Opini

Opini : Lemahnya Penegakan Hukum di Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil

Masifnya pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau di Indonesia memberikan dampak negatif terhadap masyarakat khususnya nelayan.

Editor: Alfons Nedabang
DOK POS-KUPANG.COM
Foto ilustrasi, sejumlah pulau kecil di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. 

WALHI NTT menilai bahwa Pembangunan yang melampau batas toleransi alam dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan seperti abrasi, banjir rob, gelombang pasang yang dapat mengancam keselamatan warga.

Baca juga: Opini : Anomali Demokrasi Digital

Oleh karena itu, pemerintah perlu meluruskan kembali implementasi kebijakan pembangunan yang mengacu pada regulasi sehingga perencanaan pembangunan di wilayah pesisir berjalan sesuai dengan instrumen hukum yang ada. Penegakan hukum di wilayah pesisir harus berjalan.

Minimnya konservasi dan masifnya eksploitasi sumber daya alam pesisir mengakibatkan berbagai kerusakan. Seperti rusaknya kawasan mangrove di wilayah pesisir pantai Oesapa, kelurahan Oesapa, kecamatan Kelapa Lima, kota Kupang yang mengakibatkan kawasan tersebut tidak dapat berfungsi secara ekologi.

Tiga Masalah Masyarakat Pesisir NTT

WALHI NTT menilai bahwa kebijakan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terus diarahkan kepada peningkatan industri pariwisata, industri ekstraktif, dan industri perikanan.

Hal ini menyebabkan masyarakat pesisir di NTT semakin sulit mempertahankan ruang hidupnya. Sementara itu, masyarakat pesisir menghadapi tiga masalah besar yaitu: 1) Kerusakan sumber daya pesisir. 2) Perampasan ruang hidup masyarakat pesisir, 3). Kemiskinan pesisir.

Kerusakan sumber daya pesisir di wilayah NTT tentu bukan tanpa sebab. Hasil penelusuran WALHI NTT tercatat eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh negara cenderung membawa dampak buruk bagi pesisir seperti kebijakan-kebijakan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mengakibatkan masalah yang kompleks.

Masuknya industry pariwisata, perikanan dan tambak garam skala besar di NTT seperti yang terjadi di kabupaten Malaka (Red. Ratusan Hutan mangrove rusak) mengindikasikan bahwa sebenarnya pemerintah lalai dalam merencanakan pembangunan di wilayah pesisir berbasis ekologi dan kearifan lokal.

Baca juga: Opini : Memaknai Kembali Sumpah Pemuda

Beban pembangunan dan krisis lingkungan mengakibatkan perubahan iklim yang memaksa masyarakat pesisir harus berhadap-hadapan dengan banjir rob, badai dan abrasi.

Persoalan pesisir sudah banyak dibahas dalam berbagai ruang publik, akan tetapi pemerintah masih belum memiliki political will untuk mengakomodir kepentingan ekologi.

Kerusakan sumber daya pesisir saat ini diakibatkan adanya eksploitasi dari berbagai aktivitas manusia serta kebijakan pembangunan yang mal adaptasi, rusaknya ekosistem mangrove dan terumbu karang mengakibatkan biota laut ikut hilang dan berdampak pada rantai kehidupan masyarakat pesisir.

Perampasan ruang hidup warga pesisir menjadi persoalan besar dalam tata kelola pesisir itu sendiri. Kebijakan pembangunan di sektor industry pariwisata yang menjamur menjadi pintu masuk alih fungsi wilayah pesisir sebagai wilayah konservasi dan ruang publik warga.

Privatisasi pantai dan pembangunan hotel di wilayah pesisir justru terindikasi meminggirkan masyarakat yang bertahun-tahun menjaga keseimbangan ekosistem pesisir dengan kearifan lokalnya. Kasus yang paling menyita perhatian publik adalah ketika pulau Komodo sebagai wilayah konservasi disulap menjadi wisata premium dan memaksa warga keluar.

Praktik perampasan lahan yang terjadi merupakan akumulasi dari produk regulasi pembangunan nasional di sektor pariwisata yang tidak mementingkan keberlanjutan dan ruang hidup masyarakat pesisir.

SEBAGAI negara kepulauan, Indonesia memiliki kekayaan laut yang besar. Menurut Badan Riset dan Sumber Daya Manusia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), nilai kekayaan laut Indonesia setara Rp 19.000 triliun. Masalahnya, kekayaan laut Indonesia itu belum dinikmati oleh orang terdekat dari laut, yaitu masyarakat pesisir.

Baca juga: Opini : Memperkuat Imunitas Bahasa Daerah

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved