Berita Timor Tengah Utara

Paskah 2023, Ratapan Angkalale Umat Stasi St. Alexander Oelnitep Timor Tengah Utara

Tangan-tangan yang tak lagi muda itu mengayunkan alu menuju jantung lesung. Irama bunyi lesung diselaraskan dengan ratapan Angkalale

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/DIONISIUS REBON
RATAPAN - Pose Pastor Rekan Paroki Santo Yohanes Pemandi Naesleu, RD.Kristoforus Ukat, Pr bersama umat Stasi St Alexander Oelnitep saat mendaraskan Ratapan Angkalale sambil menumbuk padi, Jumat, 8 April. 

Beberapa orang kaum pria yang duduk tak jauh dari kaum wanita ini, sesekali bersahutan-sahutan menyanyikan Ratapan Angkalale.

Tokoh adat di wilayah Oelnitep, Marsel Opat mengisahkan, dalam budaya warga setempat, Ratapan Angkalale dinyanyikan ketika mengantarkan kepergian seorang raja atau tua adat ke Hadirat Yang Mahakuasa.Tradisi ini hidup dan diwariskan ke setiap generasi di wilayah Oelnitep hingga saat ini.

Dalam konteks keagamaan, Ratapan Angkalale biasanya dinyanyikan oleh umat wilayah ini pada Hari Jumat Agung. Ratapan ini dinyanyikan untuk mengenang kasih Tuhan Yesus Kristus yang rela wafat untuk semua umat manusia.

Semua umat di Stasi Alexander Oelnitep, bertekad menghidupkan kembali tradisi yang telah ada sejak zaman dahulu hingga sekarang.

Beras dari padi yang telah ditumbuk pada kesempatan itu akan dikumpulkan, dimasak dan disantap bersama dengan Pastor dan semua umat.

Raut wajah Romo Kristoforus Ukat, Pr tampak sumringah.  Dosen STP St. Petrus Keuskupan Atambua ini terlihat bahagia menyaksikan Ratapan Angkalale yang dinyanyikan umat stasi setempat.

Sesekali Rohaniwan berpostur tinggi dan murah senyum ini membantu umat Stasi St. Alexander menumbuk padi sambil menghayati bait-bait Ratapan Angkalale.

Romo Kristoforus berkisah, dirinya bersama dan umat stasi setempat merayakan Paskah berkonsep budaya. Budaya Orang Dawan di wilayah tersebut dihidupkan agar Paskah menjadi milik mereka dan bukan menjadi sesuatu yang asing.

Landasan biblis dari motivasi perayaan Paskah berkonsep budaya tersebut yakni kutipan ayat Kitab Suci yang berbunyi "Sabda Menjadi Manusia dan Tinggal di Antara Kita". Makna ungkapan "tinggal di antara kita" berarti tinggal di dalam budaya-budaya.

Ratapan Angkalale yang dinyanyikan oleh umat setempat, di dalam Kitab Suci sebenarnya merupakan Mazmur-mazmur Ratapan. Mazmur-mazmur ratapan dalam budaya Dawan adalah Angkalale.

Paskah berkonsep budaya ini dicetuskan untuk menghidupkan kembali tradisi-tradisi yang perlahan hilang yang mana bertolak belakang dengan sikap Gereja saat ini yang mendukung segala bentuk Inkulturasi. Gereja hadir dan tinggal di dalam-dalam budaya-budaya, menemukan sesuatu yang baik untuk dihidupi.

Selain Ratapan Angkalale, tradisi lain yang dilaksanakan pada perayaan Paskah tahun ini yakni Perjamuan Adat. Tradisi ini, dilaksanakan setelah perayaan Ekaristi Kamis Putih. Jamuan yang disantap pada kesempatan itu yakni makanan-makanan lokal seperti; ubi kayu, laku tobe (tumpeng dari ubi kayu), jagung, kacang dan lain-lain. Semua umat bersama Pastor duduk bersimpuh di atas tikar dan menikmati santapan yang telah dihidangkan.

Sedangkan pada perayaan Malam Paskah, semua umat akan merayakan Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus dengan menari bersama.

Hal ini sebagai ungkapan kebahagiaan semua umat atas Kebangkitan Tuhan Yesus Kristus bagi semua orang terkhusus umat Stasi Santo Alexander Oelnitep.

Malam kian suntuk. Pijar bola lampu Kapela Stasi St Alexander Oelnitep tak pernah redup. Ratusan pasang mata tenggelam dalam syair Ratapan Angkalale.

Di antara bola-bola mata yang menatap penuh makna ini terbersit selaksa harapan. Kepingan Mazmur ini harus hidup di setiap detak jantung generasi.  (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved