Ende, Rahim Pancasila: Reinkarnasi Soekarno dari Orator Kemerdekaan Menuju Konseptor Kenegaraan

Ende, ibu kota Kabupaten Ende di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur ( NTT), tidak bisa dipisahkan dari Bung Karno dan Pancasila

Editor: Kanis Jehola
ISTIMEWA
Anggota DPR RI, Ansy Lema saat berada di situs rumah pengasingan Bung Karno di Ende 

Perkiraan mereka salah. Ende justru menjadi daerah paling tepat bagi reinkarnasi perjuangan Soekarno. Tanah Ende punya daya "magis".

Konteks masyarakat Ende saat itu menyediakan political silence yang mendukung `kelahiran baru" Soekarno sebagai pejuang kemerdekaan bangsa yang lebih militan.

Masa pembuangan Soekarno di Ende justru menjadi blessing in disguise yang menyiapkan Soekarno bagi puncak kemerdekaan dan perumusan Pancasila sebagai dasar-falsafah negara.

Di Ende, Soekarno menempa diri bukan hanya sebagai seorang orator kemerdekaan, tetapi berkembang menjadi konseptor kenegaraan.

Jauh dari teman-temannya pejuang kemerdekaan, para loyalisnya dan hiruk-pikuk pergerakan politik, Bung Karno lebih banyak menghabiskan waktunya untuk merenung.

Dengan demikian, buah pemikiran Soekarno tentang Pancasila tidak muncul tiba-tiba.

Pancasila hadir sebagai hasil dari proses perenungan diri Bung Karno, kontemplasi dan refleksinya secara mendalam selama hidup di Ende.

Dikutip dari buku "Bung Karno dan Pancasila, Ilham dari Flores untuk Nusantara", dikisahkan saat di Ende, Bung Karno menjadi lebih banyak merenung dan berpikir daripada sebelumnya.

Ia lebih reflektif-kontemplatif saat di Ende sebab tak banyak aktivitas politik yang bisa ia lakukan di kota kecil nan sunyi yang jauh dari ibu kota dan pusat pergerakan.

Dalam hening, Bung Karno tertarik lebih dalam belajar soal Islam.

Ia juga secara seksama memerhatikan praktek hidup berdampingan secara damai antara penganut Muslim dan umat Katolik lokal di Ende.

Ende memberi pesan, keberagaman bukan beban, melainkan aset yang menyatukan-menguatkan Indonesia.

Di Ende Bung Karno menyaksikan pergaulan akrab masyarakat pesisir pantai yang Islam dan orang gunung yang Katolik.

Tak ada prasangka buruk di antara mereka. Gereja Katolik bahkan dibangun di atas tanah milik keluarga Muslim Ende yang dihibahkan ke misionaris Katolik.

Demikian pula, pembangunan Mesjid juga dibantu umat Katolik.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved