PPK Dinas PUPRP Mengundurkan Diri Secara Massal, Pembangunan di Lembata Terancam Mandek
Para PPK Dinas PUPRP mengundurkan diri secara massal, pembangunan di Kabupaten Lembata terancam mandek
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
Para PPK Dinas PUPRP mengundurkan diri secara massal, pembangunan di Kabupaten Lembata terancam mandek
POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Sebanyak 17 Pejabat Pembuat Komitmen ( PPK) pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perhubungan ( PUPRP) Kabupaten Lembata mengajukan surat permohonan pengunduran diri secara massal kepada Plt Kepala Dinas PUPRP.
Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur pun langsung melakukan pertemuan dengan para PPK yang mengajukan permohonan pengunduran diri di ruang kerjanya, Jumat (6/3/2020) guna mendengar langsung keluhan dan alasan mereka melakukan pengunduran diri beramai-ramai tersebut.
• Pilkada 2020 - 11 ASN dari NTT yang Dilaporkan ke Komisi ASN Karena Lakukan Hal Ini
Keseluruhan pembangunan yang ditangani Dinas PUPRP Kabupaten Lembata pun terancam mandek.
Sekretaris Daerah Kabupaten Lembata Paskalis Ola Tapobali menerangkan adanya pengunduran diri ini pertama akan berdampak pada penyerapan anggaran yang tidak akan sesuai target dan pelayanan publik sudah pasti terganggu karena paket pekerjaan pembangunan tidak selesai.
"Dalam rangka mendukung penyelenggaraan pemerintahan surat yang diterima bupati ini sangat mengganggu penyelenggaraaan pemerintahan," ungkap Paskalis.
• Wabup Flotim: Perebutan Lahan di Sandosi Hanya Bisa Selesai dengan Budaya Lamaholot
Salah satu PPK yang tidak mau namanya disebut menjelaskan tiga alasan mendasar mengapa mereka mengajukan permohonan pengunduran diri.
Tiga alasan ini juga tertuang dalam surat yang mereka berikan sebagaimana diterima POS- KUPANG.COM.
Alasan pertama, merasa tidak nyaman dalam mengendalikan kontrak berdasarkan pengalaman sebagai PPK pada tahun-tahun sebelumnya dan saat ini; kedua, beban tugas dan tanggungjawab serta risiko hukum yang dihadapi dalam mengendalikan kontrak tidak sesuai dengan honorarium yang dianggarkan.
Ketiga, tidak adanya anggaran untuk peningkatan kemampuan PPK dalam mengendalikan kontrak.
Salah satu PPK bahkan mengungkapkan alasan mereka mengundurkan diri ialah mereka sudah tidak merasa nyaman dalam bekerja karena terus-terusan dipanggil oleh aparat penegak hukum.
Padahal menurut dia, sejumlah proyek yang diawasinya masih dalam tahapan pemeliharaan dan sudah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Saya dipanggil pada hari senin, jadi paket yang diperiksa itu paket tahun anggaran 2019, paket yang masih dalam masa pemeliharaan, sebagai manusia kami merasa tidak nyaman saja," ungkapnya.
Sejumlah PPK mengatakan mereka berulang-ulang dipanggil aparat penegak hukum untuk proyek tertentu atas dasar pengaduan masyarakat dan hal ini mengganggu kenyamanan mereka karena mereka bisa saja langsung dituduh melakukan tindak pidana oleh masyarakat.
Salah satu PPK yang bernama Alo mengaku merasa kurang nyaman karena dipanggil polisi.