Lembata Darurat Kekerasan Anak

Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM) peduli perempuan dan anak ( Permata) Lembata memaparkan data kekerasan terhadap anak

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/Ricko Wawo
Peringatan Hari Anak Nasional di Sekretariat LSM Permata di Waikomo, Lewoleba, Kamis (23/7/2020). 

POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Pada Hari Anak Nasional, Kamis (23/7/2020), Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM) peduli perempuan dan anak ( Permata) Lembata memaparkan data kekerasan terhadap anak yang mereka tangani sepanjang tahun 2019 dan 2020.

Ketua LSM Permata, Maria Loka, menyebutkan secara nasional Indonesia termasuk darurat kekerasan seksual anak. Namun demikian, untuk lingkup yang lebih kecil, Kabupaten Lembata termasuk salah satu kabupaten dengan tingkat kekerasan terhadap anak cukup tinggi dan sudah masuk kategori darurat.

Pada tahun 2019, Maria memaparkan, total yang terdata ada sembilan kasus kekerasan anak berupa kekerasan fisik, seksual, psikis dan penelantaran.

Penjelasan Rektor Undana Kupang Terkait Aksi Ormawa

Kasus tersebut ada yang diselesaikan secara hukum dan ada yang melalui proses mediasi.
Kemudian pada tahun 2020, angka kekerasan anak meningkat tajam yakni mencapai 24 kasus kekerasan fisik, seksual, psikis dan penelantaran.

"Ini kekerasan luar biasa yang dilakukan orang dewasa. Mereka ini generasi masa depan. Kalau tumbuh kembang mereka tidak kita jaga maka mau jadi apa Lembata ke depan," ungkap Maria saat acara Peringatan Hari Anak Nasional di Sekretariat LSM Permata di Waikomo, Lewoleba, Kamis (23/7/2020).

Lembaga Zakat BMH Perwakilan NTT Distribusikan Hewan Kurban di 13 Kota dan Kabupaten

Menurut Maria, kasus kekerasan anak di Lembata memang ada yang tidak masuk dalam data oleh lembaganya karena tidak terjangkau. Jika demikian, maka ada banyak kekerasan yang dilakukan terhadap anak-anak.

Dia mengungkapkan saat ini juga ada sekitar 10 anak yang sedang dalam keadaan hamil. Kasus kehamilan anak ssmacam ini, lanjutnya, juga banyak terjadi di Lembata.

"Apa yang terjadi dengan anak anak dalam kandungan? Mereka tidak siap karena kecelakaan. Mereka tidak disiapkan. Kekerasan berikutnya akan terus berlanjut," imbuh Maria.

"Tahun ini kami mengajak agar kita mulai dari diri kita, keluarga dan lingkungan. Kita bergandeng tangan bersama dan melindungi anak-anak kita. Kita gandeng tangan untuk putus mata rantai kekerasan anak Indonesia," harapnya.

Fenomena kekerasan anak di Lembata ini juga disoroti khusus oleh pegiat sosial Nefri Eken atau yang akrab disapa Mane.

Menurut pendapatnya, di Lembata fungsi kontrol orangtua terhadap anak juga masih sangat lemah. Apalagi, pernikahan anak juga ada yang terjadi di Lembata.

Mereka menikah karena terpaksa. Lalu, akhirnya cerai dan mengalami kekerasan.

Mane mengatakan peran pemerintah dan orangtua itu sangat penting dalam tumbuh kembang anak.

"Saya sangat peduli untuk anak-anak di Lembata. Beda sekali zaman sekarang. Pendidikan budaya juga kurang, mereka tidak peduli dan minim inisiatif," aku Mane.

Selanjutnya, perwakilan orangtua Sius Lolonrian mengatakan kalau orangtua memang harus menjadi pendidik pertama dan utama. Orangtua punya peran jadi pendidik yang pertama dan utama.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved