Covid-19 di Indonesia Makin Membahayakan, WHO Desak Presiden Terapkan Lockdown, Benarkah? Simak Ini

Penularan covid-19 di Indonesia kini memasuki fase yang amat mengkhawatirkan. Lonjakan kasusnya terus meningkat drastis dari waktu ke waktu.

Editor: Frans Krowin
POS-KUPANG.com
Gejala Covid-19 Varian Delta pada anak 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA – Penularan covid-19 di Indonesia kini memasuki fase yang amat membahayakan. Lonjakan kasusnya terus meningkat drastis dari waktu ke waktu.

Atas kondisi inilah organisasi kesehatan dunia (WHO) dikabarkan memberikan perhatian khusus ke Indonesia.

Terbetik kabar bahwa organisasi kesehatan dunia tersebut mendesak Presiden Jokowi untuk sesegera mungkin melakukan lockdown.

Pemicunya adalah di tengah kondisi kasus covid-19 yang tinggi, kematian anak-anak akibat kasus ini pun tertingi di dunia.

Baca juga: Ussy Sulistiawaty Bagikan Kabar Duka, Andhika Pratama Terpapar Covid-19,Istri Ungkapkan Perasaan ini

Berangkat dari kasus itulah beredar kabar bahwa Indonesia akan segera memasuki babak baru yakni fase lockdown.

Ini wajar dilakukan karena Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang terkategori sebagai negara dengan riziko covid 19 tertinggi atau A1 high risk covid-19.

Yang mengejutkan, adalah WHO mendesak pemerintah agar segera memberlakukan lockdown guna mencegah meluasnya penularan virus tersebut.

Bahkan kabar mengenai anjuran WHO ke Indonesia itu tersebar luas melalui pesan berantai.

Baca juga: Covid-19 dan Makna Fatertelli Tutti

Tersebut ada 7 poin yang merupakan usulan WHO kepada Indonesia. Pada poin kedua WHO meminta Indonesia agar lekas menerapkan lockdown.

"Implementasi PHSM di seluruh negeri, bahkan saat vaksin sedang berjalan, sangat penting. PHSM bekerja bahkan dalam konteks mencegah varian of concern (VOC) seperti ditunjukkan di India dan negara-negara lain yang menghadapi lonjakan kasus," tulis laporan itu.

"Ketika ada tanda-tanda lonjakan kasus dan mengingat beberapa VOC memiliki transmisibilitas yang jauh lebih tinggi, penyesuaian PHSM yang tepat waktu sangat penting, termasuk penggunaan tindakan tegas (seperti gerakan pembatasan atau penguncian) secepat mungkin," lanjutnya.

Menanggapi hal tersebut Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes RI, dr. Siti Nadia Tarmizi akhirnya angkat bicara.

Baca juga: Kasus Positif COVID-19 di Kabupaten Belu - NTT Terus Bertambah, Ini Datanya

"Kami sudah memverifikasi informasi tersebut kepada WHO dan mendapatkan keterangan bahwa WHO tidak pernah membuat klasifikasi negara dengan predikat A1 dan kode lainnya.

Situasi masing-masing negara dilaporkan dalam laporan situasional yang diterbitkan WHO setiap minggu dan dapat diakses publik," tegas Nadia, dikutip dari laman resmi Kemenkes, Sabtu 26 Juni 2021.

Nadia menambahkan bahwa secara umum, sejak 11 Maret 2020, kondisi pandemi diumumkan oleh WHO sebagai pernyataan bahwa seluruh dunia berkategori risiko tinggi (high risk) penyebaran Covid-19.

"Terkait aturan tentang travel band penumpang asal negara tertentu biasanya dipraktikkan Health Quarantine atau Kantor Kesehatan Pelabuhan atau pemerintah negara tujuan."

Baca juga: Kasus Covid-19 Meningkat di Kabupaten Manggarai Barat, Bed Khusus Pasien Positif Nyaris Penuh

"Dan ini sudah merupakan praktik umum dalam International Health Regulations sejak 2005."

"Jadi, keputusan itu adalah hak masing-masing negara sama seperti saat ini tidak menerima WNA dari India, Pakistan, bahkan kemarin sempat juga dari Inggris," ujar dr. Nadia.

Jadi, kabar bahwa WHO meminta Indonesia lockdown karena termasuk negara A1 high risk merupakan sebuah kabar bohong atau hoax.

Baca juga: Pemda Mabar Siap Vaksin Covid-19 Bagi Anak-anak Usia 12-17 Tahun

Benarkah Lonjakan Kasus Covid-19 karena Varian Delta?

Juru Bicara Satgas Penangan Covid-19 Wiku Adisasmito menegaskan bahwa butuh studi lanjutan untuk meneliti keterkaitan dengan melonjaknya kasus Covid-19 dengan munculnya varian Delta Covid-19.

Hal itu disampaikan Wiku merespon pernyataan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Slamet Budiarto, yang menyebut melonjaknya kasus Covid-19 bukan karena mudik tapi adanya varian delta Covid-19.

"Hal ini saya sudah pernah menjelaskan dalam konferensi pers saya ya, butuh studi lanjutan dan butuh waktu untuk menyimpulkan," kata Wiku kepada Tribunnews.com, Minggu 27 Juni 2021.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito dalam keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 di Graha BNPB, Kamis 15 April 2021 yang disiarkan kanal YouTube BNPB Indonesia. (Istimewa)

Baca juga: Dari Kejadian di Desa Waienga Lembata, Meterai Bukan Kewajiban Untuk Ambil BLT Covid-19

Dalam konferensi pers sebelumnya Wiku menegaskan, bahwa benar ditemukan varian baru di berbagai tempat di Indonesia dan saat ini terjadi kenaikan kasus.

Namun bukan berarti ada hubungan langsung antara keduanya.

Satgas kata Wiku, juga menunggu jika ada penelitian mendalam yang menyatakan adanya hubungan kedua hal ini.

"Tentunya kami akan menyampaikan informasi lebih lanjut, apabila ada hasil penelitian yang lebih dalam oleh perguruan tinggi atau Kementerian Kesehatan yang bisa membuktikan adanya potensi hubungan ditemukan varian baru dan jumlah kasus di Indonesia. Tentunya akan kami sampaikan kepada publik," katanya.

Baca juga: Dari Kejadian di Desa Waienga Lembata, Meterai Bukan Kewajiban Untuk Ambil BLT Covid-19

Sebelumnya diberitakan, Waketum IDI menilai kenaikan kasus Covid-19 sekarang ini disebabkan varian delta atau B1617. 2 asal India, bukan karena efek mudik libur Idul Fitri 2021.

Varian Delta masuk ke Indonesia karena kurangnya pengawasan di pintu masuk kedatangan.

Media Asing Sebut Indonesia Segera Lockdown

Media Singapura Straits Times melaporkan Indonesia mungkin segera memberlakukan pembatasan yang lebih ketat mulai Rabu, 30 Juni 2021.

Indonesia, dalam laporannya, kini berupaya menghadang serangan gelombang kedua Covid-19 yang didorong oleh varian Delta yang lebih menular.

Straits Times, dalam laporannya, Selasa, 29 Juni 2021, menyebut Presiden Joko Widodo memimpin langsung pertemuan internal pada Selasa 29 Juni 2021 untuk membahas rincian tindakan baru, yang kemungkinan akan disebut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Baca juga: Satgas Covid-19 Sudah Turun ke Detunio Komit Benahi Komunikasi dan Koordinasi

Informasi ini diperoleh Straits Times dari sumber yaitu dua pejabat senior pemerintah dan seorang anggota DPR.

Media Singapura straitstimes.com memasang headline berjudul "Indonesia to impose hard Covid-19 lockdown from June 30 as it battles second wave of infections, say officials," .

Dalam artikel itu, Indonesia berencana untuk memberlakukan pembatasan yang lebih ketat mulai Rabu (30 Juni), ketika negara terpadat di Asia Tenggara itu memerangi gelombang kedua infeksi virus corona yang didorong oleh varian Delta yang lebih menular.

Presiden Joko Widodo akan memimpin pertemuan internal pada hari Selasa untuk membahas rincian tindakan baru yang direncanakan, yang disebut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, atau pembatasan kegiatan publik darurat, menurut dua pejabat senior pemerintah dan seorang anggota parlemen yang berbicara dengan syarat anonim. 

Baca juga: Optimalisasi PPKM Berskala Mikro untuk Kendalikan Covid-19, Bupati Ngada Keluarkan Surat Edaran

Langkah-langkah baru itu mungkin mengharuskan semua pekerja di sektor yang tidak penting untuk bekerja dari rumah dan melarang makan di restoran, seorang anggota komite kesehatan Parlemen mengatakan kepada The Straits Times dalam sebuah pesan teks.

Saat ini 25 persen karyawan perusahaan diizinkan bekerja dari kantor dan tempat makan di restoran dibatasi hingga 25 persen dari kapasitas.

Perjalanan udara domestik akan diizinkan hanya bagi mereka yang telah divaksinasi dan dapat menghasilkan hasil tes swab reaksi rantai polimerase negatif, tambah MP.

Tidak jelas apakah langkah-langkah baru akan berlaku secara nasional atau hanya untuk wilayah zona merah, di mana kasus telah meningkat tajam bulan ini.

Baca juga: Satu Kawasan di Lockdown Pemerintah Kota Kupang Akibat  12 Orang Covid-19, Dimana Itu?

Daerah yang ditetapkan sebagai zona merah antara lain Ibu Kota Jakarta, sebagian Yogyakarta dan Kudus di Jawa, Bangkalan di Pulau Madura, Bandung di Jawa Barat, dan sebagian Riau di Sumatera.

"Kita tunggu saja detail lengkapnya dari Istana (istana presiden)," kata salah satu sumber.

Sementara juru bicara vaksinasi covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi hanya mengatakan," Tunggu (informasi) resminya."

Langkah baru akan menjadi pergeseran dari penguncian lokal saat ini, yang disebut pembatasan aktivitas publik mikro, atau PPKM Mikro, yang menurut banyak orang tidak lagi efektif.

Baca juga: Presiden : Vaksinasi Covid-19 Untuk Anak Usia 12-17 Tahun Bisa Dilaksanakan

Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia pada Minggu 27 Juni 2021 mengimbau pemerintah memberlakukan lockdown minimal dua minggu, khususnya di Pulau Jawa.

Mereka menambahkan bahwa penegakan hukum maksimum diperlukan karena lonjakan kasus telah membebani rumah sakit. 

Prediksi Puncak Covid-19

Kasus Covid-19 di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat signifikan dalam kurun waktu satu minggu terakhir.

Bahkan, Indonesia mengalami rekor harian tertinggi dengan tembus 20 ribuan kasus selama tiga hari berturut-turut pada 26-28 Juni 2021.

Baca juga: Gejala Terinfeksi Virus Covid-19 Varian Delta Termasuk pada Anak, Demam hingga Diare

Sebelum adanya rekor ini, rupanya beberapa ahli telah memprediksi lonjakan ini menjadi puncak kasus Covid-19 di Indonesia.

Termasuk prediksi dari Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin pada Senin (31/5/2021) lalu yang menyebut puncak kenaikan Covid-19 pasca-lebaran terjadi pada akhir Juni 2021.

Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health, Griffith University Australia, Dicky Budiman juga telah memprediksi akan ada lonjakan kasus Covid-19 pada akhir Juni 2021.

Bahkan, menurutnya lonjakan kasus pada akhir Juni ini adalah puncak dari gelombang pertama.

Baca juga: Kasus Covid-19 Meningkat, Bupati Sikka Larang Warganya Berpesta

"Ini sudah jelas apa yang terjadi adalah akumulasi dari banyak faktor. Kebetulan, kita menuju puncak dari gelombang pertama yang tadinya lama," kata Dicky, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Sabtu 19 Juni 2021.

Menurutnya, ada banyak faktor yang membuat lonjakan kasus Covid-19 bisa terjadi.

Seperti penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang tidak efektif, penerapan testing, tracing dan treatment atau 3T yang kurang maksimal.

Hingga faktor varian baru virus corona varian Alpha atau B.1.1.7 dari Inggris.

Baca juga: Angka Kesembuhan Pasien Covid-19 di Manggarai Barat Tinggi, 69 Pasien Masih Diisolasi

"Ini adalah akumulasi perjalanan selama satu tahun, dan (kondisi) saat ini diperburuk dengan varian Aplha dari UK (Inggris)," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin 14 Juni 2021.

Kendati demikian, Dicky menyampaikan, kondisi lonjakan Covid-19 yang tampak pada saat ini adalah baru awal.

Menurutnya, kondisi ini akan semakin diperburuk oleh keberadaan varian Delta, varian baru virus corona dari India yang sudah mulai mendominasi di Indonesia.

"Sedangkan (puncak gelombang Covid-19) yang disebabkan oleh varian Delta, kemungkinan terjadi pada Juli, bisa pertengahan atau akhir Juli," jelas Dicky.

Baca juga: Sumba Timur Tambah 18 Kasus Covid-19, Tiga Pasien Asal Lewa Tidahu Sembuh

Prediksi Dicky Kasus Harian di Indonesia Bisa Mencapai 100.000

Sebelum lonjakan terjadi pada akhir Juni ini, Dicky sempat memprediksi kasus harian di Indonesia bisa mencapai 100.000.

Hal itu lantaran, masyarakat kerap lalai menanggapi virus corona yang muncul tanpa bergejala.

Dicky mengatakan, berdasarkan riset, sekitar 80 persen Covid-19 muncul tanpa gejala.

Di sisi lain, hal ini dipersulit oleh kurangnya pengecekan sedari dini secara aktif dari rumah ke rumah.

"Tidak bergejala bukan berarti tidak sakit. Ketika discan selain pada organ jantung dan paru ada kerusakan atau potensi di organ lain, sehingga kualitas kesehatan menurun."

Baca juga: Kasus Covid-19 di TTS Meningkat Satu Pasien Dirawat di RSUD SoE

Covid-19 Delta mengancam Indonesia, kini muncul lagi Covid-19 varian Delta Plus yang lebih mematikan
Covid-19 Delta mengancam Indonesia, kini muncul lagi Covid-19 varian Delta Plus yang lebih mematikan (Reuters via Kontan.co.id)

"Mencegah lebih baik dari pada mengobati," katanya dalam live streaming channel YouTube Radio Muhammadiyah, Selasa 18 Mei 2021 lalu, dikutip dari Tribunnews.

Inilah yang menjadikan wabah pandemi disebut sebagai 'silent spreader', dimana wabah terlihat samar-samar padahal punya dampak yang sangat nyata.

Menurut Dicky, masyarakat kita juga lebih mengutamakan berobat di rumah saja ketimbang langsung memeriksakannya ke rumah sakit.

Ahli Epidemiologi Indonesia dan Peneliti Pandemi dari Griffith University, Dicky Budiman. (dok pribadi)

"Itulah yang terjadi pada India. Berdiam diri di rumah, saat timbulnya gangguan dari gejala baru ke rumah sakit. Hal ini yang nantin akan menjadi chaos," tambahnya.

Baca juga: Positif Rate Covid-19 di Sumba Timur 13.89 Persen, Simak Datanya

Untuk itu, pada Mei lalu, Dicky memprediksi satu hingga tiga bulan ke depan, bisa saja terjadi kasus infeksi hingga 100.000 perhari.

Bukan karena mudik dan lebaran saja, tapi akumulasi setahun lalu seperti pilkada.

Sementara, dalam wawancara bersama Kompas TV pada 7 Juni 2021 lalu, Dicky juga mengingatkan hal serupa.

Menurutnya, lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia bisa berpotensi mencapai 50.000-100.000 kasus perhari.

"Saat ini (Indonesia) menghadapi puncak ke sekian kali, dan puncak ini bisa diprediksi terjadi di akhir Juni atau awal Juli dengan angka kasus harian sampai 50-100 ribu," kata Dicky, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Senin 7 Juni 2021.

Baca juga: Pemerintah Singapura akan Anggap Covid-19 Seperti Flu Biasa, Ini Kata Ketua Satgas Covid-19 IDI

Dicky Menyebut Virus Corona Varian Delta Ancaman Serius

Terbaru, Dicky juga mengingatkan akan adanya ancaman baru yang sangat serius dari virus corona varian Delta.

Dicky membenarkan, virus corona varian Delta dapat menular hanya 5-10 detik saat berpapasan.

Dicky menuturkan, pernyataan tersebut sudah dikonfirmasi dan diperkuat dengan temuan CCTV di Australia.

Adapun, melansir The Guardian, sebuah rekaman CCTV di Australia menampilkan dua orang yang sedang berbelanja di Westfield Bondi Junction menjadi petunjuk adanya penularan Covid-19 keduanya.

Baca juga: Di Kabupaten TTU - NTT, Sebanyak 34 Warga Terkonfirmasi Positif Covid-19, Kembali Masuk Zona Merah

CCTV itu digunakan dalam investigasi yang dilakukan oleh otoritas setempat untuk melacak perjalanan kasus dan mengidentifikasi setiap momen penularan yang mungkin terjadi.

"Iya ini memang sudah dikonfirmasi merujuk pada data (bukan dari) hasil tracing secara manual."

"Tetapi secara urgent of sequencing yang menunjukkan ketepatan bahwa ini memang (menular) dari orang yang berpapasan."

"Juga diperkuat dengan CCTV," kata Dicky, dikutip dari tayangan Youtube tvOne, Senin (28/6/2021).

Menurut Dicky, keakuratan temuan ini hampir mendekati 100 persen.

Baca juga: Bagaimana Gejala Penyakit Covid-19 Varian Delta Pada Anak, Jangan Berobat Sendiri 

Untuk itu, ia menyebut temuan ini sudah membuktikan virus corona varian Delta sangat mengancam.

"Jadi ini mendekati 100 persen keakuratannya tapi sudah cukup memberikan pesan penting varian ini sangat mengancam dan serius," ungkapnya. (Grid Health/Tribunnews Taufik Ismail)

Simak Berita Lain Terkait Covid-19

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Lonjakan Kasus Covid-19 Disorot, Benarkah WHO Minta Indonesia Lockdown?

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Media Asing Ungkap Rencana Indonesia akan 'Lockdown' Mulai Rabu 30 Juni, Benarkah?

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved