Opini
Opini Habde Adrianus Dami: Kontroversial Sanksi Bank
Akuntabilitas sebagai tuntutan terhadap organisasi pemerintah dan entitas bisnis/perbankan (Bank NTT dan BI), untuk pertanggungjawaban.
POS-KUPANG.COM - Adalah Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah NTT, mengeluarkan surat nomor: 25/2/DSSK/Srt/Rhs, tanggal 2 Januari 2023, terkait pengenaan sanksi terhadap penyelenggaraan layanan mobile banking dan internet banking Bank NTT, sejak 17 Juli 2021 tetapi belum memperoleh persetujuan Bank Indonesia, dan mewajibkan Bank NTT membayar denda Rp 60.000.000 yang dibebankan pada rekening giro di Bank Indonesia.
Dalam kesempatan terpisah, menurut, Stefanus Donny Heatubun, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah NTT (Kepala Perwk. BI), “Sebenarnya ini bukan masalah yang besar dan tidak ada istilah BI bekukan Bank NTT. Ini hanya pada masalah izin dan hanya sanksi pembinaan. (AntaraNTT, 18/01/2023).
Pada perspektif ini, argumen yang masuk akal tidak bersandar kepada kepentingan orang per orang atau kepentingan institusi, tetapi kepentingan rasio.
Sehingga, bagi saya pernyataan Kepala Perwk. BI itu bersifat kontroversial. Tentu saja kontrovesi seputar pengenaan sanksi ini baik bagi pengembangan transparansi dan edukasi publik.
Apalagi, kontroversi pengenaan sanksi, lebih didasari oleh pertimbangan pragmatis. Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani, pragma (sibuk), lebih mementingkan guna atau hasil, bukan kebenaran. Dengan kata lain berargumen dengan menggunakan otoritas, meski otoritas itu ambigu (argumentum ad verecundian).
Baca juga: Opini Hengky Marloanto: Pengaturan Tata Niaga Telur Ayam Ras dan Upaya Peningkatan Gizi Masyarakat
Di sini, pendekatan pragmatis menggeser persoalan ketidakpatutan dan ketidakpatuhan yang berdimensi nilai, moral, etika dan hukum ke persoalan material (sanksi dana).
Singkatnya, logika ini sangat fatal : nilai kebenaran (pembekuan) ditukar benda. Di sini ada kesesatan logika baik secara paralogis (tak sengaja) maupun sofistik (dengan sengaja).
Padahal, untuk mewujudkan sistem perbankan yang sehat, Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengawasi bank antara lain, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank.
Kesalahan prosedur
Hingga beberapa waktu mendatang, nampaknya pemakaian terminologi “kesalahan prosedur” akan tetap aktual seiring semakin telanjangnya sosok aparatur negara termasuk otoritas perbankan beserta perilakunya di mata masyarakat. Fenomena ini selalu mengejutkan karena berada di luar skenario good governance maupun good corporate governance.
Mengapa demikian, mengingat ketika sosok serta perilaku yang terjadi sebenarnya tidak bisa lagi ditutupi, maka perlu dicari upaya pelunakan.
Tujuannya tak lain, agar tak ada pihak khususnya regulator dan operator perbankan, yang tidak kehilangan muka, tak ada pula yang merasa dipojokkan. Kondisi itu kemudian dianggap berkorelasi dengan menjaga “kepercayaan publik” terhadap kredibilitas dan reputasi perbankan.
Baca juga: Opini: Merawat Persaudaraan Sejati
Sebagai misal, pernyataan Kepala Perwk. BI, di atas dan sekaligus dia menyayangkan mengapa sehingga surat yang seharusnya rahasia itu bisa bocor keluar dan menyebar hingga ke media sosial dan menjadi konsumsi publik. Tentunya, membuat penilaian yang buruk kepada Bank NTT itu sendiri.
Di sini sejauh yang penulis pahami, tampak upaya pelunakan atas penyimpangan, atau pelanggaran oleh oknum perbankan menjadi hanya sekadar “kesalahan prosedur”. Dalam pengertian itu, ada upaya berkilah dengan mencoba ditutup-tutupi kesalahan prosedural (dengan dalih menjaga citra bank).