Polemik ACT
Ustadz Hilmi Firdausi : Demi Allah Tidak Ambil 1 Rupiah Pun Dana Yayasan ACT
Ustadz Hilmi Firdausi terseret dalam kasus Yayasan ACT. Da’i dan Pengasuh PPA Yatim Dhuafa Baitul Qur’an Assa’adah ini diduga menerima dana ACT.
Penulis: Alfons Nedabang | Editor: Alfons Nedabang
Kepala PPATK Ivan Yustiavanda mengatakan pemblokiran bertujuan agar tidak ada lagi dana donasi yang masuk atau keluar dari rekening ACT tersebut.
"PPATK menghentikan sementara transaksi 60 rekening atas nama entitas yayasan (ACT) di 33 penyedia jasa keuangan. Jadi sudah Kami hentikan," ujarnya Ivan Yustiavanda dalam konferensi pers, Rabu 6 Juli 2022.
Ia menjelaskan, dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, pihaknya menduga dana-danya yang masuk dari masyarakat ke rekening ACT tidak langsung disalurkan sebagai sumbangan. Melainkan dikelola secara bisnis untuk menghasilkan keuntungan.
"Kami menduga ini merupakan transaksi yang dikelola dari bisnis ke bisnis. Sehingga tidak murni menghimpun dana kemudian disalurkan kepada tujuan. Memang PPATK melihat bahwa entitas yang kita lagi bicarakan ini berkaitan langsung dengan usaha yang berkaitan langsung dengan pendirinya, dimiliki langsung oleh pendirinya. Jadi ada beberapa PT di situ. Dan pendirinya termasuk orang yang terafiliasi karena menjadi salah satu pengurus," kata Ivan Yustiavanda.
Ia mencontohkan, dari temuan yang ada, Yayasan ACT terbukti melakukan transaksi keuangan dengan entitas perusahaan luar senilai Rp 30 miliar.
Setelah ditelusuri, PPATK menemukan perusahaan itu merupakan milik salah satu pendiri ACT. Namun ia tidak menjelaskan secara gamblang siapa sosok pendiri lembaga filantropi yang dimaksud.
"Kami menemukan ada transaksi lebih dari dua tahun senilai Rp30 miliar yang ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri yayasan ACT," tuturnya.
Ivan Yustiavandajuga tidak merinci mengenai bisnis yang terafiliasi dengan pimpinan ACT itu. Yang jelas, PPATK menemukan adanya transaksi yang masif yang berkaitan dengan bisnis tersebut.
"Ada transaksi memang dilakukan secara masif terkait dengan entitas yang dimiliki si pengurus tadi. Jadi kita menduga ini merupakan transaksi yang dikelola dari bisnis to bisnis. Jadi tidak murni menghimpun dana kemudian disalurkan tapi dikelola dulu dalam bisnis tertentu dan disitu tentunya ada revenue ada keuntungan," jelasnya.
Dengan pemblokiran ini Ivan mengimbau para donatur agar lebih berhati-hati dalam memberikan sumbangan ke lembaga amal. Dia tak mau dana tersebut diselewengkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Kita tidak kapasitas untuk mendiskusikan partisipasi publik untuk berbagi. Tapi kita menencourage publik untuk berbagi menyalurkan bantuan kepada saudara-saudara yang membutuhkan. Cuma ada resiko publik kalau entitas tadi entitas yang kredibel atau tidak," jelas Ivan Yustiavanda.
Ia menyatakan hal tersebut tidak hanya merujuk dalam kasus ACT. Menurutnya, kasus ini bisa saja terjadi dengan lembaga-lembaga amal yang lainnya.
Baca juga: Kemensos Ancam Bekukan Izin ACT
"Publik tidak paham pengurus pengurusnya atau publik tidak paham dana itu dikelola oleh para pengurusnya. Ini tidak hanya terfokus kepada yayasan tertentu. Ini pesan secara khusus untuk masyarakat umum di luar bisa terjadi ke semua kita yang dilakukan oleh entitas manapun juga," tegas Ivan Yustiavanda.
Pihaknya tidak bermaksud membatasi sumbangan yang diberikan dari masyarakat. Ia hanya meminta masyarakat lebih berhati-hati memilih lembaga amal untuk didonasikan.
"Karena itu perlu kehati hatian bagi publik tanpa bermaksud melarang atau membatasi sumbangan sumbangan dari publik karena itulah yang harus kita lakukan. Berbagi empati dan simpati," katanya.