Breaking News

Sudah 24 Tahun Bu Mega Diam, Kasus Kerusuhan 27 Juli 1996 Pun Terdiam Sampai Sekarang, Kenapa Ya?

Hari itu, kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) diambil alih lewat pertumpahan darah. Suasana di Jalan Diponegoro, Jakarta berubah mencekam.

Editor: Frans Krowin
kompas.com
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri mengatakan pemilu 2024 akan terjadi regenerasi pemimpin di Indonesia 

Mimbar bebas ini kemudian beralih ke Jalan Diponegoro. Aksi mimbar bebas ini kemudian dengan cepat berubah menjadi bentrokan terbuka antara massa dan aparat keamanan.

Bentrokan terbuka antara massa dan aparat semakin meningkat sehingga aparat terpaksa menambah kekuatan. Setelah itu massa terdesak mundur ke arah RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) dan Jalan Salemba.

Massa kemudian membakar tiga bus kota, termasuk satu bus tingkat. Massa juga membakar beberapa gedung di Jalan Salemba.

Lima panser, tiga kendaraan militer khusus pemadam kebakaran, 17 truk, dan sejumlah kendaraan militer lain dikerahkan dari Jalan Diponegoro menuju Jalan Salemba.

Kerusuhan baru dapat diredam pada malam hari.

Pasca-kejadian itu, informasi tentang jumlah korban tewas dan luka simpang siur.

Pangdam Jaya Mayjen Sutiyoso menyebut "hanya" dua orang yang tewas dan 26 luka-luka.

Ini pun disebut bukan dari kubu Megawati, melainkan dari kubu Soerjadi yang mengalami serangan jantung. Satu lagi adalah satpam yang loncat dari lantai tujuh karena gedungnya hendak dibakar massa.

Sementara YLBHI menyatakan, 47 orang dirawat di RSCM, 10 orang dirawat di RS Cikini, dan 1 orang di RS Fatmawati.

Minggu tanggal 28 Juli 1996 sekitar pukul 09.00, tiga mobil jenazah keluar dari RS Cikini dengan pengawalan tentara.

Kamar mayat RS Cikini dijaga ketat oleh tentara yang melarang siapa pun mendekat. Pada hari yang sama, sejumlah wartawan yang sempat masuk ke kamar mayat RSCM menjumpai puluhan mayat yang penuh luka penganiayaan.

Komnas HAM menyimpulkan 5 orang tewas, 149 orang luka-luka, 23 hilang, dan 136 ditahan akibat peristiwa itu.

Penyelidikan digelar dengan kewenangan terbatas Komnas HAM, tetapi tak pernah ada tindak lanjut. Pihak ABRI saat itu menuding kerusuhan dimotori kekuatan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Partai Rakyat Demokratik (PRD) turut dituding jadi dalang kerusuhan.

Aktivis PRD Budiman Sudjatmiko yang kini jadi anggota DPR dari PDI-P dijebloskan ke penjara dengan hukuman 13 tahun penjara.

Keluarga korban tragedi 27 Juli bersama massa dari Forum Komunikasi Kerukunan 124, Rabu (27/7/2011), mendatangi bekas kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta, untuk memperingati 15 tahun peristiwa tersebut.

Mereka mendesak Presiden menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia, termasuk tragedi 27 Juli 1996.

China Konfirmasi 46 Kasus Baru Corona, 22 di antaranya di Xinjiang, Dunia Waspada!

Pilkada 2020, KPU Sumba Timur Sortir Stiker Coklit

Kisah Karolina Menjerit di Tengah Pandemi Corona, Banting Stir Buat Masker Hingga VCO, Ini Hasilnya

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato saat pengumuman pasangan calon kepala daerah di kantor PDIP, Menteng, Jakarta, Rabu (19/2/2020).
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato saat pengumuman pasangan calon kepala daerah di kantor PDIP, Menteng, Jakarta, Rabu (19/2/2020). ((Dokumen PDI-P))

Megawati Memilih Diam...

Pasca insiden itu, Megawati menyerukan pendukungnya untuk tenang sembari menunggu hasil gugatan terhadap pemerintah dan Soerjadi di pengadilan.

Megawati akhirnya kalah dalam gugatan itu. Kekalahan itu justru menguatkan posisinya dalam kontestasi politik.

PDI Perjuangan yang dibentuknya menang pemilu dan ia menjadi wakil presiden bagi Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Di era pemerintahan Gus Dur, penyelidikan Kudatuli kembali dibuka.

Saat itu, tekanan publik terutama dari keluarga korban sangat kuat. Ini ditambah sikap politik baru polisi terhadap militer pasca-pemisahan TNI-Polri.

Penyelidikan Peristiwa 27 Juli yang mengarah ke sejumlah petinggi militer secara tak langsung akan memperlancar proses pemisahan.

Gus Dur memperhatikan betul penyelesaian 27 Juli. Begitu pula isyarat kuat dari Megawati kala itu.

Namun, penyelidikan tidak berjalan lancar. Para penyidik diteror untuk tidak melanjutkan.

Masalah teknis pembuktian yang rumit membuat penyelidikan 27 Juli 1996 sangat lambat.

Soerjadi dan sejumlah orang lainnya sempat dijadikan tersangka dan ditahan, tetapi kasusnya menggantung tak kunjung dilempar ke kejaksaan. Setelah menjadi presiden pada 2001, Megawati tetap memilih diam.

Disinyalir ada pertentangan kepentingan yang dihadapi Mega menyangkut insiden 27 Juli 1996.

Menurut Peter Kasenda dalam Peristiwa 27 Juli 1996: Titik Balik Perlawanan Rakyat (2018) Megawati dihadapkan pada kebutuhan untuk memelihara demokrasi dan stabilitas pemerintahan yang sedang dibangunnya.

Dukungan PDI-P di DPR tidak mayoritas dan kekuasaannya belum sepenuhnya terkonsolidasi. Megawati membutuhkan dukungan dari militer.

Di sisi lain, ia dituntut korban dan keluarga korban peristiwa Kudatuli untuk mengusut peristiwa yang terjadi.

Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang menjadi pengacara korban beberapa kali menanyakan komitmen Megawati dalam mengungkap kasus 27 Juli 2996.

Dalam pertemuan dengan TPDI, Megawati menyadari dirinya mempunyai tanggung jawab moral terhadap korban. Namun, ia masih membutuhkan waktu untuk mengetahui tingkat resistensi militer.

Ia juga mengatakan kepada TPDI bahwa penyelesaian Kudatuli tidak perlu melibatkan semua tentara. Cukup satu orang yang diadili, yakni Pangab Jenderal (Purn) Feisal Tanjung.

Namun, pihak TNI keberatan atas permintaan Megawati. Pasalnya jika Feisal yang diminta pertanggungjawaban, itu sama saja dengan menggugat kebijakan TNI secara keseluruhan.

Resistensi ini akhirnya membuat Megawati diam dan memilih "menjaga" hubungan baik dengan militer. Bahkan, Sutiyoso yang saat itu menjabat Pangdam Jaya didukung Presiden Megawati menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Pengadilan Koneksitas yang digelar di era Megawati hanya mampu membuktikan seorang buruh bernama Jonathan Marpaung yang terbukti mengerahkan massa dan melempar batu ke Kantor PDI.

Ia dihukum dua bulan sepuluh hari. Sementara dua perwira militer yang disidang, Kol CZI Budi Purnama (mantan Komandan Detasemen Intel Kodam Jaya) dan Letnan Satu (Inf) Suharto (mantan Komandan Kompi C Detasemen Intel Kodam Jaya) divonis bebas. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com, dengan judul "Peristiwa Kudatuli, 27 Juli 1996 Saat Megawati Melawan Tetap Berakhir Diam... https://nasional.kompas.com/read/2020/07/27/10170991/peristiwa-kudatuli-27-juli-1996-saat-megawati-melawan-tetapi-berakhir-diam?page=all#page2

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved