Opini Pos Kupang

Adven dan Praksis Elektoral

Pewartaan itu hadir dalam konteks ketidakpedulian Yehuda, terutama pemimpinnya pada upaya perbaikan kehidupan

Editor: Dion DB Putra
ilustrasi

Dengan demikian, dia tidak sekadar tampil sebagai produk dari sebuah kontestasi politik, tetapi juga lebih dari itu "datang" sebagai aktor yang memberi serentak merealisasikan harapan ditengah kegalauan sosial.

Harapan itu harus dimanifestasikan kedalam program-program liberatif, progresif dan emansipatif. Diatas semua itu, hati nuraninya mesti memiliki sensibilitas terhadap berbagai katerpurukan yang dialami rakyat. Sebab tanpa itu, dia akan memperalat rakyat demi kepentingannya.

Tokoh politik yang dihasilkan melalui pesta elektoral mesti melakukan tindakan politik altruik. Tindakan merupakan simbol utama karakter manusia (Arendt, 1958). Tindakan seperti ini selalu berkaitan dengan aspek publik, mengintegrasikan keutamaan-keutamaan publik. Tindakan itu juga memberi ruang pada terciptanya kebebasan, keadilan, perdamaian, kesejahteraan, penegakan nalar, primat diskursus sosial dan sederetan kebebasan demokratis lainnya.

Paradigma liberatif emansipatif mesti ditegakan dan terintegrasi menjadi komponen elementer yang terkover dalam setiap tindakan politik tersebut. Tindakan seperti ini memiliki karakter konsolidatif progresif. Harus ada hal baru yang memiliki efek "gregetan" bagi kehidupan bersama.

Hal ini juga memutlakan kesediaan untuk menyingkirkan kepentingan pribadi. Itu berarti berlandaskan kepentingan kolektif -publik. Semuanya mesti tunduk dibawah supremasi orientasi publik (rakyat). Hal seperti ini memestikan setiap tindakan politik berpijak pada cita-cita publik kebangsaan. Maka secara otomatis, tindakan tersebut harus sanggup memanifestasikan apa yang terdapat dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Seperti intervensi Allah melalui (pewartaan) nabi Yeremia, tindakan politik itu mesti melahirkan tunas keadilan dan menegakan kebenaran ditengah masyarakat. Tidak sekadar memberi harapan palsu, tetapi membuktikan bahwa harapan itu akan benar-benar direalisasikan.

Tidak hanya menampilkan kesanggupan verbalistik bombastik, tetapi memperlihatkan keberpihakan pada kepentingan rakyat. Tidak sekadar berkomitmen, tetapi sanggup mengagregasi harapan rakyat untuk diartikulasikan dalam tindakan konkrit. Tokoh politik mesti meyakinkan rakyat bahwa penderitaan sosial yang selama ini seringkali dialami, akan segera diakhiri.

Tokoh politik harus bisa tampil sebagai tunas keadilan ditengah ketidakadilan yang semenjak dulu melanda publik. Tokoh politik mesti menampilkan aktus altruik dengan meninggalkan kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Jadi tidak sekadar menaikan rating pribadi lantas mencederai kepentingan bersama. Tentu saja di sini, membutuhkan kecerdasannya dalam menganalisis problem masyarakat lalu diartikulasikan lewat gagasan serta tindakan solutif.

Sebagaimana Natal adalah momentum sakral dimana umat kristiani menantikan kedatangan sang pembebas manusia dari dosa, demikian juga praksis elektoral mesti menjadi momentum suci dimana rakyat mendapatkan tokoh politik yang membebaskan mereka dari ketidakadilan sosial.

Sebagaimana Natal adalah peristiwa yang membuktikan keberpihakan Allah kepada manusia, demikian jugalah praksis elektoral mesti menjadi momentum kelahiran tokoh politik yang berpijak dan berpihak pada kepentingan rakyat.

Praksis elektoral harus menjadi momentum memproduksi tokoh politik yang menjadikan kegelisahan, harapan, suka duka rakyat sebagai "detak nadi" kebijakan ataupun basis perjuangan politiknya.

Dengan demikian, Adven ataupun Natal tidak hanya berdimensi spiritual (kedatangan penebus yang menyelamatkan), tetapi berdimensi sosial politik dengan kelahiran tokoh yang menampilkan tindakan politik liberatif. Praksis elektoral mesti melahirkan tokoh yang merealisasikan harapan rakyat.*

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved