Berita Kota Kupang
Aksi Damai Ke Rudenim Kupang, Pengungsi Afghanistan Diblacklist, UNHCR Bilang Begini
Kami minta tolong dari bapa, kalian ada powernya bisa kontak dengan UNHCR. Kalau tanpa kalian kami tidak bisa didengar. Kalian bisa bantu kami.
Penulis: OMDSMY Novemy Leo | Editor: OMDSMY Novemy Leo
POSKUPANGWIKI.COM - "Kami datang kesini minta bantuan, karena ibu Melsy sudah tahu, lama kami tinggal disini, banyak orang sudah kabur, lari ke Jakarta, banyak pengungsi sudah bunuh diri, ada yang sakit jiwa. Kami mau didengar oleh Imigrasi Indonesia, tanpa kalian kami akan dilupa."
Kalimat ini disampaikan perwakilan Pengungsi Afgnanistan di Kupang yakni Mustafa, Asif dan Rahimi kepada Kepala Rudenim Kupang, Heksa Asik Soepriadi, S.H, kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban, Melsy Fanggi dan Kasubag Tata Usaha, Matias Horo, Kamis (14/10/2021). Hari itu ketiganya datang ke Kantor Rudenim Kupang bersama ratusan pengungsi lainnya.
Dalam aksi damai itu, mereka membawa aspirasi yang mereka tulis di sejumlah kertas kartun dan banner besar bertuliskan We Hope Our cry for freedom could be heard by third resettelemnt countries. Please help afghan refugees in Indonesia.”
Baca juga: UNHCR Pastikan Memproses Resettlement Bagi Pengungsi Afghanistan yang Ada di Kupang NTT
Baca juga: Curhatan Pengungsi Afganistan, Kami Seperti Burung Dalam Sangkar Tolong Buka Hatimu IOM & UNHCR
Mereka datang ke Kanor Rudemin sejak pukul 10.00 Wita dan melakukan orasi di halaman depan kantor Rudenim. Sambil berjajar rapi, mengenakan masker, mereka menyampaikan keinginan untuk diresettlemen.
Pada pukul 11.30 Kepala Rudenim Kupang mengijinkan tiga perwakilan pengungsi untuk bertemu dengannya.
Menurut Mustafa, kedatangan mereka untuk meminta bantuan pihak imigrasi dan rudenim agar bisa memediasi pertemuan mereka dengan UNHCR dan IOM.
Mereka ingin bisa cepat dipindahkan atau proses resettlemen ke negara ketiga karena mereka sudah berada di Kupang ini hingga 9 tahun. Sebelumnya mereka juga melakukan aksi damai di Kantor IOM Kupang.
"Kami minta tolong dari bapa, kalian ada powernya bisa kontak dengan UNHCR. Kalau tanpa kalian kami tidak bisa didengar. Kalian bisa bantu kami. karena tanpa kalian agak susah. Kami datang sini minta bantu dari bapak.
Kami tidak ada masalah dengan imigrasi, kami datang, tolong bantu. Karena sebelum mereka demo, UNHCR tidak menghubungi pengungsi," kata Mustafa.
Terhadap permintaan itu Kepala Rudenim Kupang, Heksa Asik Soepriadi, S.H mengatakan, selama ini pihaknya telah memediasi dan memfasilitasi pengungsi dengan UNHCR dan IOM. Karenanya Heksa minta pengungsi tidak melakukan tindakan anarkis saat aksi damai karena bisa diproses hukum.
"Terimakasih anda berikan kepercayaan kepada kami. Tapi saya ingin katakan secara tegas rudenim juga selalu berusaha, tidak diam saja. Artinya ya tolong yang sabar, kalau anda tak sabar saya kuatir nanti pihak UNHCR marah atau apa tidak mau bantu kalian malah kalian dibiarkan lama di Kupang," kata Heksa.
Heksa menambahkan, jika UNHCR marah dan mencabut status pengungsi dan mereka tidak lagi menjadi pengungsi maka efeknya tidak baik.
"Dampaknya, Pemerintah Indonesia, Imigrasi berhak bisa mendeportasi kalian pulang kembali ke Afghanistan. Karena UU Kami kalau punya status sebagai pengungsi, kami tidak bisa mendeportasi kalian karena anda dalam perlindungan hukum sebagai pengungsi oleh UNHCR maka otomatis negara Indonesia masih melindungi anda dan tidak bisa usir anda ke Afgahnistan," kata Heksa.
Baca juga: IOM Tegaskan Tak Terlibat Dalam Proses Pengungsi untuk Pemukiman Kembali
Baca juga: Husein Pengungsi Afghanistan di Kupang Mendadak Bisu
Tapi kalau UNHCR marah dan cabut status pengungsinya, kata Heksa, maka mereka bisa mengusir pengungsi pulang kembali ke Afghanistan.
"Kalau UNHCR Marah dan cabut status pengungsinya, Kami akan usir Anda pulang ke Afghanistan. Dan kami tidak mau tahu apa yang terjadi mungkin kamu ketemu Taliban, itu urusan kalian. Jadi saya mohon bersabar," jelas Heksa yang memastikan pihaknya tak bisa menekan UNHCR dan IOM.
Heksa mengatakan, sebagai manusia dia juga sedih melihat nasib dan kondisi pengungsi yang belum juga bisa resettlemen.
"Bahkan saya pernah satu menit berpikir sebagai anda, pasti saya sedih menangis dan stress, depresi tapi saya bisa apa, saya hanya seorang kepala rudenim, tidak mungkin saya bisa tekan UNHCR ini semua satu-satu harus diberangkatkan. Tidak mungkin. Saya bukan menteri, Presiden Jokowi, atau Menteri Yasona Laoli. Saya hanya Heksa, semut kecil, tidak mungkin bisa intervensi UNHCR,” jelas Heksa.

“Kalau RI satu, Presiden mungkin, Panglima, Menteri itu mungkin UNHCR sedikit OK. Kalau Heksa, siapa lu, saya ini siapa. Tapi saya tetap bantu anda semampu saya agar ada perhatian dari UNHCR," kata Heksa.
Heksa menjelaskan, dia pernah mendengar dari UNHCR bahwa ada banyak faktor pertimbangan untuk resettlemen pengungsi. Tidak seperti jaman dulu dibawah tahun 2017 dimana negara ketiga masih banyak yang membutuhkan pengungsi.
Contoh paling banyak di negara Australia. Karena Australia adalah negara besar, penduduk sedikit, tanah luas sehingga butuh warga negara, butuh orang, butuh manusia sehingga banyak yang kesana.
Heksa juga meminta pengungsi jangan terlalu bersandar pada imigrasi. "Jangan sampai anda sudah berharap kepada kami, kami sudah minta tolong ke UNHCR tapi ada syarat UNHCR yang tidak terpenuhi. UNHCR juga menilai siapa di daeaah ini yang nakal, itu bakal susah resettlemen. Artinya kalau tidak bisa diresettlemen oleh UNHCR jangan sampai teman pengungsi salahkan kepada imigrasi," kata Heksa.
Imigrasi hanya bisa memediasi bukan eksekutor, bukan pengmabil keputusan, yang mengambil keputusan ada di tangan UNHCR.
Baca juga: Percaya Kepada Wakil Gubenur NTT Josep Nae Soi, Pengungsi Afghanistan Stop Demo di IOM Kupang
Baca juga: IOM Kupang Pastikan Ikuti Regulasi Dalam Penanganan Pengungsi Afghanistan di Kupang NTT
"Saya tidak marah, haya suara saya besar, saya sudah tua, napas susah, suara saya harus didengar ya mesti begini," aku Heksa.
Menurut Heksa, seandainya dia rudenim punya kewenangan, maka pengungsi di Kupang akan diresettlemen.
"Saya juga ingin kalian bahagia. Karena saya juga kasihan melihat kalian sedih. Tapi saya bisa apa, mau kasih resettlem,en tidak bisa, mau kasih pekerjaan, ga bisa karena ada aturan imigrasi, orang asing yang bisa bekerja di Indonesia hanya orang asing yang punya visa kerja, kalau pengungsi tidak bisa kerja disini," jelas Heksa.
Heksa berpesan agar pengungsi terus berdoa agar Tuhan bisa membantu mereka untuk diproses resettlemen. "Minta dengan Allah supaya hatinya UNHCR tergerak bantu anda, karena UNHCR yang mampu membantu," kata Heksa.
Heksa mengatakan, saat ini UNHCR lambat memproses resettlemen pengungsi karena ada beberapa penyebab. Salah satunya adalah karena berkurangnya negara penerima, negara ketiga berkurang, Australia tutup.
"Tapi isunya Australia mau buka lagi, tapi mungkin tidak banyak. Mudah-mudahan, harus berdoa. Bisa terjadi? Bisa, kalau Allah berkehendak maka berdoa sama Tuhan, supaya Tuhan menggerakan hati manusia supaya Australia mau buka lagi," nasihat Heksa.
Lebih lanjut Heksa mengatakan, saat ini terkesan IOM tidak loyal lagi, pelit karena salah satu negara terbesar sudah undur diri.
"USA, Amerika, Donald Trump tidak lagi suplay, dia pikir tidak ada manfaat atau untungnya membantu pengungsi kan begitu dia. Saya tidak tahu itu hight politik Amerika dan Afghanistan," kata Heksa.
Untuk proses resettlemen pengungsi maka harus ada kordinasi dengan negara ketiga, bisa tidak A, B, C, bisa masuk syaratnya apa.
"Saya dengar juga negara ketiga akan tentukan, saya mau begini yang diterima kalau yang nakal seperti Atbas tidak mau terima dia," kata Heksa.
Karenanya Heksa meminta setiap pengungsi yang ada di Kupang bisa menjadi sikap dan perilaku agar tidak dicoret oleh UNHCR.
"Jaga sikap, perilaku itu dijaga. Jangan sampai nama teman pengungsi sudah jelek, tercoret di UNHCR, kontak negara ketiga ga mau terima. Ya hanya dua pilihan kalian mau abadi di Indonesia atau pulang ke Afghanistan. Tapi tidak mungkin anda abadi di Indonesia kalau pemerintah pusat tegas tidak mau lagi terima kalian, bisa. Prosedurnya mau tahu? Tinggal Pemerintah Indonesia tekan UNHCR cabut semua status pengungsi, pulangkan kalian bisa. Tidak ada pelanggaran karena kalian dianggap imigran ilegal. Iya bukan pengungsi lagi jadi tidak bisa dilindungi lagi," kata Heksa.
"Jadi saya minta pengertian kalian teman pengungsi, sabar berdoa sama Tuhan, Allah bahwa mudah-mudahan Allah berikan pertolongan dengan cara Allah ketuk hati UNHCR dan anda bisa ditempatkan di Negara ketiga," kata Heksa.
Hal senaga disampaikan Mathias agar pengungsi bisa bersabar menunggu proses resettlemen. "Jadi sesuai janji Dion bahwa minggu dia akan kesini jadi mungkin kita menunggu ya," kata Matias.
Baca juga: Pengungsi Afganistan di Kupang Kembali Gelar Demo di Depan Kantor IOM Kupang
Baca juga: Kubra Hasani Pegungsi Afghanistan di Kupang Melaporkan Sikap IOM Kepada Wakil Gubernur NTT
UNHCR Blacklist Nama Pengungsi
Hal senada disampaikan Matias yang meminta pengungsi bersabar dan tidak melakukan tindakan anarkis ketika ingin menyampaikan aspirasinya.
Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban (Kasi Kamtib), Melsy Fanggi mengaku sudah menelepon UNHCR dan dalam waktu 2 minggu kedepan UNHCR akan datang ke Kupang m enemui pengungsi dimaksud.
"Saya telepon UNHCR bicara dengan Dio, dalam waktu 2 minggu dia akan kesini konseling. Itu yang pertama. yang kedua, dia minta nama-nama yang demo. Ngerti ya, semua, kamu tahu untuk apa dia minta nama nama yang demo? Untuk nanti di balck list kalau untuk proses ke negara ketiga sudah susah. Mengerti," tegas Melsy.
Menurut Melsy, dia juga berharap pengungsi bisa pergi ke Negara ketiga. "Kami senang karena itu kesuksesan kami," kata Melsy.
Terhadap sikap UNHCR yang akan memblacklist pengungsi yang melakukan aksi damai itu dianggap pengungsi sebagai bentuk ancaman.

Padahal, aksi yang mereka lakukan itu adalah untuk menyampaikan aspirasi mereka karena mereka sudah lama berada di Kupang.
Dan selama ini UNHCR dan IOM dinilai tidak memperhatikan mereka khususnya tentang pendidikan, kesehatan dan juga proses resettlemen.
Rahimi mengatakan, mereka sudah cape menunggu proses resettlemen. Selama 7 tahun di Kupang, mereka kuatir dengan keadaan orangtua dan keluarga yang masih berada di Afghanistan.
"Anak saya nomor satu sudah 22 tahun, disini tidak ada belajar, tidak ada sekolah. Sekarang saya disini, kamu tahu, tolong bantu kami. Saya datang disini, banyak matahari (panas), ada anak kecil juga. Bantu kami, terimakasih," kata Rahimi.
UNHCR : Tak Ada Ancaman
Dwi Prafitria, Communication Associate UNHCR, menjelaskan proses resettlement atau pemindahan ke negara ketiga selalu berjalan setiap harinya seperti biasa karena memang sudah menjadi salah satu tugas dari UNHCR.
Tetapi memang proses resettlement membutuhkan waktu. "Perlu diingat bahwa keputusan menerima pengungsi sepenuhnya menjadi wewenang negara-negara penerima dan bukan wewenang UNHCR," kata Dwi melalui balasan mailnya kepada Pos Kupang, Kamis (14/10/2021) malam.
Terkait pengungsi berusia sekolah SMP, SMU dan Perguruan Tinggi yang tak mendapatkan pendidikan selama berada di Kupang, Dwi mengatakan, dalam kerangka HAM dan hukum-hukum HAM internasional, UNHCR melihat bahwa semua individu, termasuk pengungsi luar negri, seharusnya dapat bersekolah di berbagai jenjang pendidikan.
Baca juga: Kubra Hasani Pengungsi Afghanistan di Kupang Menangis Disamping Wagub NTT, Josep Nae Soi
Baca juga: Pengungsi Afghanistan di Kupang Minta UNHCR, Pemda NTT, Selamatkan Mereka
Pemerintah Indonesia sendiri sudah memfasilitasi hak untuk anak-anak pengungsi bersekolah melalui penerbitan Surat Edaran Kementerian Pendidikan tahun 2019. Kerangka hukum untuk pengungsi dapat bekerja di Indonesia memang belum ada.
"Namun pemerintah Indonesia telah mengeluarkan komitmen di level Global R

efugee Forum di Jenewa di tahun 2019 untuk merancang program pemberdayaan pengungsi melalui kerjasama dengan UNHCR," kata Dwi.
Terkait ancaman UNHCR memblacklist pengungsi yang melakukan aksi damai dan tak bisa pergi ke negaraka ketiga, dibantah Dwi.
Menurut Dwi untuk kepentingan pendataan dan konseling mereka harus mengidentifikasi dan mencatat individu yang melakukan aksi damai agar kebutuhan dan aspirasi mereka bisa dipahami dengan baik.
UNHCR selalu menghimbau pengungsi agar jangan melanggar aturan pemerintah dan hukum yang berlaku baik di daerah maupun di Indonesia.

"Kalau memang terjadi pelanggaran aturan dan hukum oleh pengungsi, kasusnya akan dicatat di UNHCR karena merupakan bagian dari tanggungjawab kami untuk mengetahui situasi yang dihadapi pengungsi. Jadi sekali lagi kami tegaskan bahwa tidak ada ‘ancaman’ sama sekali dalam bentuk apa pun bagi pengungsi yang ikut dalam aksi damai," kata Dwi.
Menurut Dwi, UNHCR dan IOM selalu menyediakan staff melakukan konseling dengan pengungsi. Namun terkait kondisi pandemi Covid-19 ketersediaan waktu untuk berdialog tidak bisa berjalan seperti biasanya.
Tetapi sebulan terakhir, mereka sudah kembali menjalankan fungsi konseling seperti biasa walaupun masih bersifat online.
Mengenai rencana kedatangan UNHCR ke Kupang dua minggu kedepan untuk bertemu dengan pengunngsi, Dwi mengatakan, “UNHCR menyampaikan ada rencana misi ke Kupang. Karena memang ada dalam perencanaan untuk mengadakan misi atau kunjungan regular ke Kupang setelah PPKM dilonggarkan,” katanya. (*)