Berita Sumba Timur
Lumpur Jadi Bahan Pewarna Alami Kain Tenun, Hanya Ada di Sumba Timur
keahlian meramu lumpur menjadi zat pewarna hitam alami saat ditemui di lokasi menuturkan bahwa lumpur yang digunakan tidak sembarang
Penulis: Gerardus Manyela | Editor: Rosalina Woso
POS KUPANG.COM, WAINGAPU--Aneh tapi nyata, lumpur menjadi bahan pewarna alami kain tenun ikat Sumba Timur. Harganya pun fantastis tembus Rp 15 juta/lembar.
Ketrampilan ini dimiliki kelompok tenun ikat Panongu Luri di Dusun Karuku, Desa Patawang, Kecamatan Umalulu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, kurang lebih 50 km arah selatan Kota Waingapu.
Kelompok tenun yang beranggotakan 11 orang ibu-ibu ini, mendapat kehormatan kunjungan oleh Direktur IFAD (International Fund for Agricultura Development) Perwakilan Indonesia, Ivan Cortez, Tesk Team Leader Tekad (Transformasi Ekonomi Kampung Terpadu), Anisa Pertiwi, Direktur Pengembangan Prodag Unggulan Desa Kemendes PDTT, Semy Leroy Uguy, Kamis, 18 November 2021.
Rombongan yang didampingi Tim Monev Dinas PMD Provinsi NTT, Ester Jawa Rambu Deta dan Farida Magdalena, Kadis PMD Kabupaten Sumba Timur, Franki Ranggabani, tim Nasional Managemen Consultan (NMC), Provincial Managemen Consultan (PMC), Elis Jawa.
Baca juga: Sidang Kasus Korupsi di Dinas Pendidikan Sumba Timur, Eviani Roslin Menangis Saat Diminta ke Kejari
Korkab Tekad Sumba Timur, Largus Ogot, Faskab Monev, Deby Bunga, Faskab Pemasaran Ferdi Gogi, Faskab Pembangunan Ekonomi, Helena A Yermias, Faskab Tata Kelola Desa, Umbu Bahi, Tenaga Ahli Kemendes PDTT, Arli Arief, fasilitator kecamatan dan desa, fasilitator P3MD, Berno Watan dan aparat desa setempat.
Ketua Kelompok Tenun Panongu Luri, Rambu Mbabu Watupelit yang memiliki keahlian meramu lumpur menjadi zat pewarna hitam alami saat ditemui di lokasi menuturkan bahwa lumpur yang digunakan tidak sembarang lumpur.
Lumpur tersebut diambil di pinggir danau musiman yang berwarna kekuningan.
Cara membuatnya, benang dimasak sampai 4 kali mendidih diangkat dan dicelupkan ke dalam lumpur yang sudah dimasak dengan ramuan daun-daun pilihan sebagai pengawet tetap.
Baca juga: Apresiasi Kesuksesan Pilkades Serentak 99 Desa, Ketua DPRD Sumba Timur : Kalah Dukung Yang Menang
Setelah itu benangnya diangkat dan dicuci lalu dimasak dan dicelup lagi sampai dipastikan warnanya sudah hitam sesuai dengan yang diinginkan.
Warna ini tidak akan luntur jika kainnya dicuci.
Lumpur sebagai pewarna, kata Rambu Mbabu, merupakan warisan leluhur. Untuk kain dengan pewarna lumpur proses kerjanya 3 bulan dengan harga jual Rp 15 juta perlembar.
Juru bicara kelompok Panongu Luri, Rambu Hunggu Hau Maritu menjelaskan, ada tiga warna alami yang dimiliki kelompok, yaitu hitam diramu dari lumpur dan ramuan daun-daun penguat, merah dengan bahan dasar kulit kayu dan biru bahan dasarnya daun-daun.
Untuk daun-daun, kelompoknya kesulitan di musim kemarau karena daunnya gugur sehingga kegiatan tenun kain warna biru lebih cocok di musim hujan sehingga kelompoknya tidak kesulitan.
Baca juga: Wabup David Berharap Kehadiran TEKAD Dapat Menurunkan Kemiskinan di Sumba Timur
Ambu Maritu menyampaikan kelompok mereka mengalami dua kesulitan yang perlu mendapat intervensi dari TEKAD dan IFAD yakni pasar dan modal kerja.
Ke depan kelompok ini berniat mendirikan rumah tenun yang dipadukan dengan warung kopi Sumba sehingga pengunjung selain menikmati aneka kain tenun dan selendang juga menikmati kopi sumba dipadukan dengan pangan lokal tapi harganya murah meriah.
