Vonis Pelajar Bunuh Begal
ZA Pelajar Bunuh Begal di Malang Divonis 1 Tahun Pembinaan, Keluarga Menerima, Ahli Hukum Keberatan?
ZA, pelajar pembunuh begal di Malang akhirnya divonis 1 tahun pembinaan. Keluarga menerima vonis tersebut, tapi tidak dengan ahli hukum.Ini alasannya
Ahli hukum pidana UB, Lucky Endrawati mengatakan sebelum membahas dan menganalisis putusan tersebut, ada baiknya membahas beberapa hal terlebih dahulu.
"Jadi ada beberapa hal terkait jalannya persidangan dimana saat itu saya hadir sebagai saksi ahli.
Pertama, yaitu sidang dilakukan secara tertutup karena pelaku adalah anak namun di surat dakwaan jaksa tidak merujuk atau menjucto kan pada UU 11 / 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)."
"Kedua, yaitu tentang pasal 340 pembunuhan dengan rencana atau pasal 338 pembunuhan dalam bentuk pokok juga tidak cermat karena pasal tentang pembunuhan yang mana tujuan akhirnya untuk membunuh sedangkan pelaku melakukannya untuk pembelaan darurat yang melampaui batas yaitu pasal 49 ayat (2) dimana pelaku mengalami keguncangan jiwa yang hebat sebagai adanya ancaman atau serangan dari para begal."
"Dan terakhir yang ketiga adalah ada alasan pemaaf sehingga pelaku melakukan perbuatan seperti yang dituduhkan jaksa sehingga ada alasan untuk menghapus pidana pelaku," ujar Lucky Endrawati kepada TribunJatim.com, Kamis (23/1/2020).
Lucky Endrawati menjelaskan, untuk tuntutan yang telah dibacakan oleh jaksa juga tidak sesuai atau tidak linear dengan dakwaan yg diajukan oleh pihak jaksa sendiri.
"Yang paling mencolok adalah tuntutan berupa pembinaan selama setahun.
Dimana jaksa tidak pernah menyinggung tentang UU 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Padahal tentang tindakan pembinaan diatur oleh undang undang tersebut," tambahnya.
Oleh karena itu, Lucky Endrawati melihat, ada ketidakkonsistenan rumusan norma dalam pasal yang disusun dan dibuat oleh jaksa.
"Bisa saya katakan terjadi kekacauan norma pidana. Dengan demikian, kalau sudah dari awal tidak konsisten maka hasil akhirnya juga tidak konsisten penerapan norma pidananya," jelasnya.
Lucky Endrawati mengaku, sangat keberatan terhadap putusan persidangan ZA.
"Hakim memang punya kebebasan dalam menjatuhkan putusan namun secara yuridis, hakim dibatasi untuk menjatuhkan putusan sesuai tuntutan jaksa.
Dan tuntutan jaksa itu tidak konsisten dengan penerapan norma pidananya sehingga tentunya saya merasa keberatan terkait putusan persidangan tersebut," pungkasnya. (TribunNewsmaker/*)