Opini
Opini : Membaca Arah Transformasi Pendidikan Nadiem Makarim
Seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945, maka pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk dapat mencapai mutu kualitas pendidikan di Tanah Air.
Oleh : Yogen Sogen
( Founder Jaringan Millenial Nusantara )
POS-KUPANG.COM - Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia ialah mencerdaskan kehidupan bangsa, yang dalam Pasal 31 ayat 3, UUD mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan tingkat nasional, dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa.
Pendidikan juga dijamin dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat 1, yang mengandung jaminan bahwa setiap warga Negara memiliki hakyang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Untuk menjamin kualitas pendidikan yang bermutu, seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945, maka pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk dapat mencapai mutu kualitas pendidikan di Tanah Air.
Dalam hal ini, didapati turunan kebijakan yang digunakan sebagai landasan dasar dalam pendidikan, yang mencakup cara belajar, apa yang dipelajari, serta arah dan tujuan pendidikan. Menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik.
Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan.
Sementara, kurikulum secara etimologis dan istilah dapat disimpulkan merupakan program pendidikan yang berisi sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan pendidikan.
Baca juga: Opini : Beragama yang Baik dan Benar
Hilda Taba mengartikan kurikulum sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh anak-anak. Sesuatu yang direncanakan dalam hal ini mencakup mata pelajaran itu sendiri.
Kurikulum yang ada saat ini ialah kurikulum 2013 yang berlandaskan pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, yang mana kurikulum tersebut berprinsip Demokratis.
Kurikulum 2013 terbentuk dengan tujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa agar mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengomunikasikan yang mereka peroleh atau yang mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran di sekolah (Anwar, 2014).
Merasa belum cukup dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nadiem Makarim kembali menerapkan kebijakan kurikulum terbaru yang disebut sebagai merdeka belajar, dengan mengusung konsep merdeka belajar, merdeka bermain.
Dengan konsep merdeka yang diutarakan oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, terdapat 4 pokok kebijakan terkait hal tersebut; 1. Mengganti ujian nasional dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan survey karakter, 2. Penyerahan Ujian Sekolah Berstandar Nasional kepada sekolah, 3. Penyerderhanaan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), 4. Perluasan system zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Singkatnya, Kurikulum Merdeka Belajar adalah bentuk evaluasi dari kurikulum sebelumnya, yakni Kurikulum 2013. Kurikulum ini diluncurkan secara resmi oleh Medikbudristek Nadiem Makarim pada Februari 2022.
Baca juga: Opini : Arisan Jamban, Pendekatan Sosial Budaya Berbasis Kearifan Lokal Ende-Lio
Komitmen Medikbudristek ini sejalan dengan pandangan Prof.Dr. Henry Guntur Tarigan bahwa Kurikulum ialah suatu formulasi pedagogis yang termasuk paling utama dan terpenting dalam konteks proses belajar mengajar.