PPK Dinas PUPRP Mengundurkan Diri Secara Massal, Pembangunan di Lembata Terancam Mandek

Para PPK Dinas PUPRP mengundurkan diri secara massal, pembangunan di Kabupaten Lembata terancam mandek

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/Ricko Wawo
Sebanyak 17 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Perhubungan (PUPRP) Kabupaten Lembata mengajukan surat permohonan pengunduran diri secara massal kepada Plt Kepala Dinas PUPRP. Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur pun langsung melakukan pertemuan dengan para PPK yang mengajukan permohonan pengunduran diri di ruang kerjanya, Jumat (6/3/2020) 

"Melihat kondisi ini kita bekerja dalam suasana seperti ini. Kita minta langkah yang menguatkan PPK. Tidak ada pendampingan sama sekali untuk kami. Saat masalah kita seperti jalan sendiri. Kita minta ada pendampingan bagian hukum untuk kami. Apalagi kami tanda tangan kontrak itu dengan pemda," tegasnya.

Sementara itu Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur menerima surat permohonan pengunduran diri dari PPK Dinas PUPRP ini dan segera membuat jadwal bertemu dengan Kapolda NTT untuk membahas masalah ini.

"Ini perlu diselesaikan benar. Saya akan bicara dengan Kapolda. Kalau Kapolda tidak bisa saya akan ke Kapolri bahkan bisa sampai ke presiden. Presiden sudah harap kepala daerah untuk percepat penyerapan anggaran. Jadi saya akan bawa masalah ini juga sampai ke Kapolri dan Presiden," tegasnya.

"Untuk sementara pengunduran diri kalian kami terima. Sambil kita berproses. Soal honor-honor itu kita akan usulkan di perubahan anggaran," lanjutnya.

Dia berpendapat masalah ini akan dia bawa ke Kapolda NTT, apalagi ada proyek-proyek yang masih dalam masa pemeliharaan sehingga masih ditangani rekanan.

Menurut dia, pemeriksaan oleh aparat penegak hukum baru bisa dilakukan jika ditemukan adanya indikasi penyuapan atau gratifikasi dalam proses pengerjaan.

Menurut dia, Presiden Joko Widodo juga sudah memberi instruksi supaya penyerapan anggaran dilakukan di setiap daerah dan tidak ada pihak yang menghambat proyek-proyek pembangunan di daerah.

Pengunduran diri ini dinilai akan sangat merugikan masyarakat Lembata sendiri.

Sementara itu, Maria Goreti Meti, Kabag Layanan Pengadaan Barang dan Jasa, menyebutkan Perpres 16 Tahun 2018 pasal 77 tentang pengaduan masyarakat menyebutkan masyarakat mengajukan pengaduan kepada Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Aparat penegak hukum mengajukan pengaduan masyarakat kepada penegak hukum untuk ditindaklanjuti.

"Selama ini terjadi pengaduan masyarakat, aparat penegak hukum langsung panggil kami. Apabila ada indikasi kerugian negara baru dilanjutkan ke aparat penegak hukum. Dalam satu tahun saya bisa empat sampai lima kali dipanggil jaksa dan polisi, lalu wartawan juga langsung menulis memojokkan kami, secara psikologis saya juga terganggu," imbuhnya.

Dia menyebutkan mereka juga tidak didampingi bidang hukum sebagaimana yang termuat dalam undang-undang.

Dia meminta pemerintah memperkuat APIP sehingga setiap ada pengaduan dari masyarakat APIP dulu yang menghadap aparat penegak hukum. Apalagi kontrak antara penyedia dan PPK itu kontrak Perdata jadi selama ada kesepakatan yang bisa diselesaikan kedua pihak maka tidak ada unsur pidana.

"Kecuali ada salah satu pihak ada wanprestasi, dan ada temuan tapi setiap kali ada laporan kami langsung dipanggil," urainya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo)

* Zona Integritas

Laporan Wartawan Pos Kupang, Com, Richo Wawo

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved