Opini
Opini Destan S Beis: Perlu Tindak Lanjut Iklim Ekstrem dan Bencana di Tahun 2022
Bicara perubahan iklim adalah suatu istilah yang sangat erat kaitanya dengan kenaikan suhu bumi atau pemanasan global.
POS-KUPANG.COM - Bicara Perubahan Iklim adalah suatu istilah yang sangat erat kaitanya dengan kenaikan suhu bumi atau Pemanasan Global. Kenaikan suhu bumi tidak hanya berdampak pada naiknya temperatur bumi tetapi dapat mengubah sistem pengendali iklim.
Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung, oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global serta perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.
Faktor pengendali terjadinya variabilitas iklim adalah interaksi antara atmiosfir, lautan dan daratan. Salah satu fenomena yang terjadi akibat interaksi laut dan atmosfir yang sering dikaitkan dengan iklim curah hujan di wilayah Indonesia adalah fenomenaEl Nino Southern Oscillation (ENSO).
Meningkatnya kejadian ENSO baik berupa La Nina maupun El Nino merupakan salah satu dampak dari perubahan iklim. Perubahan iklim telah meningkatkan frekuensi kejadian La Nina dan El Nino.
Frekuensi kejadian El Nino dan La Nina yang normalnya 5 – 7 tahun dengan adanya perubahan iklim menjadi lebih sering 3 -5 tahun.
IPPC mencatat bahwa tahun 2022 merupakan tahun ke -3 La Nina berturut -turut dan merupakan tahun terpanas ke - delapan dalam 8 tahun terakhir (2015-2022). Tahun terpanas pertama terjadi tahun 2016 sepanjang sejarah.
Baca juga: Opini Emanuel Kolfidus: Menyongsong Bonus Demografi
Menurut WMO (World Meteorological Organization), Peristiwa Hattrick La Nina (3 tahun berturut- turut) hingga akhir tahun 2022 menunjukan bahwa tahun 2022 tidak akan menjadi tahun terhangat yang pernah tercatat dalam sejarah.
Namun dampak pendinginan ini hanya sementara dan tidak akan membalikkan tren pemanasan jangka panjang. Artinya laju peningkatan suhu global tetap terjadi yang memungkinkan perubahan iklim semakin nyata.
Iklim Ekstrem NTT
Peristiwa hattrick La Nina 2022 menyebabkan panjang musim kemarau 2022 di beberapa wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) berdurasi singkat. Hal ini terjadi karena musim kemarau tahun 2022 datang lebih lambat dari normalnya. Sedangkan awal musim hujannya datang lebih awal dari normalnya.
BMKG Stasiun klimatologi Kelas II Provinsi Nusa Tenggara Timur mencatat bahwa terdapat dua wilayah zona musim (ZOM) yaitu ZOM 242 (Kabupaten Manggarai Barat bagian utara, Manggarai, Manggari Timur dan Ngada bagian utara) dan ZOM 262 (Kabupaten Kupang bagian utara dan TTS bagian utara) dengan panjang musim hujan dapat mencapai 26 dasarian atau sekitar 8 bulan 20 hari dan baru memasuki musim kemarau pada pertengahan Juli tahun 2022 dengan panjang musim kemarau hanya 8 dasarian atau sekitar 2 bulan 20 hari.
Catatan lainnya adalah terdapat dua wilayah di Provinsi NTT yang cukup kering yaitu ZOM 249 (Kabupaten Flores Timur bagian utara) dan ZOM 259 (Kabupaten TTS dan Belu bagian selatan) karena memiliki panjang musim kemarau 26 dasarian atau sekitar 8 bulan 20 hari.
Baca juga: Opini Frans X Skera: Dari Finlandia dengan Kejujuran
Perubahan awal musim dan panjang musim seperti ini dapat berpengaruh pada pola tanam bagi sektor pertanian karena setiap daerah atau wilayah zona musim memiliki awal musim dan panjang musim yang berbeda-beda.
Selama tahun 2022 curah hujan harian tertinggi terjadi juga di Kecamatan Waepana Kabupaten Ngada dengan jumlah curah hujan sebesar 320 mm atau enam kali lipat di atas kategori ekstrem.