Pandemi Corona

Pesta Pernikahan Berujung Maut, 7 Orang Tewas dan Ratusan Lainnya Terinfeksi, Gegara Virus Maut Ini

Seremoni di gereja dilanjutkan dengan resepsi di Big Moose Inn, keduanya berlokasi di Millinocket kota kecil di AS yang berpopulasi 4.000 penduduk.

Editor: Frans Krowin
ist
ilustrasi pernikahan 

Pesta Pernikahan Berujung Maut, 7 Orang Tewas dan Ratusan Lainnya Terinfeksi, Gegara Virus Maut Ini

POS-KUPANG.COM, MILLINOCKET - Ini fakta terbaru di tengah pandemi virus corona yang masih melanda dunia saat ini. 

Di wilayah pedesaan Maine, Amerika Serikat (AS) sebuah prahara kemanusiaan melanda masyarakat desa tersebut.

Baru-baru ini, ketika digelar sebuah pesta pernikahan di pedesaan Maine, acara tersebut berujung maut.

Seusai pesta pernikahan tersebut, 7 orang dinyatakan tewas dan 177 lainnya dinyatakan positif terinfeksi virus maut tersebut.

Sumber kasus di wilayah pedesaan Maine itu ternyata menjadi superspreader virus corona babak baru saat ini.

Pernikahan yang digelar pada awal Agustus 2020 tersebut, dihadiri oleh 65 orang.

Jumlah itu sejatinya telah melanggar batas resmi yang ditetapkan pemerintah, yang hanya mengizinkan 50 orang untuk berkumpul dalam sebuah pertemuan.

Seremoni di gereja dilanjutkan dengan resepsi di Big Moose Inn, keduanya berlokasi di Millinocket kota kecil di AS yang hanya berpopulasi 4.000 penduduk.

MEMILUKAN! Pesan Terakhir Bripka Christin, Polwan yang Ditabrak Wakil Bupati Mabuk

Travel Agent di NTT dan Momen Pandemi Covid-19

Sepuluh hari kemudian, 24 orang yang terkait dengan pernikahan itu dinyatakan positif Covid-19, sehingga Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di pedesaan Maine membuka penyelidikan.

Direktur lokal CDC Nirav Shah pada Kamis (17/9/2020) mengungkap jumlah korban terbaru di acara tersebut, menambahkan bahwa 7 orang yang meninggal tidak menghadiri pernikahan itu.

Pelacak kontak lalu menghubungkan pernikahan itu dengan beberapa hotspots virus corona di seluruh negara bagian AS, termasuk lebih dari 80 kasus di penjara yang berjarak 370 kilometer, yang salah satu penjaganya datang ke pernikahan.

Dugaan 10 kasus lainnya ditemukan di sebuah gereja Baptis di daerah yang sama, sementara 39 kasus dan 6 kematian ditemukan di panti jompo sejauh 160 km dari Millinocket.

"Ketika kami mendengar tentang wabah... semua orang benar-benar berlindung," kata Cody McEwen kepala dewan kota.

"Begitu wabah itu menyebar, kami menutup kota lagi," sambungnya dikutip dari AFP.

Bukan Kasus Pertama

Beberapa warga geram pada penyelenggara acara, termasuk kedai minum yang lisensinya ditangguhkan sementara.

"Saya rasa mereka tidak harus mengadakan pernikahan. Saya pikir itu seharusnya dibatasi seperti yang diwajibkan," ucap Nina Obrikis anggota gereja Baptis tempat seremoni diadakan.

"Kita tidak bisa ke mana-mana atau melakukan apa pun," keluhnya.

Gubernur Maine Janet Mills pada Kamis (17/9/2020) mengeluarkan peringatan kepada 1,3 juta penduduk negara bagian tersebut.

Gejolak seperti itu "terancam merusak kemajuan yang kami dapat dengan cepat."

"Covid-19 tidak berada di sisi lain pagar, itu di halaman kami," terangnya beranalogi.

Sejak dimulainya pandemi awal tahun ini, kasus-kasus superspreader banyak dilaporkan di seluruh dunia.

Pertama di AS adalah konferensi bioteknologi di Boston pada Februari yang dihadiri sekitat 175 orang, dan pemakaman di Georgia yang membuat lebih dari 100 orang tertular.

Kemudian dalam beberapa pekan terakhir kelompok infeksi seperti itu muncul di kampus-kampus, yang membuat mahasiswa kembali dipulangkan.

Universitas Oneonta di utara negara bagian New York misalnya, memiliki lebih dari 670 kasus Covid-19 dalam sebulan. 

Ingat Eka Frestya Polwan Cantik yang Pernah Viral di Medsos? Ternyata Sekarang Jadi Ini & di Madiun

Warga Laenmanen Dapat Masker Gratis dari Tim Gabungan

Tentang Superspreader

Angka penularan virus corona belum berhenti di dunia, termasuk di Indonesia dan Australia. Kini mulai diketahui sejumlah orang bisa menyebarkan virus ke lebih banyak orang dibandingkan yang lain.

Mereka ini disebut sebagai superspreader dan bisa menciptakan klaster wabah yang besar.

Contoh yang banyak disebut di Australia adalah saat seorang pria asal Melbourne yang mengunjungi Crossroads Hotel di Sydney, kemudian menyebarkan virus ke 40 orang lainnya.

Seorang karyawan di rumah perawatan lansia Newmarch House di Sydney juga menjadi contoh lainnya, setelah membuat tempat tersebut menjadi klaster baru dan 19 penghuninya meninggal.

Sampai sekarang masih belum jelas mengapa 'superspreader' bisa menularkan dalam jumlah lebih besar, namun kemana mereka pergi dan apa yang mereka lakukan bisa berdampak penting.

Menurut Professor Mary-Louise McLaws, salah seorang penasehat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kemungkinan besar ada berbagai faktor yang menyebabkan hal ini terjadi.

Menurutnya, lingkungan tempat penyebaran menurut lebih punya peran penting ketimbang keberadaan orang yang menularkan.

Jadi bisa wabah terjadi tanpa ada orang yang sudah terpapar virus yang melakukan kesalahan, seperti melanggar aturan jaga jarak.

Bisakah Kita Jadi Superspreader?

Menurut Prof Mary-Louise McLaws, istilah 'superspreader' sebenarnya tidaklah terlalu tepat, karena hanya merujuk hanya pada satu orang yang bermasalah.

Menurutnya, siapa saja bisa menjadi 'superspreader' bila kita menjadi orang pertama yang membawa virus ke tempat di mana virus corona mampu mudah menyebar, seperti di ruangan dengan ventilasi buruk dan penuh orang.

Beberapa orang sudah mendapat ancaman dan dianiaya secara fisik karena dianggap sebagai 'superspreader'.

Ada kekhawatiran serangan serupa membuat beberapa orang tidak mau melakukan tes, jika mereka pernah melakukan kontak dengan orang banyak atau dengan orang yang kemungkinan sudah mengidap virus.

NEWS ANALYSIS Dr Ahmad Atang: Perpendek Tahapan Pilkada

Kapolda NTT Minta Bawaslu dan KPU Perketat Penerapan Protokol Kesehatan

Penumpang KRL Commuter Line tiba di Stasiun Bogor, Jumat (26/6/2020). Tim gugus tugas penanganan Covid-19 Jawa Barat melakukan rapid test dan tes usap pada penumpang KRL Commuter Line yang tiba di Stasiun Bogor untuk memetakan sebaran Covid-19.KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Penumpang KRL Commuter Line tiba di Stasiun Bogor, Jumat (26/6/2020). Tim gugus tugas penanganan Covid-19 Jawa Barat melakukan rapid test dan tes usap pada penumpang KRL Commuter Line yang tiba di Stasiun Bogor untuk memetakan sebaran Covid-19.

 Dengan alasan itu, banyak pakar sekarang menggunakan istilah 'superspreading events' yang lebih mengacu pada waktu penyebara, bukan pada orangnya.

 Berapa banyak virus yang kita miliki?

Menurut Professor Peter Colignon, pakar penyakit menular dari Rumah Sakit Canberra di Australia, jumlah virus yang dimiliki seseorang ketika dia menyebarkan dapat membuat penyebaran yang sangat besar.

"Dalam banyak kasus penyakit, semakin banyak dosis virus yang masuk ke tubuh kita, semakin parah keadaan yang kita alami," katanya.

Dengan itu, kalau kita sakit, maka batuk dan bersin akan lebih sering dibandingkan mereka yang sakitnya ringan.

Jadi bila anda duduk di sebelah mereka yang memiliki virus corona yang kemudian batuk-batuk atau bersin, maka kemungkinan anda akan tertpapar virus lebih banyak, dibandigkan jika memegang permukaan yang terkontaminasi virus, seperti pegangan pintu.

Kristo Bersyukur Sembuh Corona, Calon Bupati Ngada Periksa Kesehatan

TERUNGKAP! Djoko Tjandra Siapkan Uang Rp 148,5 Miliar Untuk Suap Pejabat di Kejaksaan Agung dan MA

Faktor Kekebalan Tubuh

Faktor genetik atau faktor biologis bisa menjadi faktor mengapa seseorang bisa menjadi penyebar virus ke lebih banyak orang.

"Kalau anda memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah, sel kekebalan atau antibodi yang tidak bekerja dengan baik, maka anda bisa menjadi penyebar virus lebih banyak," kata Professor Colignon.

Sistem kekebalan tubuh yang lebih lemah disebabkan karena kurang tidur, stress, atau kondisi kesehatan lain, kurang fit, serta efek penggunaan obat.

Di sisi lain, sistem kekebalan tubuh yang lebih kuat juga bisa mejadi masalah, menurut sejumlah pakar kesehatan.

Bila kekebalan tubuh tersebut menekan virus sampai tidak menimbulkan gejala, maka mereka yang sudah terpapar virus bisa secara tidak sadar menyebarkan ke yang lain.

Di China, seorang perempuan yang tidak memiliki gejala dan melakukan karantina mandiri setelah tiba dari Amerika Serikat, misalnya, dilaporkan menyebarkan virus ke 71 orang lainnya ketika dia menggunakan lift di komplek apartemennya.

Sejumlah pedagang Pasar Hardjodaksino Solo, Jawa Tengah mulai berjualan setelah tujuh hari tutup karena ada salah satu pedagang meninggal positif Covid-19, Selasa (21/7/2020).KOMPAS.com/LABIB ZAMANI Sejumlah pedagang Pasar Hardjodaksino Solo, Jawa Tengah mulai berjualan setelah tujuh hari tutup karena ada salah satu pedagang meninggal positif Covid-19, Selasa (21/7/2020).

 Risiko penyebaran mereka yang tak punya gejala

Masih belum jelas seberapa banyak penularan yang berasal dari mereka yang tidak punya gejala, namun diperkirakan angkanya sangat kecil dibandingkan mereka yang memang sudah memiliki gejala.

Menurut Profesor McLaws, penularan bisa terjadi sebelum seseorang memiliki gejala, dengan bukti yang menunjukkan 15 persen mereka yang mengidap virus tidak menunjukkan gejala sama sekali.

Cara penyebaran Covid-19 yang paling umum adalah melalui partikel air liur saat sesorang batuk atau bersin.

Cairan yang berisi virus juga akan keluar dari mulut ketika berbicara, khususnya bisa kita sedang berteriak atau menyanyi.

"Seorang yang disebut superspreader adalah orang yang memproduksi lebih banyak cairan," kata Professor Collignon.

"Atau faktor yang terkait dengan penyebaran cairan tersebut. Jadi mungkin ada partikel yang lebih kecil yang terbang lebih jauh atau lebih banyak."

Boyamin Saiman Berharap, Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung RI Bukan Karena Tindakan Sabotase

Usai Periksa 131 Saksi, Kabareskrim Ungkap Unsur Pidana Dalam Kasus Kebakaran Gedung Kejaksaan Agung

Satu orang, dua kuman

Hal yang mengkhwatirkan Profesor McLaws adalah penyebaran besar bisa terjadi karena seseorang selain terkena virus corona, juga mengidap kuman lain, misalnya bakteri yang mengganggu pernapasan atau pencernaan.

Kekhawatirannya adalah mereka yang memiliki flu akan lebih banyak menyebarkan karena mereka lebih sering batuk atau bersin, atau kalau memiliki masalah pencernaan lewat kotoran.

Flu, pilek dan diare lebih sering menyebar di musim dingin, sehingga saat ini di Australia adalah masa yang beresiko tinggi.

"Kita khawatir musim dingin karena ini adalah musim batuk-batuk," kata Prof McLaws.
Cara pencegahan terbaik

Pihak Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bersama para Aparatur Sipil Negara (ASN) menegur pedagang-pedagang di Pasar Kebayoran Lama yang tak menggunakan masker, Senin (6/7/2020).KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO Pihak Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bersama para Aparatur Sipil Negara (ASN) menegur pedagang-pedagang di Pasar Kebayoran Lama yang tak menggunakan masker, Senin (6/7/2020).

Profesor Collignon dari Rumah Sakit Canberra mengatakan tindakan seperti mencuci tangan, menjaga jarak dengan orang lain, menjalani tes dan karantina, bila memiliki gejala, sudah membuktikan bisa mencegah penyebaran virus.

Hal-hal itulah yang harus menjadi prioritas utama untuk dilakukan setiap orang.

"Kita bisa belajar dari beberapa peristiwa penyebaran besar, yang bisa kita lakukan adalah mengontrol tempat penyebaran, sseperti ruangan yang tertutup, dibandingkan mencari orang yang menyebarkannya."

Profesor McLaws setuju dengan pendekatan itu.

"Jadi persoalannya adalah adanya kesempatan yang memungkinkan virus menyebar, ini yang paling penting."

"Kita tidak boleh memberikan kesempatan apapun kepada virus ini." (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com: https://www.kompas.com/global/read/2020/09/18/152050870/pesta-pernikahan-jadi-superspreader-virus-corona-7-tewas-dan-177?page=all#page2

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved