Salam Pos Kupang
Antara Penegakan Aturan dan Realita
BERITA batal berangkatnya 31 orang penumpang dari Bandara Komodo Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur
POS-KUPANG.COM- BERITA batal berangkatnya 31 orang penumpang dari Bandara Komodo Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur ke Bandara Internasional Ngura Rai, Sabtu, 21 Agustus 2021, patut dijadikan pelajaran bagi pemerintah dalam menangani Covid-19.
Di antara 31 orang penumpang itu ada wisatawan mancanegara yang harus tergeser jadwalnya dan membengkak biayanya, sampai ada wisatawan yang harus meneteskan air mata karena batal terbang ke Bali, karena tidak memiliki keteranga hasil polymerase chain reaction (PCR).
PCR merupakan metode pemeriksaan virus Vovid-19 dengan mendeteksi DNA virus. Uji ini akan menentukan seseorang positif atau negatif terhadap virus Covid-19. Dibanding rapid test, pemeriksaan PCR lebih akurat.
Metode ini jugalah yang direkomendasikan WHO untuk mendeteksi Covid-19. Namun akurasi ini dibarengi dengan kerumitan proses dan harga alat yang lebih tinggi dan harga yang lebih mahal. Selain itu, proses untuk mengetahui hasilnya lebih lama ketimbang rapid test.
Baca juga: 31 Calon Penumpang Batal Berangkat di Bandara Komodo Labuan Bajo, Ini Alasannya
Terhadap permasalah 31 penumpang yang batal terbang ke Bali, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat mengirimkan surat kepada Tim Satgas Covid-19 Bali dan Tim Satgas Covid-19 Badung, Sabtu 21 Agustus 2021.
Surat itu meminta kompensasi agar para calon penumpang dari Labuan Bajo dapat melakukan perjalanan ke Bali. Hal tersebut menyusul Pemerintah Kabupaten Badung yang mengharuskan salah satu syarat penerbangan bagi pelaku perjalanan yakni mengantongi RT-PCR.
Di Labuan Bajo sendiri hingga saat ini belum memiliki Laboratorium PCR dan fasilitas kesehatan (faskes) yang selama ini melayani tes PCR tidak lagi beroperasi, karena penetapan tarif terbaru tes PCR oleh pemerintah sebesar Rp 525.000.
Sedangkan, biaya tes PCR di Labuan Bajo melambung tinggi hingga mencapai Rp 2 juta karena sampel swab dikirim dari Labuan Bajo ke daerah lain yang memiliki laboratorium PCR.
Baca juga: Kapolda NTT Cek Pos Penyekatan PPKM Level III di Bandara Komodo Labuan Bajo
Hal ini yang perlu dicarikan solusinya. Apakah semua kota, terlebih kota pariwisata harus memiliki laboratorium PCR milik pemerintah sehingga harganya tidak melambung tinggi?
Wakil Bupati Manggarai Barat, dr.Yulianus Weng menjelaskan, kondisi riil di Labuan Bajo saat ini, tidak ada faskes swasta yang buka pelayanan karena rugi, tidak punya alat sehingga sampelnya harus kirim ke luar daerah.
Pemkab Manggarai Barat sudah berupaya menyurati tim Satgas Covid di Kabupaten Badung yang mem awahi Bandara Ngura Rai meminta dispensasi tapi belum mendapat jawaban.
Kita berharap kasus ini sebagai motivasi hadirnya laboratorium untuk PCR milik pemerintah di Labuan Bajo yang telah ditetapkan sebagai daerah pariwisata premium.
Dana hasil refocusing baik di kabupaten, provinsi maupun pusat perlu digelontorkan untuk pengadaan laboratorium sehingga kelak tidak menimbulkan masalah.
Kondisi saat ini memang dilematis. Disisi lain penegakan aturan demi mengeliminir penyebaran Covid-19, di sisi lainnya perlunya mobilitas manusia demi tumbuhnya perekonomian.
Untuk itu, tidak ada cara lain selain menghadirkan laboratorium yang bisa melayani PCR secara cepat dan tepat atau pemerintah memberikan subsidi kepada faskes swasta yang selama ini melayani PCR bagi warga yang membutuhkan. *
Baca Salam Pos Kupang Lainnya