Opini Pos Kupang

Jalan Panjang Upaya Perlindungan Anak dan Perempuan Korban Kekerasan

Perayaan dan Penghormatan terhadap Hak Asasi Anak dan hak asasi perempuan. Bulan Juli merupakan bulan yang istimewa bagi anak dan perempuan

Editor: Kanis Jehola
Dok Pos-Kupang.Com
Logo Pos Kupang 

Kekerasan emosional sebesar 52,34 persen dialami anak laki-laki dan 58,51 persen pada anak perempuan usia 13-17 tahun. Selain itu, sebanyak 6,31 persen anak laki-laki dan 9,96 persen anak perempuan usia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan seksual sepanjang hidupnya.

Sementara di Nusa Tenggara Timur, Data Simphoni juga menunjukkan sepanjang 2021 terdapat 226 kasus kekerasan yang dilaporkan, 205 diantaranya adalah perempuan dan 107 diantaranya adalah anak anak yang menjadi korban kekerasan.

Dengan sebaran kasus paling banyak terjadi di Kabupaten TTS, Kabupaten Belu, Kabupaten Alor, Kabupaten Ende, dan Kota Kupang. Tidak berbeda dengan Data Simphoni, Data Rumah Perempuan Kupang juga menggambarkan realitas yang mirip, yakni 200 Perempuan telah mengalami kekerasan dan 102 diantaranya adalah anak anak, dengan kasus terbanyak adalah Kekerasan dalam Rumah Tangga/ atau di wilayah domestik, Kekerasan Seksual dan Anak yang berhadapan dengan Hukum.

Data yang ada sepanjang 2020-2021 adanya peningkatan kasus yang terjadi di ranah domestik baik data nasional maupun data di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Ruang yang dianggap sebagai tempat yang ramah dan aman bagi anak dan perempuan justru menjadi ruang bagi kekerasan yang menghambat tumbuh kembang anak, maupun membelenggu hak dan kebebasan perempuan.

Dampak pandemi Covid-19 terhadap anak dan perempuan bukan hanya terjadi di bidang kesehatan, pendidikan, namun juga mengakibatkan lonjakan kasus kekerasan domestik baik kekerasan seksual, fisik, maupun psikis.

Pembatasan sosial memicu peningkatan aktivitas di dalam rumah di mana isu kekerasan bersanding dengan isu pemutusan hubungan kerja, ekonomi dan kemiskinan.

Persoalan pengasuhan tidak hanya terkait dengan pola asuh dengan kekerasan namun juga tingginya anak yang harus terpisah dengan pengasuh utama akibat Covid-19. Sebuah berita dari National Geographic menyebutkan setiap 2 detik seorang anak kehilangan orang tuanya di seluruh dunia.

Hal ini memicu kerentanan anak dalam berbagai aspek, yakni putusnya pendidikan, asupan gizi dan terbatasnya akses layanan kesehatan, kerentanan pada migrasi tidak aman pada anak dan perempuan, pekerja anak, perdagangan anak hingga pada perkawinan anak.

Dalam konteks nasional, angka perkawinan anak melonjak tiga kali lipat berdasarkan data BADILAG yaitu dari 23.126 kasus di tahun 2019, naik tajam sebesar 64.211 kasus di tahun 2020.

Di Nusa Tenggara Timur sendiri isu ini tidak begitu menguat secara data, namun dalam pengalaman empiris, muncul isu-isu perkawinan anak baik akibat kekerasan dalam pacaran, kekerasan seksual, maupun akibat meningkatnya pergaulan secara digital di masa pandemi.

Di masa pandemi, kekerasan juga masuk dalam ranah digital, dengan modus intimidasi, penyebaran foto dan video privat, bujuk rayu, bullying hingga kekerasan seksual berbasis online. Hal ini semakin mempersemput ruang aman bagi anak dan perempuan.

Fenomena Gunung Es Pelaporan Kasus

Data-data diatas menunjukkan fenomena gunung es, dimana kasus yang tidak terlaporkan lebih banyak dibandingkan kasus yang nampak di permukaan.

Dan pada beberapa kasus juga menggambarkan belum terbangunnya sistem data dan pelaporan yang bisa menjangkau masyarakat paling rentan dan juga masih belum sinkronnya pengembangan sistem data antar kelembagaan.

Namun data tersebut juga menggambarkan beragamnya pengalaman kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak yang berarti membutuhkan pendekatan dan penanganan yang multidimensi dan terpadu bagi perlindungan anak dan perempuan untuk proses pemulihan akses keadilan.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved