Mitigasi Gagal Panen, Keuskupan Larantuka Buka Demplot Sorgum di Lembata
Larantuka melalui Yayasan Pembangunan Sosial Keuskupan Larantuka (Yaspensel) membangun demplot atau kebun contoh tanaman sorgum di Ibukota Kabupaten L
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM-LEWOLEBA-Keuskupan Larantuka melalui Yayasan Pembangunan Sosial Keuskupan Larantuka (Yaspensel) membangun demplot atau kebun contoh tanaman sorgum di Ibukota Kabupaten Lembata, Lewoleba.
Di atas lahan seluas 1 hektar lebih ini, masyarakat petani Lembata akan diajarkan teknik menanam Sorgum.
Bencana kekeringan dan gagal panen tanaman padi dan jagung pada beberapa tahun terakhir telah menimpa petani-petani di Kabupaten Lembata. Selama tahun 2019 beberapa desa di wilayah tanjung Kecamatan Ile Ape para petani mengalami gagal panen yang sangat tinggi.
Data yang Badan Penanggulangan Daerah (BPBD) Kabupaten Lembata menunjukan sebanyak 5.303 keluarga dan 16.265 jiwa yang terdampak kekeringan selama tahun 2019.
Seorang petani dari Desa Bungamuda, Kecamatan Ile Ape, Mikhael Paokuma mengaku sebagian petani di wilayahnya mengalami gagal panen yang cukup besar.
"Beberapa dari kami membuka ladang di wilayah tanjung Ile Ape. Sebagian berhasil panen namun tidak banyak yang gagal."
• Ahok soal Makna Peringatan HUT RI, Pancasila Jangan Dijadikan seperti Pemadam Kebakaran
• Dua Mantan Gubernur Bertemu - Lebu Raya Dukung Ahok Kembangkan Jagung di NTT
"Hal ini disebabkan karena hujan berhenti saat jagung sedang berbunga. Jadi kami terpaksa harus menyesuaikan, tapi hujan ini tidak tentu. Kadang dia turun awal belum sampai dua bulan sudah tidak turun lagi hujannya," kata Mikhael.
Sebelum membuka demplot tanaman sorgum di Kota Lewoleba, Yaspensel Larantuka juga sudah melakukan pendampingan penanaman sorgum bagi petani tiga desa di Kabupaten Lembata.
• Pertemuan IlmiahTahunan ke 36 HATHI di Kota Kupang-NTT, Ini Tema yang Diusung
Petani di Desa Wuakerong didampingi sejak tahun 2016, Desa Wowong, Kecamatan Omesuri dan kelompok tani Bunga Muda Nulan Gere, di Desa Bunga Muda sejak tahun 2018.
Mikhael Paokuma sendiri merupakan satu di antara petani di Desa Bungamuda yang didampingi Yaspensel Larantuka.
Mikhael mengaku pendampingan yang diberikan Yaspensel Larantuka telah banyak mengubah pola pikirnya tentang mitigasi bencana gagal panen dan manfaat tanam sorgum.
"Sangat bermanfaat, tahun lalu di atas lahan seluas satu hektar kami berhasil memanen sorgum satu ton lebih," akunya.
Sebelum ke Lembata, Yaspensel Larantuka telah mendampingi beberapa kelompok tani desa di Kabupaten Flores Timur yang tersebar di tiga pulau yaitu Solor, Adonara dan Flores bagian Timur. Luas lahannya mencapai 770 hektar.
Sorgum hasil para petani ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan paska panen. Sementara itu, kelebihan hasil panen akan dijual ke beberapa perusahaan tata boga di Bali dan Jakarta.
"Jadi kami penuhi kebutuhan perut dulu baru bisa dijual," kata Kordinator Lapangan Yaspensel Larantuka, Jeri Letor kepada Pos Kupang, Kamis (15/8/2019).
Pegiat tanaman sorgum ini mengatakan dirinya bergabung dengan Yaspensel Larantuka pada tahun 2014 untuk memyikapi isu pemanasan global, kekeringan dan gagal panen yang ramai diberitakan saat itu.
"Gereja Katolik melihat perubahan iklim ini sangat berhubungan dengan petani," kata Jeri.
Ajakan untuk bergabung dengan Yaspensel milik Keuskupan Larantuka ini dinilai sebagai angin segar. Menurutnya, kampanye mitigasi gagal panen dengan menanam sorgum melalui Gereja Katolik akan lebih mudah daripada ia harus bergerak sendiri.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Yaspensel Larantuka, Romo Benyamin Daud, Pr kepada ucanews.com mengatakan, tidak hanya sebagai upaya pengurangan resiko bencana, namun gerakan ini sesungguhnya merupakan gerakan untuk mengembalikan pangan lokal.
"Yaspensel merupakan payung untuk gerakan ini di Kabupaten Flores Timur dan Lembata," kata Rm Benyamin.
"Kami sengaja membuka lahan ini di tengah kota, pinggir jalan dan di musim kemarau, supaya masyarakat Lembata tahu bahwa sorgum itu sangat adaptif dengan kekeringan dan bisa tumbuh di musim kemarau."
Romo Benyamin mengajak masyarakat Lembata khususnya kaum muda untuk memanfaatkan semua potensi yang ada di kampung, yang bisa diubah menjadi produk bernilai ekonomis, satu di antaranya adalah sorgum.
"Di kampung itu sangat banyak-banyak sekali potensi yang bisa dikembangkan, salah satunya sorgum ini."
Romo Benyamin mengatakan program Yaspensel Larantuka ini tidak hanya sekedar sebagai misi sosial Gereja Katolik.
Menurut Romo Benyamin, keberhasilan mengkampanyekan sorgum sejak di Flores Timur hingga Lembata ini merupakan jawaban Tuhan atas aksi puasa pembangunan (APP) Keuskupan Larantuka tahun 2011 tentang kedaulatan pangan.
Aksi ini akhirnya menemukan sosok Maria Loreta, pegiat sorgum asal Flores Timur. Ia dijuluki "Mama Sorgum" oleh petani di Flores Timur.
"Dari gerakan ini, munculah seorang yang sangat luar biasa, Ibu Loreta. Kami mulai jalam bersama untuk membumingkan gerakan sorgum di Flores Timur dan Lembata," pungkasnya. (*)