Berita Nasional
Konglomerat TV Swasta Protes 'Analog Switch Off'
Konglomerat pengusaha TV swasta Hary Tanoesoedibjo menyampaikan protes kebijakan Analog Switch Off (ASO) yang ditetapkan pemerintah.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Konglomerat pengusaha TV swasta Hary Tanoesoedibjo menyampaikan protes kebijakan Analog Switch Off (ASO) yang ditetapkan pemerintah pada 2 November 2022. Pria yang akrab disapa HT itu menilai pemadaman siaran analog dialihkan ke siaran digital terlihat dipaksakan.
"Tindakan mematikan siaran dengan sistem analog ini sangat merugikan masyarakat, diperkirakan 60 persen masyarakat di Jabodetabek tidak bisa lagi menikmati tayangan televisi secara analog," kata Hary Tanoesoedibjo dalam media sosial pribadinya, Jumat 4 November 2022.
Hary Tanoesoedibjo mengatakan tayangan TV miliknya masih bisa disaksikan melalui sistem analog apabila masyarakat membeli Set Top Bos (STB) atau mengganti televisi digital atau berlangganan TV digital.
MNC Group, imbuh Hary Tanoesoedibjo, memandang adanya kebijakan yang saling bertentangan terutama jika dikaitkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Arti dari salah satu petitum tersebut adalah segala sesuatu yang memiliki dampak luas terhadap masyarakat agar ditangguhkan. "Sebagaimana kita ketahui penduduk Jabodetabek masih banyak yang menggunakan TV Analog," sebut HT.
Hary berpendapat, apabila ingin mempercepat implementasi kebijakan tersebut, TV Analog seharusnya dilarang diperjualbelikan di pasar. Hal ini membuat masyarakat pada saat membeli TV baru otomatis sudah dengan sistem digital.
Baca juga: Tiga Tahap Suntik Mati TV Analog, Berlaku Mulai 30 April, Masyarakat Beralih ke TV Digital
"Keputusan ASO sama saja memaksa masyarakat membeli STB agar dapat menonton siaran digital. Secara timing kondisi ekonomi sebagian masyarakat kita kurang baik saat ini, karena terimbas pandemi," ungkapnya.
Ketua Umum Partai Perindo itu mengatakan kerap mendengar arahan Bapak Presiden di Rapat Kabinet agar hati-hati dalam menerapkan kebijakan yang menyangkut masyarakat luas temasuk implementasi ASO.
Haru menilai dari sisi hukum ada yang janggal bahwa Kementerian Kominfo menggunakan standar ganda yakni untuk wilayah Jabodetabek mengikuti perintah UU, dan untuk wilayah di luar Jabodetabek mengikuti keputusan MK yang membatalkan ASO.
"Saat ini jelas sangat diuntungkan adalah pabrik atau penjual STB karena pasti laku keras, sebaliknya yang dirugikan masyarakat yang masih menggunakan TV analog pada umumnya rakyat kecil," imbuhnya.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah melihat kebijakan mematikan sistem analog terkesan dipaksakan. Apalagi, ujung-ujungnya masyarakat harus mengeluarkan dana untuk tetap bisa menyaksikan siaran televisi sebagai hiburan.
"Jadi yang terjadi bukan masyarakat menjadi menerima atau mendukung kebijakan itu, malah yang terjadi resistensi, saya melihat masyarakat public distrust menganggap tidak membawa manfaat," ungkap Trubus kepada Tribun.
Menurutnya, bila dilihat dari analisis cost and benefit terhadap masyarakat tidak membawa manfaat apa-apa. Trubus mengatakan justru masyarakat kelompok miskin harus mengeluarkan cost tidak kecil tetapi kualitas tidak lebih baik.
Baca juga: Selamat Tinggal TV Analog, Siap-siap Berlaih ke TV Digital, Ini Ciri-cirinya
"Lagipula tidak ada urgensinya bagi masyarakat bawah untuk beralih ke TV digital, masyarakat bawah atau miskin hanya dijanjikan dikasih gratis dan masyarakat menengah katanya diminta beli sendiri mandiri begitu," imbuhnya.
Dia menyayangkan pernyataan Kemenko Polhukam Mahfud MD yang mengancam sanksi kepada televisi swasta apabila tidak melaksanakan siaran TV Digital sesuai ketetapan UU Cipta Kerja.