Opini

Proses Hukum Kasus Dugaan Mafia Tanah Merdeka: Rakyat Lembata Dukung Kejari

Saat ini Kejaksaan Negeri Lembata tengah memroses kasus perkara dugaan korupsi mafia tanah di Desa Merdeka, Kecamatan Lebatukan

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Steph Tupeng Witin 

Tindakan ini merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara. Masa seorang pengusaha muda sekaliber Ben Tenti tidak menelusuri asal usul tanah? Ataukah ini perilaku yang telah membudaya dalam urat nadi mayoritas kapitalis di atas tanah Lembata? Modal banyak uang tidak berarti mengabaikan proses hukum berbasis moral dan etika sosial.

Bagi orang Lamaholot itu, tanah adalah ibu dan saudari yang mesti dihargai, dijaga dan dirawat kerena menjadi titian untuk melanjutkan proses kehidupan. Tindakan Kades Wahon dan Pengusaha Ben Tenti telah memerkosa kesucian tanah dan melukai ruang hidup orang-orang kecil di tanah Merdeka.

Maka proses hukum secara benar dan adil adalah solusi terbaik untuk mengembalikan orang-orang ini ke area otak yang waras dan destinasi hati nurani yang normal. Selain itu, tentu saja ada hukuman alam lain yang dipercaya lebih keras risikonya bagi hidup hari ini dan esok.

Dukung Kejari Lembata

Publik Lembata pantas mendukung kinerja Kejaksaan Negeri Lembata mengusut tuntas karut marut dugaan korupsi mafia tanah di Desa Merdeka. Dukungan ini berbasis pada kinerja Kejari Lembata yang melakukan serangkaian penyelidikan hingga ke tahap penyidikan. Artinya, kita menunggu hitungan hari saja bagi Kejari Lembata untuk menetapkan tersangka dalam kasus dugaan mafia tanah ini.

Publik mendukung Kejari Lembata karena di hadapan hukum, siapa pun dia, orang kaya atau orang miskin, komprador mafia tanah atau pengusaha muda, sama kedudukannya di depan nurani hukum. Selama ini rakyat Lembata resah dengan serbuan gerakan para mafioso tanah yang dipelopori oleh elite penguasa dan pengusaha yang mencaplok tanah-tanah rakyat di lokasi yang strategis dan potensial.

Rakyat yang lugu di kampung-kampung akan terpesona dengan gerombolan orang kaya ini yang memamerkan kekayaannya di seantero Lembata tanpa risih secuil pun. Kasus dugaan mafia tanah Desa Merdeka bisa menjadi basis untuk membaca gerakan para kapitalis mafia tanah di Lembata yang memperdaya keluguan rakyat pemilik tanah dengan memanfaatkan jasa para aparatus pemerintah dari tingkat desa. Di atas tanah Merdeka ada nama kepala desa dan Camat Lebatukan yang diperiksa Kejari Lembata.

Dalam kasus dunia mafia, elite politik berkuasa biasanya berselingkuh dengan pengusaha. Apalagi dalam kasus Lembata, aparat birokrasi dari kabupaten hingga desa, patut diduga adalah orang-orang bermasalah yang diangkat dan diberi jabatan untuk “mengamankan” hasrat elite penguasa dan pengusaha.

Artinya, ekor aparatus birokrasi itu sudah dipegang tangan elite penguasa sehingga gampang dikendalikan ibarat kerbau dicocok hidung. Elite penguasa dan pengusaha beri perintah, habis perkara. Bahkan dalam kasus di Lembata, diduga sang pengusaha bisa dengan leluasa memerintah aparat birokrasi.

Kita patut menduga, dalam kasus dugaan mafia tanah di Merdeka, hal itu terbukti ketika Kejari Lembata memeriksa Kades Merdeka, Camat Lebatukan dan Pengusaha Ben Tenti. Kita bisa bertanya: apakah kepala desa dan Camat Lebatukan rela pasang badan sendiri tanpa dugaan intervensi dari “langit kekuasaan” Lembata? Di titik ini, rakyat Lembata yang haus tetesan embun kebenaran dan guyuran hujan keadilan hukum, sangat menaruh harapan kepercayaan kepada institusi Kejari Lembata.

Konsistensi sikap Kejari Lembata untuk menuntaskan kasus dugaan mafia tanah di Merdeka merupakan pintu gerbang untuk mengendus gerakan para mafia tanah di seantero Lembata yang tidak risih dan malu mengambil tanah-tanah rakyat untuk membangun kemewahannya di tengah hamparan hidup rakyat yang miskin dan melarat. Bahkan kita patut menduga bahwa rentang masa kekuasaan politik-birokrasi selama 10 tahun belakangan tidak lebih dari ruang kosong untuk semakin memperkaya diri dengan memanfaatkan privilese kuasa.

Rakyat Lembata semakin tahu bahwa pembangunan infrastruktur di Lembata selama masa kekuasaan ini lebih didominasi ke wilayah-wilayah yang patut diduga ada lokasi tanah milik penguasa dan pengusaha yang dicaplok dari rakyat dengan proses dan modus yang sama seperti kasus dugaan mafia tanah di Desa Merdeka yang tengah disidik Kejari Lembata.

Proses hukum kasus dugaan mafia tanah di Desa Merdeka akan memerdekakan pikiran rakyat Lembata dari keluguan dan hormat berlebihan pada penguasa dan pengusaha yang gemar menebar pesona dengan menabur “kebaikan” ke mana-mana terutama ke tempat keramat dan kudus. Biasanya, para mafioso pintar dan licik menarik simpati sampai ke tulang sumsum. Orang terbius kebaikan setinggi langit padahal yang ia beri hanya remah-remah yang jatuh dari meja kekuasaan yang licik seperti pilatus tapi brutal seperti herodes.

Kita berharap seluruh rakyat Lembata yang masih waras otaknya dan bening nuraninya mendukung kinerja Kejari Lembata menuntaskan kasus dugaan mafia tanah di Desa Merdeka. Dukungan itu mesti disertai sikap kritis untuk setia mengawal kasus ini agar tidak menelikung di tengah jalan hanya karena dugaan lembaran keramat yang selama ini terdengar nyaring di langit tapi susah dibuktikan di bumi Lembata. Ibarat bau tengik kentut yang tidak diketahui dari siapa angin busuk itu bersumber.

Dukungan itu menjadi tanda bahwa kekuasaan (politik-birokrasi-kapital (uang) tidak pernah kekal. Orang Latin bilang, “hodie mihi cras tibi”: Hari ini saya, esok engkau. Sepandai-pandai tupai melompat, suatu ketika akan jatuh juga. Apalagi “tupai” itu sering sesak napas.

Semoga kasus dugaan mafia tanah Merdeka menjadi “tanda-tanda zaman” menepinya sebuah perselingkuhan akut antara kekuasaan (politik-birokrasi) dan kapitalis yang berpesta pora di tengah himpitan penderitaan rakyat Lembata selama era 21 usia tahun otonomi ini. Rakyat Lembata akan menyanyikan kata-kata Kartini, “Habis Gelap Terbitlah Terang.” *

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved