2-3/6/2021) di Amaris Hotel Kupang. (POS-KUPANG.COM/NOVEMY LEO)

"Menurut kami, ini tindakan sewenang-weang dari orang dewasa terhadap anak. Anak tidak berdaya dan belum mampu membela diri sendiri," kata Veronika.

Karena itu, demikian Veronika, pihak kepolisian harus memproses kasus karena ada alat bukti yang jelas, visum dan keterangan korban serta saksi.

Baca juga: Ketua LPA NTT Tolak Tegas Kebijakan Siswa Sekolah Jam 5 Pagi

"Apalagi jika pelaku memang berusia sudah dewasa dan korban adalah seorang anak. maka ini merupakan tindakan kekerasan terhadap anak," tegas Veronika Ata.

Lebih lanjut dikatakan Veronika Ata, pasal yang bisa dikenakan kepada pelaku yakni Pasal 76C UU 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang berbunyi Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved