Ayo Indonesia Selenggarakan Pelatihan Pelayanan Kesehatan Ramah Disabilitas di Cancar

Yayasan Ayo Indonesia Selenggarakan Pelatihan Pelayanan Kesehatan Ramah Disabilitas di Cancar

Penulis: Aris Ninu | Editor: Kanis Jehola
ISTIMEWA
Puskesmas Cancar dan Yayasan Ayo Indonesia selenggarakan pelatihan tentang Pelayanan Kesehatan Ramah Disabilitas di Cancar, Kecamatan Ruteng, Manggarai, Selasa (26/11/2019) pagi. 

Menurut dia, ada 8 hak penyandang disabilitas yang harus dipenuhi terkait dengan pelayanan kesehatan, antara lain hak
1. memperoleh informasi dan komunikasi yang mudah diakses dalam pelayanan kesehatan
2. memperoleh kesamaan dan kesempatan akses atas sumber daya di bidang kesehatan
3. memperoleh kesamaan dan kesempatan pelayanan yang aman, bermutu dan terjangkau
4. memperoleh kesamaan dan kesempatan secara mandiri dan bertanggungjawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya
5. memperoleh alat bantu kesehatan berdasarkan kebutuhannya
6. memperoleh obat yang bermutu dengan efek samping yang rendah
7. memperoleh perlindungan dari upaya percobaan medis dan
8. memperoleh perlindungan dalam penelitian dan pengembangan kesehatan yang mengikutsertakan manusia sebagai subyek

Berdasarkan amanah udang-undang ini maka petugas kesehatan, kata Rodulf harus memberi pelayanan yang baik dan ramah kepada penyandang disabilitas tuna netra yang berobat ke fasilitas kesehatan khususnya Puskesmas.

" Pelayanan kesehatan adalah pelayanan public yang bersifat mutlak dan erat kaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Untuk semua pelayanan yang bersifat mutlak, Negara dan aparaturnya berkewajiban menyediakan layanan yang bermutu dan muda didapatkan setiap saat. Salah satu wujud penyediaan layanan public di bidang kesehatan adalah Puskesmas, yang mana tujuannya adalah menyediakan/memberikan layanan bermutu dan masyarakat sebagai pengguna layanan merasa puas. Puskesmas sebagai salah satu tempat pelayanan public, pertugasnya berkewajiban memberi pelayanan kepada semua pengunjung, tak terkucuali penyandang disabilitas," ungkap salah satu Pengurus PERTUNI Cabang Manggarai ini.

Sedangkan pada simulasi tentang cara melayani pasien dengan disabilitas tuna netra, Rodulf menjelaskan kepada peserta bahwa petugas loket harus ramah dan menyambut pasien disabilitas dengan penuh kasih dan bersikap peduli serta berkomunikasi yang baik. Kemudian lanjut Dia petugas loket harus membimbing dan menuntun pasien tunanetra ke loket pendaftaran dengan cara, tangan penuntun harus memegang tangan dari pasien atau bergandengan tangan saat menuju tempat duduk untuk antri menunggu pemeriksaan berdasarkan nomor antri.

"Petugas kesehatan harus menyebut ulang nomor antri dengan ramah agar si pasien merasa nyaman dan sebelum pemeriksaan dilakukan petugas menanyakan dokumen, seperti KTP dan BPJS setelah itu, menanyakan keluhan yang dirasakan si Pasien dengan bahasa yang jelas dan tidak terburu-buru untuk memastikan Poli mana yang akan melayani pasien tersebut. Ketika menuju poli petugas tetap menuntun dan mendampingi,"jelas Rodulf.

Donatus Monggo, petugas Loket di Puskesmas Cancar, salah satu peserta pelatihan menilai simulasi ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya dalam melayani pasien tunanetra. Cara melayani pasien tunanetra yang disimulasikan tadi, ungkap Donatus merupakan hal yang baru dan sebagai petugas loket maka cara melayani pasien disabilitas tunanetra harus dengan senang hati dan penuh rasa peduli.

Yakonus Roka, S.Kep pada pemaparan materinya tentang aksesibilitas yang ramah bagi penyandang disabilitas lebih menekankan pada pemahaman aksesibilitas itu sendiri. Menurut dia Aksesibilitas yang dimaksudkan adalah kemudahan yang disediakan bagi semua orang termasuk penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Semua orang dapat melakukan aktivitasnya dengan aman, mudah, mandiri dan tanpa diskriminasi.

Terkait aksesibilitas pada Fasilitas Kesehatan, kata Yakobus harus dapat dicapai, dimasuki dan dipergunakan oleh penyandang disabilitas tanpa membuat mereka merasa dikasihani dan dibedakan.

Pemateri terakhir yang mempresentasikan tentang my bodi is mine (MBIM), Kornelia Aneng, S,Tr.Keb lebih menyoroti hal yang berkaitan dengan upaya mencegah anak-anak difabel dari pelecehan seksual.

Menurut Kornelia, semua harus bertanggungjawab untuk menjelaskan kepada anak-anak remaja disabilitas tentang bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh siapapun khususnya bagian tubuh yang ditutupi oleh pakaian. Jika ada orang yang mencoba melakukannya maka harus ditolak dan bila perlu berteriak minta tolong kepada orang terdekat untuk mencegah terjadinya kejahatan terhadap tubuh anak-anak remaja. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Aris Ninu)

Sumber: Pos Kupang
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved