Berita Pemprov Hari Ini

Penundaan Pemilu, Pakar Hukum Tata Negara Jhon Tuba Helan: Wacana Yang Dangkal

Sampai saat ini tidak ada alasan mendasar untuk penundaan pemilu. Oleh karena itu, wacana penundaan pemilu tidak berdasar

Editor: Rosalina Woso
DOK.POS-KUPANG.COM
Ilustrasi Pemilihan Kepala Daerah 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Tiga pimpinan partai politik (parpol) menggulirkan wacana mengenai penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 nanti. Publik menyoroti pernyataan itu.

Pernyataan pertama kali diutarakan Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dan didukung dua ketua umum partai politik lainnya yaitu Ketum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Menanggapi itu, pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Nusa Cendana, Dr. Jhon Tuba Helan, mengatakan wacana itu merupakan wacana dangkal.

Baca juga: Kasus Covid-19 Naik, Pemprov NTT Percepat Vaksinasi

"Wacana yang dangkal. Harusnya para elit politik mewacanakan sesuatu yang bisa membawa perubahan, tapi ini tidak," katanya ketika dihubungi, Selasa 1 Maret 2022 malam.

Jhon Tuba Helan menjelaskan, secara konstitusi, Pasal 22 E ayat (1) UUD 45 menyatakan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung,umum,bebas, rahasia ,jujur,dan adil setiap lima tahun sekali.

Artinya pemilu yang lalu di tahun 2019 maka berikutnya di tahun 2024. Sampai saat ini tidak ada alasan mendasar untuk penundaan pemilu. Oleh karena itu, wacana penundaan pemilu tidak berdasar dan tidak akan terlaksana.

Baca juga: 1.638 Orang Lulus PPPK Tahun 2021, Pemprov NTT Usul Penambahan Anggaran

"Pimpinan partai politik yang mengemukakan wacana itu, mungkin tidak pernah membaca UUD 1945, sehingga boleh berbicara sesuka hati," tegasnya.

Makna dari pemilu sekali dalam lima tahun, yakni masa kepemimpinan nasional baik legislatif maupun eksekutif adalah lima tahunan, maka di tahun 2024 habis masa jabatan dan harus diganti melalui pemilu. Menurut Dr. Jhon, Tidak ada ruang memperpanjang masa jabatan di luar mekanisme pemilu.

Terpisah, pengamat politik dari Universitas Nusa Cendana, Yohanes Jimmy Nami, menilai wacana Ini memang sengaja dikemas oleh kelompok tertentu yang memang punya kepentingan melekat dengan rezim saat ini.

"Konflik interest jelas, karena jika dilihat memang tidak ada urgensinya selain upaya untuk mendorong langgengnya kekuasaan dan kepentingan disekitarnya," katanya.

Baca juga: Pemprov NTT Tidak Mau Berpolemik Pelantikan Wabup Ende

Penundaan pemilu untuk kepentingan politik tertentu jelas inkonstitusional dan mengangkangi undang-undang serta menodai demokrasi Indonesia dan semangat reformasi yang sudah baik.

Peta potensi penundaan pemilu bisa saja terakomodir jika ini kemudian menjadi wacana kolektif dari parpol yang dominan di parlemen. Untuk memasukkan itu, dilakukan amandemen terbatas misalnya.

"Ini yang perlu kita waspadai jangan sampai wacana ini jadi pintu masuk bagi oligarki, rent seeking dan lain-lain yang malah menodai penguatan Demokrasi Indonesia," tegasnya.

Jimmy mengaku optimistis sikap kenegarawan para pemimpin bangsa yang akan menjdi unsur penopang penguatan demokrasi Indonesia agar tidak terjerumus dalam kepentingan jangka pendek yang kemudian meruntuhkan tatanan demokrasi Indonesia. (*)

Berita Pemprov Hari Ini

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved