Kejagung Usut Korupsi Proyek Satelit Kemenhan, Kerugian Negara Nyaris Rp 1 Triliun

Sejak beberapa tahun terakhir kejaksaan sudah mendalaminya. Bahkan, permasalahan tersebut sudah masuk tahap penyelidikan.

Editor: Alfons Nedabang
KOMPAS.COM
Jaksa Agung ST Burhanuddin 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut dugaan pelanggaran hukum di balik proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur yang ada di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada 2015. Kasus korupsi tersebut disebut merugikan negara hampir Rp 1 triliun.

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, pihaknya sudah memantau permasalahan tersebut sejak lama. Sejak beberapa tahun terakhir kejaksaan sudah mendalaminya. Bahkan, permasalahan tersebut sudah masuk tahap penyelidikan. Menurut Burhanuddin, gelar perkara akan dilakukan dalam waktu dekat.

"Beberapa bulan bahkan beberapa tahun kami telah melakukan penelitian dan pendalaman atas kasus ini dan sekarang sudah hampir mengerucut. Insyaallah dalam waktu dekat kami akan naik penyidikan. Insyaallah dalam satu-dua hari kami akan tindak lanjuti ini. Memang dari hasil penyelidikan cukup bukti untuk kami tingkatkan ke penyidikan," kata Burhanuddin dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Kamis 13 Januari 2022.

Baca juga: Jaksa Agung Bebaskan Ibu yang Memarahi Mantan Suami Sering Mabuk

Namun Burhanuddin belum menyampaikan siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut. Menurutnya, dari Kejaksaan Agung masih melakukan pendalaman.

"Ini masih pendalaman. Artinya kami belum menentukan penyidikan ya, baru akan kami tentukan dalam satu-dua hari. Pasti kerugian kami sudah kami lakukan pendalaman, tetapi finalnya nanti ada di BPK dan BPKP. Kami belum bisa sebutkan," ujarnya.

Di kesempatan itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran hukum berupa penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan proyek satelit Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015 lalu itu. Buntut urusan itu membuat negara rugi sekitar Rp800 miliar.

Baca juga: Satgas 53 Kejagung RI Tangkap Oknum Jaksa dan Kontraktor  di NTT

"Kementerian Pertahanan pada tahun 2015, melakukan kontrak dengan Avanti untuk melakukan sesuatu. Padahal, anggarannya belum ada. Anggarannya belum ada, dia sudah kontrak," kata Mahfud.

Mahfud menyebut tanggung jawab ada di tangan pembuat kontrak. "Yang bertanggung jawab yang membuat kontrak itu, karena belum ada kewenangan dari negara di dalam APBN bahwa harus mengadakan itu, melakukan pengadaan satelit dengan cara-cara itu, apalagi itu sudah terjadi, sudah agak lama, 2011 sudah muncul tentang ini menurut BPKP," ujarnya.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu kemudian menjelaskan duduk perkara masalah ini. Menurutnya, pada 19 Januari 2015 lalu Satelit Garuda-1 telah keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT).

Baca juga: Jokowi Geber Motor Modifikasi, Tinjau Persiapan MotoGP Mandalika

Sehingga hal itu terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia. Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali Slot Orbit. Bila tak dipenuhi, hak pengelolaan Slot Orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.

Guna mengisi kekosongan pengelolaan slot orbit itu, Mahfud menjelaskan Kementerian Komunikasi dan Informatika memenuhi permintaan Kementerian Pertahanan untuk mendapatkan hak pengelolaan Slot Orbit. Hal itu untuk membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).

"Kemhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis yang merupakan floater (satelit sementara pengisi orbit) milik Avanti Communication Limited, pada tanggal 6 Desember 2015," kata dia.

Baca juga: Jangan Ragu Minum Jus Lidah Buaya, Manfaatnya Sangat Banyak Termasuk Kulit Jadi Bersih

Meski persetujuan penggunaan dari Kemkominfo baru diterbitkan tanggal 29 Januari 2016, Mahfud mengatakan Kemhan pada tanggal 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit itu kepada Kemkominfo. Lalu, pada tanggal 10 Desember 2018, Kemkominfo mengeluarkan keputusan tentang Hak Penggunaan Filing Satelit Indonesia pada Orbit 123 derajat untuk Filing Satelit Garuda-2 dan Nusantara-A1-A kepada PT. Dini Nusa Kusuma (PT. DNK).

"Namun PT. DNK tidak mampu menyelesaikan permasalahan residu Kemhan dalam pengadaan Satkomhan," kata Mahfud.

Mahfud juga mengatakan Kemhan belum memiliki anggaran untuk keperluan membangun Satkomhan ketika melakukan kontrak dengan Avanti Tahun 2015.

Baca juga: Proyek Original Stories BTS, TXT dan ENHYPEN Bakal Dirilis, Catat Waktunya

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved