Tour de EnTeTe 2025

Pulau Flores: Jiwa Berdenyut dalam Kekayaan Budaya 

Menyusuri Flores berarti membaca sejarah tertenun dengan benang-benang bermakna di seantero pulau. 

|
Editor: Dion DB Putra
DOK POS-KUPANG.COM
MENENUN - Kaum ibu di Desa Manulando, Kecamatan Ndona, Kabupaten Ende, Pulau Flores sedang menenun. Menyusuri Pulau Flores berarti membaca sejarah tertenun dengan benang-benang bermakna di seantero pulau.  

Oleh: Pascal S Bin Saju
Wartawan senior asal Nusa Tenggara Timur

POS-KUPANG.COM - Jika seri pertama menyelami bentangan alam Pulau Flores, kini mari menyentuh jiwanya. 

Di sini, budaya bukan peninggalan mati, melainkan nafas hidup yang berdenyut dalam setiap helai tenun, hentakan tarian, ritual kampung adat, dan doa di gereja-gereja tua.  

Flores adalah tempat kepercayaan purba dan iman Katolik menyatu dalam mosaik memesona, menciptakan tradisi yang tidak hanya dilihat, tetapi dirasakan dan dihayati dalam denyut nadi yang menyatukan leluhur, alam, dan iman. 

Bagi petualang, ia transformasi jiwa; datanglah sebagai peziarah. Bagi investor, Flores adalah tawaran keuntungan berkelanjutan.  

Kain Bercerita

Menyusuri Flores berarti membaca sejarah tertenun dengan benang-benang bermakna di seantero pulau. 

Baca juga: Pulau Flores: Zamrud di Sabuk Biru Nusa Tenggara  

Setiap motif bukan sekadar ornamen, melainkan alfabet spiritual—peta perjalanan leluhur dan doa yang diwariskan dari generasi ke generasi.  

Di antara ombak Solor dan vulkanik Ile Ape, tenun Lamaholot (di Lembata dan Flores Timur) menyimpan kekuatan magis. 

Tiga ibu-ibu warga desa Nita menyeleseikan pembuatan kain tenun dengan cara tradisional di sanggar tenun ikat pimpinan Alfonsa Horeng di Nita Pleat, Desa Nita, Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur, Kamis (4/8/2016). Sanggar ini menjadi wadah ibu-ibu penenun tradisional yang tinggal disekitar tempat ini. Wisatawan yang berkunjung dapat berinteraksi, serta mempelajari langsung proses pembuatan kapas menjadi kain yang melewati 45 tahap.
Tiga ibu-ibu warga desa Nita menyelesaikan pembuatan kain tenun dengan cara tradisional di sanggar tenun ikat pimpinan Alfonsa Horeng di Nita Pleat, Desa Nita, Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur, Kamis (4/8/2016). Sanggar ini menjadi wadah ibu-ibu penenun tradisional yang tinggal di sekitar tempat ini. Wisatawan yang berkunjung dapat berinteraksi, serta mempelajari langsung proses pembuatan kapas menjadi kain yang melewati 45 tahap. (KOMPAS/DANU KUSWORO)

Motifnya menceritakan migrasi suku dan keperkasaan nelayan, berbeda dengan geometris Sikka atau heroisme Manggarai. Hasil tenun mereka adalah simbol dara pesisir dan keperkasaan para nelayan.  

Di kampung tua pesisir selatan seperti Sikka Natar, menenun adalah ritual sakral. 

Setiap benang kapas dipintal dengan doa; motifnya simbol perlindungan dan relasi manusia-alam. Warna alam membentuk geometri penuh makna.  

Motif “batu hidup” (megalitik) dan “tulang manusia” (darah Bumi) berkembang dan dikembangkan di Desa Jopu dan Nggela. Warna merah tua mendalam, simbol darah bumi, menjadi pelindung magis.  

Tenun menyatu dengan kosmos dihidupi di Rendubutewo dan Bena (Nagekeo/Ngada), di mana tenun bukan hanya untuk manusia. 

Kain khusus menyelimuti bhaga dan ngadhu (batu leluhur). Menenun di sini adalah meditasi; benangnya "bernyanyi" tentang asal-usul.  

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved