Opini Pos Kupang
Phaethon, Alma Tellus dan Bencana (Refleksi Hari Bumi 22 April)
Phaethon adalah putra Sol dan Clymene. Sahabatnya bernama Epaphus, putra Iuppiter dan Io, yang lahir di Mesir
Di tengah kekacauan itulah Alma Tellus, Sang Ibu Bumi yang sekarat, menjerit kepada Iuppiter, "Dewa Tertinggi, jika ini kehendakmu, biarkanlah petirmu membuatku mati menderita karena engkau. Lihatlah rambutku yang legam terbakar, dan abu yang memenuhi wajahku. Inikah imbalan atas kesuburanku? Inikah balasan atas luka-luka bajak yang mesti kutanggung? Atas rerumputan bagi ternak, gandum bagi manusia, dan dupa bagi para dewa yang telah kutumbuhkan? Aku mungkin layak mati muda, tetapi bagaimana dengan saudaramu? Apakah kesalahannya?
Jika tak kaupedulikan kami, setidaknya perhatikanlah langitmu. Api menyala dari ujung ke ujung. Jika atap langitmu terbakar, ruang bumi kami ikut musnah. Atlans yang bekerja tak kenal lelah tentu tak bisa menyangga poros bumi yang jatuh karena panas menyakiti pundaknya. Jika laut, bumi dan kerajaan langit musnah, kita terpaksa kembali kepada khaos yang purba. Selamatkanlah semesta, O Yang Tertinggi!"
Permohonan Alma Tellus kepada Iuppiter tersebut saya parafrasakan dari Metamorfosis 2.279-300. Itulah permohonan yang membuat Iuppiter berdiri dari tempat tertinggi di surga dan melemparkan tongkat petir yang meluluhlantakkan kereta Matahari dan membakar Phaethon.
Phaethon jatuh sambil terbakar petir, melintasi ufuk dan mendarat di Sungai Eridanus. Para Naias memakamkan tubuhnya yang gosong dan masih panas karena sambaran petir, dan menulis di nisannya: "HIC SITVS EST PHAETHON CVRRVS AVRIGA PATERNI QVEM SI NON TENVIT MAGNIS TAMEN EXCIDIT AVSIS." Di sinilah berbaring Phaethon, sais kereta kuda sang ayah; yang meski tak mengendalikannya dengan sempurna, tetap jatuh dengan gagah berani.
Tokoh-tokoh yang menyayangi Phaethon meratapi kematiannya, terutama Sol, Clymene dan saudari-saudari Phaethon. Sol berduka sehingga membuat satu hari berjalan tanpa cahayanya. Para saudari Phaethon berubah menjadi pohon-pohon ketika meratapi kematiannya, dan Cycnus sang sepupu berubah menjadi seekor angsa.
Bencana akibat ketidakmampuan Phaethon mengendarai kereta Matahari adalah bencana alam pertama dan terbesar dalam Metamorfosis yang disebabkan keserakahan individu.
Kita memang menemukan bencana lain di buku sebelumnya yakni air bah. Peran Alma Tellus sangat besar dalam kedua peristiwa bencana. Dalam bencana air bah, generasi-generasi pasca-air bah lahir dari tulang-tulang Alma Tellus yang disebarkan oleh Deucalion dan Pyrrha, pasangan yang lolos dari bencana.
Dalam bencana kebakaran karena kereta Matahari, Alma Tellus-lah yang meratapi kemalangannya sehingga Iuppiter melemparkan tongkat petirnya untuk menghentikan kereta Matahari yang lepas kendali dan mencegah keadaan kembali menjadi khaos. Metamorfosis adalah kompendium kisah-kisah singkat tentang perubahan, tetapi alusi-alusi internal seperti yang ditunjukkan dalam kisah Phaethon membuatnya pantas dibaca sebagai epik, selain karena puisi tersebut memang ditulis dalam metrum puisi epik. Khaos di baris-baris pembuka Metamorfosis kita ingat kembali melalui doa Alma Tellus, dan bencana api Phaethon di buku 2 membuat kita memeriksa kembali hubungan manusia dan para dewa dalam bencana air bah di buku 1.
Air dan api sebagai penyebab bencana dalam Metamorfosis adalah juga sarana pemurnian. Manusia-manusia baru yang lahir dari tulang-tulang Alma Tellus adalah orang-orang yang diharapkan lebih baik dari bangsa yang ditenggelamkan air bah.
Dalam kisah Phaethon, api yang menghanguskan bumi karena ambisi dan keserakahan di satu sisi, justru menjadi penyelamat kehancuran bumi ketika datang dari ujung tongkat petir Iuppiter di sisi lain. Phaethon jelas merupakan pars pro toto bagi keserakahan dan ambisi manusia yang tak memperhitungkan kemampuannya dan risiko yang dihadapinya dan orang-orang yang disayanginya.
Di tengah ancaman nyata pemanasan global hari ini seperti peningkatan suhu permukaan air laut yang memicu Siklon Seroja yang baru saja kita lewati, Phaethon adalah kita, dan ketidakmampuan Phaethon mengendalikan kereta Matahari adalah kebiasaan-kebiasaan kita yang berdampak buruk, entah secara langsung maupun tidak, pada kondisi Alma Tellus tercinta.
Tanpa upaya-upaya perbaikan, ratapan Alma Tellus yang sekian lama kita abaikan hanya akan menjadi kian memilukan. Kita semua tahu alasannya: dalam kisah kita, tak ada Iuppiter dan tongkat petirnya. (*)