Berita Timor Tengah Utara

Paskah 2023, Ratapan Angkalale Umat Stasi St. Alexander Oelnitep Timor Tengah Utara

Tangan-tangan yang tak lagi muda itu mengayunkan alu menuju jantung lesung. Irama bunyi lesung diselaraskan dengan ratapan Angkalale

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/DIONISIUS REBON
RATAPAN - Pose Pastor Rekan Paroki Santo Yohanes Pemandi Naesleu, RD.Kristoforus Ukat, Pr bersama umat Stasi St Alexander Oelnitep saat mendaraskan Ratapan Angkalale sambil menumbuk padi, Jumat, 8 April. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Dionisius Rebon

POS-KUPANG.COM, KEFAMENANU - Malam kian larut. Rembulan seakan beristirahat sejenak di pucuk langit yang gelap nan pekat. Rintik hujan baru saja berlalu pergi.

Dalam dekapan dingin yang kian menusuk tulang, sayup-sayup dari kejauhan terdengar bunyi alu beradu nyaring dengan lesung. 

Penulis perlahan memarkirkan sepeda motor di depan Kapela Stasi St. Alexander Oelnitep setelah menempuh perjalanan kira-kira 6 kilometer dari Kota Kefamenanu

Baca juga: Pantau Pelaksanaan Misa Kamis Putih, Kapolres Timor Tengah Utara Titip Pesan Penting

Tak pernah terbersit sedikitpun di benak penulis bahwa tradisi ini telah hidup puluhan bahkan ratusan tahun dalam budaya masyarakat Dawan.

Dedak padi berhamburan tak beraturan dari bibir lesung. Bait-bait nyanyian bercampur kegetiran mengalir dalam keheningan. 

Puluhan wanita Stasi Santo Alexander Oelnitep, Paroki Santo Yohanes Pemandi Naesleu, Kelurahan Tubuhue, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur duduk berhadapan di samping kapela itu. Mereka menumbuk padi dengan cara tradisional sembari mendaraskan Ratapan Angkalale

Tangan-tangan yang tak lagi muda itu mengayunkan alu menuju jantung lesung. Irama bunyi lesung diselaraskan dengan ratapan Angkalale yang dinyanyikan dalam bahasa Dawan.

"Angkalale saija on usi Yesus dimana dimana nona ia hoe hao ia angkalale, usif Yesus nanet netna Usif Yesus nanet netna nikan faen nameu nuba neu in rasul sin (Kemana Engkau pergi dan dimanakah rumahMu, Kami rindu berjumpa kembali namun apa daya, Kau sudah pergi. Namun jangan lupa menoleh melihat para rasul dan kami umatMu. Kami rindu bertemu kembali Tuhan Yesus)". Syair ini diulang berkali-kali dengan nada-nada yang mengiris Sukma.

Baca juga: Diduga Rudapaksa Anak di Bawah Umur, Seorang Pria di Kabupaten Timor Tengah Utara Dibekuk Polisi

Di samping para penumbuk padi, belasan wanita sibuk menampi beras. Tangan gemulai menggerakkan nyiru memisahkan kulit padi dari isinya.

Seorang ibu dari puluhan perempuan mengusap butiran duka yang mengalir dari kedua bola mata. Di antara pendar cahaya lampu yang menggantung tepat di atas kepala mereka, wanita itu mengangkat selendang yang menggantung di pundaknya dan mengusap butiran air mata.

Lautan duka seakan menyelimuti wajahnya yang kian uzur tergerus usia. Beberapa dari mereka menutup mata sambil mendaraskan ratapan Angkalale. Meresapi setiap makna dari syair duka sambil bernostalgia dengan waktu. 

Ratusan pasang mata kaum pria dan wanita serta anak-anak menatap ibu-ibu dan para gadis yang sedang sibuk mendaraskan ratapan Angkalale sambil menumbuk padi dan menampi beras.

Ratapan Angkalale merupakan salah satu tradisi dalam masyarakat Dawan. Ratapan atau syair duka ini biasanya didaraskan oleh keluarga dan semua masyarakat dari seorang Raja atau Tua Adat yang telah meninggal dunia.

Pastor Rekan Paroki Santo Yohanes Pemandi Naesleu, RD.  Kristoforus Ukat, Pr, Ketua Panitia Paskah Stasi St Alexander Oelnitep, Vincent Kia Beda, Tua Adat, dan kaum pria serta ratusan umat lainnya menyaksikan pelaksanaan tradisi ini dengan khidmat.

Baca juga: Mengenal Ritual Trebluman dalam Prosesi Kure di Noemuti Timor Tengah Utara

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved