Hari HAM 2019, Save Jurnalis, Selamatkan Wartawan Dalam Karya Jurnalistiknya di Indonesia
Hari HAM 2019, Save Jurnalis alias Selamatkan Wartawan Dalam karya jurnalistiknya di Indonesia
Penulis: OMDSMY Novemy Leo | Editor: OMDSMY Novemy Leo
POS-KUPANG.COM - Hari HAM 2019, Save Jurnalis alias Selamatkan Wartawan Dalam Karya Jurnalistiknya di Indonesia
Perlindungan terhadap Pers dan menjamin kebebasan Pers dalam menghasilkan karya menjadi tema besar dalam perayaan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional di Jakarta, Senin (10'12/2019).
Hal ini dikemas dalam Seminar Nasional dengan tema "HAM, Kemerdekaan Pers, Perlindungan dan Keselamatan Jurnalis di Indonesia", di Erasmus Huis - Jakarta, Selasa (10/12/2019) lalu.
Acara dihadiri Lambert Grijns Duta Besar Kerajaan Belanda; Owen Jenkins, Duta Besar Besar Kerajaan Inggris; Jonny G. Plate, Menteri Komunikasi dan Informatika; Prof. Dr. Ir. KH. Muhammad Nuh, Ketua Dewan Pers AJI diwakili Agus Sudibyo, Choirul Anam dari Komnas HAM, Abdul Manan dari AJI, Qaris Tajudin dari Tempo Institute.
Kegiatan ini dilaksanakan Kedutaan Belanda, Kedutaan Inggris dan IMS, didukung MediaLink, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) dan Lembaga Pendidikan Dr. Soetomo (LPDS).
Duta Besar Belanda, Lambert Grijns mengatakan, kebebasan pers adalah satu elemen penting dalam negara demokrasi. Media merefleksikan kesamaan dan perbedaan yang ada di dalam masyarakat. Peran media seperti layaknya sebuah cermin masyarakat menjadikan jurnalisme bagian penting dalam good governance – pemerintahan yang baik. Dengan adanya debat dan diskusi, demokrasi bertumbuh.
"Ketika ada perbedaan pendapat, ada kebenaran yang dapat kita temukan. Untuk itu, media dan jurnalis memegang peran kunci. Media juga memegang peran kunci dalam pertumbuhan demokrasi di Indonesia terutama sejak 20 tahun terakhir," kata Lambert.
Lambert mengatakan, Undang-Undang Pers tahun 1999 memberikan wadah perlindungan bagi jurnalis dan awak media dan melindungi hak-hak jurnalis. Ada ratusan hingga ribuan media di Indonesia , menjadi cerminan atas kebebasan pers di negara ini.
"Pemerintah Belanda sangat menjunjung tinggi kebebasan pers sebagai sesuatu yang sifatnya mutlak dan tidak bisa ditawar. Dan kebebasan media tersebut menjadi syarat penting demokrasi, agar masyarakat mendapatkan informasi yang berimbang dan fakta yang akurat," kata Lambert Grijns.

Di Belanda, demikian Lambert Grijns, ada tradisi panjang kebebasan pers.
"Kebebasan berpendapat adalah satu prioritas bagi kami. Bukan berarti semuanya sempurna di negara kami. Seperti halnya di Indonesia, jurnalis di Belanda pun mengalami ancaman fisik dan mental, terutama dari kejahatan terorganisir atau organized crime," kata Lambert Grijns.
Duta Besar Belanda Lambert Grijns mengakui dinegaranya juga mulai berkembang diskursus tentang kebebasan berpendapat.
"Selama ini kita beranggapan bahwa kebebasan berpendapat itu sesuatu yang mutlak. Tapi apakah betul demikian? Bagaimana dengan kebebasan berpendapat yang menghina atau bahkan mengancam kelompok tertentu? Sampai mana kebebasan berpendapat itu bisa dan harus dilindungi? Apakah ada batasannya? Mungkin ini salah satu topik yang bisa kita diskusikan bersama hari ini, misalnya
dalam konteks bagaimana media merepresentasikan kelompok minoritas," gugah Lambert Grijns .
Dura Besar Belanda, Lambert Grijns mengungkapkan, tahun 2019, Pemerintah Belanda mengeluarkan 27 juta Euro untuk mendukung berbagai inisiatif kebebasan pers di dunia, dan salah satu tema utama yang menjadi prioritas adalah keselamatan jurnalis.
"Banyak jurnalis yang dibunuh setiap tahun di seluruh dunia, dan kebanyakan kasus kekerasan terhadap jurnalis itu tidak dihukum. Ini adalah masalah yang sangat serius. Karena itu, saya senang sekali kita dapat mendedikasikan seminar nasional hari ini untuk mendiskusikan HAM, Kebebasan Jurnalis, dan Keselamatan Jurnalis di Indonesia," kata Lambert Grijns .
