Opini

Opini : Lemahnya Penegakan Hukum di Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil

Masifnya pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau di Indonesia memberikan dampak negatif terhadap masyarakat khususnya nelayan.

Editor: Alfons Nedabang
DOK POS-KUPANG.COM
Foto ilustrasi, sejumlah pulau kecil di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. 

Oleh : Deddy F Holo

( Divisi Perubahan Iklim dan Kebencanaan WALHI NTT )

POS-KUPANG.COM - Masifnya pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau di Indonesia memberikan dampak negatif terhadap masyarakat khususnya nelayan dan wilayah ekosistem pesisir.

Berdasarkan undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 atas perubahan undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Bahwa pemerintah dalam implementasinya belum memiliki niat yang baik untuk menyelamatkan ekosistem pesisir sesuai amanah undang-undang yang ada.

Dalam Ketentuan Umum UU 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dikatakan bahwa Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau Kecil antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam satu dekade ini terdapat kecenderungan bahwa Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang rentan mengalami kerusakan akibat aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumber dayanya atau akibat bencana alam.

Selain itu, akumulasi dari berbagai kegiatan eksploitasi yang bersifat parsial/sektoral di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil atau dampak kegiatan lain di hulu wilayah pesisir yang didukung peraturan perundang-undangan yang ada sering menimbulkan kerusakan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Peraturan perundang-undangan yang ada lebih berorientasi pada eksploitasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tanpa memperhatikan kelestarian sumber daya.

Baca juga: Opini : Pahlawan Nasional Terkini

Sementara itu, kesadaran nilai strategis dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan, terpadu, dan berbasis masyarakat relatif kurang.

Batas Sempadan Pantai

Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Jika merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 51 tahun 2016 tentang Sempadan Pantai seharusnya kebijakan pembangunan yang diinisiasi oleh pemerintah perlu di koreksi karena telah mengabaikan ruang pesisir itu sendiri.

Berdasarkan hasil observasi WALHI NTT di pesisir pantai Teluk Kupang ditemukan sejumlah pembangunan fisik yang melewati batas sempadan pantai. Ini sebuah kekeliruan yang perlu dibenahi pemerintah sehingga tidak menimbulkan dampak buruk bagi warga dan ekosistem pesisir.

Maraknya pembangunan hotel, tambang, objek wisata kuliner, pembangunan fasilitas publik (pasar), pembukaan lahan untuk industri perikanan dan tambak garam di wilayah pesisir teluk Kupang hari ini justru semakin membuat ekosistem pesisir rusak, ditambah lagi beban ekologi yaitu krisis lingkungan seperti tata kelola sampah yang buruk di kota Kupang.

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berasaskan keadilan artinya bahwa tidak mengabaikan daya dukung dan tampung lingkungan. Rusaknya pesisir teluk Kupang akibat beban pembangunan yang masif terjadi dapat menimbulkan bencana.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved