Kasus Tanah di Labuan Bajo, Pembina HIPMMABAR Jakarta Minta Kejati NTT Tidak Terpengaruh

Yosef Sampurna Nggarang meminta Kejati NTT tidak boleh terpengaruh intrik para mafia tanah terkait kasus tanah di Labuan Bajo

Penulis: Gecio Viana | Editor: Kanis Jehola
istimewa
Pembina Himpunan Mahasiswa Manggarai Barat (HIPMMABAR) Jakarta, Yosef Sampurna Nggarang   

"Andaikan menguasai hukum adat ini, Benny bisa memberi keterangan ke penyidik akan lebih menarik dan akan menjadi terang persoalan ini. Lantas maukah Benny memberi keterangan terkait hal yang dia kuasai prihal hukum adat tanah Toro Lemma?," ujarnya.

"Lalu pernyataan berikutnya: "Secara akal sehat, kata Romo Benny,apa yang dikatakan Kajati itu patut dipertanyakan karena tampaknya tidak ada tanah di Labuan Bajo yang strategis sekalipun berharga sekitar 10 juta per meter," Lagi- lagi saya kaget, Benny mempertanyakan nilai harga tanah Rp 10 juta, ini mengandaikan bahwa Benny sudah tahu pasaran harga tanah di Labuan Bajo. Saya sebagai putra daerah ingin mengajak Benny kalau memang peduli dengan Manggarai Barat agar berpikir lebih jauh, tidak pada harga nilai tanah semata dan juga mempertanyakan soal kesahihan angka kerugian triliunan yang dipaparkan Kejati. Agar objektif,kita mesti sedikit bersabar menunggu hitungan nilai kerugian dari Lembaga resmi negara," tambahnya.

Sambil kita menunggu hasil hitungan nilai kerugian itu, Yos berharap semua pihak harus ikut mengawal proses yang sedang berjalan oleh pihak Kejati NTT agar tetap on the track, transparan dalam mengungkap kasus tersebut.

Menurutnya, pihak yang mengatakan Kejati NTT hanya mencari sensasi dan gaduh itu bisa dianggap sebuah reaksi yang berlebihan karena tidak menyangka persoalan ini di usut oleh penegak hukum dan Yos pun menduga pihak tersebut bagian dari status quo.

"Atau mungkin diboncengi oleh kepentingan segelintir orang yang tetap ingin menguasai dan memiliki tanah 30 Ha tersebut. Soal ini biarkan waktu yang menjawab. Dan untuk Kejaksaan jangan goyah terkait komentar- komentar seperti ini, maupun ancaman yang terkesan sangat reaktif , tetap tegak pada jalur penegakan hukum. Toh, sejauh ini, baik publik dan investor sangat mendukung langkah Kejati NTT untuk mengusut tuntas persoalan ini," pungkasnya.

Diakuinya, dukungan dari investor dibuktikan dengan sudah menyerahkan sekian sertifikat yang sudah terbit di atas lahan tersebut, sedangkan bentuk dukungan publik adalah memberikan informasi sejauh yang publik ketahui, dengar dan mengalami.

"Mungkin itulah mengapa saksi yang diperiksa oleh penyidik sampai 102 orang. Juga untuk mereka yang koar- koar selama ini bahwa tanah Keranga atau Toro Lemma Batu Kalo tidak masuk dalam inventaris penyerahan aset saat pemekaran tahun 2003, jangan mengingkari dan menutupi ini," paparnya.

Yos menuturkan, penyerahan aset Tanah Keranga/Toro Lemma Batu Kallo memang tidak terjadi tahun 2003, tetapi terjadi pada tahun 2005, dalam satu bundle dokumen Berita Acara Serah Terima Hasil Klarifikasi P3D antara Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat NO.PEM.115//30a/I/2005.

Dokumen berita acara ini tidak hanya menerangkan soal penyerahan aset lahan Keranga/Toro Lemma Batu Kallo, tetapi memuat penyerahan aset lainnya, yaitu aset Pantai Pede.

Terkait lahan Kerangan, menerangkan beberapa point surat yakni surat pelepasan hak atas tanah (asli 4 berkas), kuitansi panjar dari uang ganti rugi tanah seperti tersebut dalam kuitansi (asli 4 lembar), lalu surat legalisasi (asli 4 lembar), kuitansi uang ganti rugi tanah komunal/tanah adat yang terletak di Keranga Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai dengan nilai uang sebesar Rp 10 juta (5 lembar).

Surat berita acara P3D tersebut ditandatangani oleh Bupati Drs. Anton Bagul Dagur sebagai Bupati Manggarai, Ongge Yohanes sebagai Ketua DPRD Manggarai, PJS Bupati Manggarai Barat Drs. Djidon De Haan, M.Si, Matius Hamsi sebagai ketua DPRD Manggarai Barat.

"Semua pertanyaan dan keraguan Sebagian orang terkait persoalan ini, saya meyakini akan terjawab pada waktu dan tempat yang tepat," jelas Yos.

Sehingga, lanjut Yos, publik mendorong Kejati NTT dalam mengusut persoalan ini tidak hanya sekedar untuk mengembalikan lahan 30 Ha ini ke Pemkab Mabar, tapi hal lain adalah publik ingin memastikan penegakan hukum berjalan, harus ada efek jera bagi semua pelaku yang terlibat dengan begitu ada kepastian investasi di daerah itu.

Yos menegaskan, bila tidak ada penegakan hukum, para pelaku akan terus menggunakan cara-cara kotor dan mereka merasa cara ini legal, padahal itu tindakan ilegal.

Karena itu tidak ada orang, pengusaha atau investor yang mau mendukung cara-cara kotor tersebut. Terkecuali mereka yang punya niat jahat yang hanya ingin mendapat keuntungan sesaat untuk pribadi maupun kelompok. Cara kotor itu membuat investor dan publik rugi dan cara ini menghambat perubahan.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved