News

Kisah Karolina Menjerit di Tengah Pandemi Corona, Banting Stir Buat Masker Hingga VCO, Ini Hasilnya

Usahanya bisa dibilang macet total. Omset penjualan semua produk terjun bebas hingga ke titik terendah.

Editor: Benny Dasman
antara
Karolina 

POS KUPANG, COM, KUPANG - Jam dinding di toko Ensikei (Nita's Collections Kupang) yang terletak di bilangan Kota Baru Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu, telah menunjukkan pukul 17.16 WITA. Tak ada hiruk pikuk pengunjung di dalam toko berukuran sekira 4-6 meter persegi itu.

Di dalam toko kecil itu, empat orang wanita paruh baya tampak sibuk membuat kerajinan tangan dari kain tenun seperti gelang tangan, anting, kalung, tas dan baju tenun sambil berharap dikunjungi pembeli.

"Kami kira ada pembeli yang datang mengunjungi toko kami, karena selama sepekan terakhir ini, belum ada pengunjung yang datang untuk berbelanja," kata pemilik UKM Ensikei, Karolina Yunita Yalla-Liwulangi.

Dia menuturkan selama pandemi COVID-19 ini, usahanya bisa dibilang macet total. Omset penjualan semua produk terjun bebas hingga ke titik terendah.

Sebelum pandemi, kata Karolina, omset penjualan dari usaha mandiri dengan empat karyawan itu, bisa mencapai 10-15 juta sebulan.

Namun, ketika pandemi COVID-19 mulai merebak, sejak Maret hingga Juli 2020 ini, pendapatan dari usaha ini bisa dibilang nol rupiah.

Jual obral
Perintis Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) SMART Learning Center Kupang itu menambahkan, sempat mengalihkan usahanya untuk mengikuti keinginan pasar dan mengobral barang-barang jualan, agar bisa bertahan hidup.

"Saya sempat banting stir untuk menjahit masker kain karena permintaan masker meningkat selama pandemi, dan membuat minyak VCO (virgin coconut oil) supaya ada pemasukan, agar usaha bisa tetap jalan," katanya.

Selain menyiapkan produk baru berupa masker dan minyak VCO, semua produk diobral dengan harga murah hanya untuk menarik pembeli.

"Sampai saat ini banyak produk yang kami masih obral, mulai dari anting-anting sampai dengan produk-produk kain tenun ikat," katanya.

Ibu tiga anak itu mengatakan, kain tenun yang biasanya dijual dengan harga Rp2,5 juta per helai saat ini diobral dengan harga Rp2,3 per helai.

Anting-anting tenun dan anting-anting import yang sebelumnya dijual dengan harga Rp50 ribu, diobral jadi Rp35 ribu, dan anting-anting biasa dari Rp25 ribu menjadi Rp10 ribu.

Sementara untuk baju sepenuhnya tenun ikat lengan panjang laki-laki dari Rp400 ribu diobral menjadi Rp300 ribu, baju kemeja tenun dari Rp350 ribu menjadi Rp250 ribu.

Namun, berbagai upaya untuk menarik minat pembeli mulai dari mengobral barang dagangan, dan membuat produk baru sesuai selera pasar belum juga mampu meningkatkan pendapatan usaha karena sepinya minat pembeli.

Jualan via daring
Dia mengaku baru mendapat pinjaman tambahan modal untuk membuka kembali toko, sekaligus memulai melakukan penjualan secara daring.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved