Opini Pos Kupang
Phaethon, Alma Tellus dan Bencana (Refleksi Hari Bumi 22 April)
Phaethon adalah putra Sol dan Clymene. Sahabatnya bernama Epaphus, putra Iuppiter dan Io, yang lahir di Mesir
Oleh : Mario F. Lawi, Penggemar Bahasa dan Sastra Latin
POS-KUPANG.COM - Phaethon adalah putra Sol dan Clymene. Sahabatnya bernama Epaphus, putra Iuppiter dan Io, yang lahir di Mesir.
Di akhir buku 1 Metamorfosis, puisi heksameter bahasa Latin yang ditulis penyair Romawi Ovidius lebih dari 2000 tahun silam, Phaethon memberi tahu Epaphus bahwa ayahnya adalah Sol alias Phoebus, Sang Matahari. Epaphus meragukan kisah Phaethon dan menghinanya, "Matri omnia demens credis et es tumidus genitoris imagine falsi."
Beginilah pendapat Epaphus sebagaimana dikisahkan Ovidius dalam Metamorfosis 1.753-754 jika kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, "Engkau percaya semua kegilaan ibumu, dan sombong dengan citra ayah palsumu."
Marah dan malu karena dihina sahabatnya, Phaethon pun mengadu kepada Clymene, "Ibu, aku sangat sedih. Aku bicara dengan bebas tadi, tetapi kemudian diam menahan marah. Aku malu atas hinaan ini. Aku bisa menceritakan, tetapi tak bisa membuktikan ceritaku. Ibu, jika memang aku seorang keturunan langit, tunjukkanlah buktinya!"
Baca juga: Simak Jadwal Terbaru THR Pensiunan 2021 PNS & TNI-Polri, Besaran Diterima dan Cara Mencairkan ?
Baca juga: Simak Jadwal Terbaru THR Pensiunan 2021 PNS & TNI-Polri, Besaran Diterima dan Cara Mencairkan ?
Phaethon meminta petunjuk Clymene demi kepalanya dan kepala Meprops ayah angkatnya, serta demi obor pernikahan saudari-saudarinya. Sang ibu pun menatap langit dan mengangkat tangannya, lalu bersumpah bahwa Phaethon memang benar anak Matahari. Mengakhiri sumpahnya, Clymene meminta Phaethon untuk langsung pergi menemui Matahari di istananya.
Penggalan singkat kisah Phaethon di akhir buku 1 Metamorfosis tersebut adalah awal bencana alam terbesar di buku 2. Di buku 2 Metamorfosis, kisah Phaethon dibuka dengan ekphrasis singkat tentang istana Matahari (Met. 2.1-18).
Ketika Phaethon memasuki istana, Matahari sedang didampingi oleh para waktu, Hari, Bulan, Tahun, Abad, dan Jam, dengan jarak yang sama satu sama lain, dan keempat musim.
Matahari menanyakan maksud Phaethon mendatangi istananya, dan Phaethon meminta bukti kebenaran pernyataan Clymene. Matahari membenarkan pernyataan Clymene dan memberikan satu permohonan kepada Phaethon untuk dikabulkan. "Biarkan aku mengendarai keretamu dengan kuda-kuda bersayapnya selama sehari," jawab Phaethon tanpa berpikir panjang.
Baca juga: Renungan Harian Katolik, Rabu 28 April 2021: SETIA PERCAYA
Baca juga: Update Kode Redeem FF 28 April 2021, Buruan Klaim Kode Redeem Free Fire Terbaru dan Terlengkap
Matahari tahu bahkan tak satu pun dewa bisa mengendalikan kuda-kuda penarik keretanya, dan karena itu ia merayu Phaethon untuk mempertimbangkan kembali permintaannya, termasuk menawarkan imbalan seisi dunia sebagai gantinya. Phaethon menolak dan tetap bersikeras untuk mengendarai kereta buatan Vulcanus tersebut.
Sadar bahwa tak ada cara lain untuk membatalkan keinginan Phaethon, Matahari pun meminta para Dewi Jam melepaskan Pyrois, Eous, Aethon dan Phelgon dari istalnya, memberi makan keempat kuda tersebut, dan memakaikan kekangnya.
Phoebus kemudian berpesan kepada putra yang ia kasihi, "Abaikan cambuknya. Pegang erat tali kekangnya karena kuda-kuda ini bergerak bebas sesuai kehendak mereka," lalu melanjutkan dengan menjelaskan rute-rute yang harus dilalui Phaethon agar alam tetap seimbang, dan meminta Phaethon untuk mengingat baik-baik pesannya. Setelah Phaethon duduk di balik kemudi dengan gembira, keempat kuda penarik kereta Matahari pun melesat ke langit seolah tanpa beban.
Phaethon yang tidak mengetahui lintasan yang dilaluinya, juga tak tahu bagaimana cara mengendalikan kudanya, panik dan tak tahu apa yang harus ia lakukan. Kutub-kutub pun mencair karena api dari kereta Matahari.
Di tengah kepanikan tersebut, ia semakin takut ketika melihat dari ketinggian pulau-pulau yang begitu kecil. Ketakutannya kian bertambah ketika ia merasakan Zodiak Scorpio akan menyengatnya. Di tengah kekalutan dan ketakutan itulah ia melepaskan tali kekang dan menyebabkan keempat kuda bergerak kian bebas.
Bumi terbakar hebat. Libia yang berembun seketika menjadi gurun gersang, Afrika menghitam, sungai-sungai mendidih, bahkan Neptunus tak bisa mengangkat kepalanya ke atas air karena bencana kebakaran di bumi yang begitu hebat.