Seminar Moderasi Beragama di Sikka; ‘Enaknya Buah Apel Tak Diukur Dari Rasa Jeruk’
Janganlah kita paksakan yang berbeda harus disamakan, karena perbedaan yang dipaksakan juga tidak benar.
Penulis: Eugenius Moa | Editor: Rosalina Woso
Seminar Moderasi Beragama di Sikka; ‘Enaknya Buah Apel Tak Diukur Dari Rasa Jeruk’
POS-KUPANG.COM|MAUMERE--Islamolog STFK Ledalero Maumere, Pater Hendrikus Maku,S.Fil.M.Th.,Lic.Isl, menganalogikan dogma agama dengan kamar tidur, ruang privat dari sebuah bangunan rumah yang tidak bisa dimasuki oleh semua orang.
Karena itu, dogma dari setiap agama-agama adalah sesuatu yang sangat privat. ‘Ending’ dialog level dogma bukan untuk menyamakan atau mencari titik temu,namun untuk saling memahami,menghargai dan menghormati perbedaan.
“Kita tidak bisa memaksakan ada satu titik temu. Janganlah kita paksakan yang berbeda harus disamakan, karena perbedaan yang dipaksakan juga tidak benar. Soal dogma tidak bisa dipaksakan,” tegas Pater Hendrik, dalam seminar moderasi beragama dihelat Seksi Pendidikan Agama Katolik Kementrian Agama Sikka, Sabtu (13/2/2021) di Maumere, Pulau Flores.
Dikatakan Pater Hendrik, semua agama baik kalau dipahami dan dihayati secara lengkap. Menjadi masalah adalah pemahaman dan penghayatan yang parsial, setengah-setengah. Belum memahami dengan baik agamanya sendiri, tapi berani berbicara tentang agama orang lain. Atau berani menilai agama orang lain dengan standar dari agama saya.
“Haram bagi kita terjebak dalam praktek takfiri, praktek kafir, mengkafirkan yang lain menurut standar yang kita miliki. Enaknya buah apel, tidak bisa diukur dari rasa jeruk. Janganlah menilai atau mengukur kualitas agama tertentu dengan standar agama yang saya anut,” imbuh Pater Hendrik.
Seminar sehari dihadiri para guru Agama Katoli sekolah menengah juga menjadi kesempatan curhat para guru menghadapi berbagai pemahaman agama oleh peserta didik yang makin kritis ditengah pandemi Covid-19 dan kemajuan media sosial.
Pater Hendrik menggarisbawahi kembali iman dalam pandangan agama-agama adalah hati, mulut dan tangan. Iman tidak cukup hanya dengan berbuat baik,namun merampungkan hati,mulut dan tangan.
Ia menyatakan, sudah waktunya bagi gereja tampil bermedia sosial memberikan pencerahan. Dicontohkan di STFK Ledalero dan Komsos di setiap Keuskupan telah membuat youtube renungan yang bisa menjangkau lebih banyak orang.
Namun renungan atau refleksi theologis yang di-upload ke youtube, terlebih dahulu disensor oleh pakar yang memahami agama. Jangan sampai kita meng-upload sesuatu yang justru menyesatkan.
Kepala Seksi Pendidikan Agama Katolik Kemenag Sikka, Krensentia Reo, mengatakan kegiatan ini menindaklanjuti arahan Menteri Agama RI menegaskan penguatan moderasi merupakan tugas utama Kementrian Agama.
“Satu harapan kami, kualitas pemahaman pendidikan agama dan keagamaan bisa terwujud dengan pembelajaran yang kreatif dan invovatif, menyiapkan masyarakat agamis yang taat beragama, bermoral, rukun, mandiri,sejahtera lahir dan batin. Para guru mendapat bekal tambahan pengetahuan yang berkualitas,” kata Krensentia.
Kepala Kantor Kemenag Sikka, Herman Yosep Reda Lete, mengatakan memahami moderasi beragama berarti tidak radikal, tidak ekstrim kiri, atau ekstrim kanan. Dengan memahami moderasi secara benar,kita terhindar dari sikap intoleran.
“Untuk menjadi moderat, pahamilah agama kita dan jalankan dengan benar,” kata Herman.
• Masyarakat Diminta Waspada Puncak Hujan di NTT Hingga 16 Februari
• Berniat Mencari Sinyal HP, Sabur Diduga Tewas Tersambar Petir
• Sejumlah Rumah Warga di Desa Tendakinde-Nagekeo Terendam Banjir
• Mengintip Siselo Susurang, Festival Kampung Wuring Suku Bajo dan Bugis di Pantai Utara Flores
Herman, kembali mengingatkan kembali sikap toleransi dan moderat sembilan orang tokoh PPKI. Hanya seorang non muslim, A.A.Maramis, namun mereka tidak berniat mendirikan negara agama. Padahal kalau di-voting,suara mayoritas unggul untuk mendirikan negara agama. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM/Eugenius Mo'a)