Opini Pos Kupang
Catatan Sastra untuk Gubernur Viktor Laiskodat
Pembangunan karakter adalah pembangunan jiwa yang mengintegrasikan persoalan moral dan keluhuran budi pekerti.
Oleh Yohanes Sehandi
Pengamat Sastra NTT dari Universitas Flores, Ende
POS-KUPANG.COM - Sepak terjang dan gebrakan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat setelah dilantik menjadi gubernur bulan September 2018 menarik perhatian masyarakat NTT.
Melalui sejumlah pernyataannya dalam berbagai sambutan, pidato, pengarahan, kuliah umum, dan keterangan pers, juga sikap tegasnya mengganti, menggeser, dan memecat sejumlah pejabat yang tidak becus dalam lingkup Pemprov NTT, menunjukkan Gubernur Laiskodat akan berjibaku mengeluarkan NTT dari sejumlah stigma dan citra buruk yang sudah terpatri selama ini.
Dalam merancang dan menggerakkan pembangunan NTT lima tahun ke depan, sebagai pengamat sastra NTT, saya ingin memberikan Catatan Sastra untuk Gubernur Laiskodat dan Wakil Gubernur Josef Nae Soi.
• Ramalan Zodiak Pisces di Minggu ini - Dengan Sedikit Ketegasan, ini yang Bakal Terjadi di Hari Jumat
• Drakor Clean With Passion For Now Rating Tertinggi di Episode 1, Malam ini Episode 2 Tayang
• Rayakan Ulang Tahun, Yuk Kepoin 9 Julukan Jin BTS yang Pernah Viral
Catatannya adalah bangunlah NTT secara berimbang, antara pembangunan fisik-material (jasmani) dan pembangunan mental-spiritual (jiwa). Pembangunan mental-spiritual adalah pembangunan karakter anak bangsa di Provinsi NTT.
Pembangunan karakter adalah pembangunan jiwa yang mengintegrasikan persoalan moral dan keluhuran budi pekerti. Unsur-unsur jiwa yang harus dibangun itu adalah pikiran, perasaan, kehendak, dan angan-angan. Adapun karakter adalah sifat atau ciri kejiwaan, akhlak, budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Syair lagu kebangsaan kita "Indonesia Raya," telah memberi isyarat tegas kepada para petinggi/pejabat negeri ini: "Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya." Bangunlah jiwanya adalah bangun mental-spiritual (karakter), bangunlah badannya adalah bangun fisik-material, seperti sarana dan prasarana.
Keduanya harus dibangun berimbang dan berkelanjutan. Kalau tidak maka perilaku barbar anak bangsa terus menghantui kita: ujaran kebencian, tawuran, persekusi, korupsi, pembunuhan, terorisme, tidak beradab, hoaks, dan berbagai perilaku barbar lain.
Pembangunan karakter anak bangsa dapat dilakukan antara lain melalui pengembangan potensi sastra. Sastra yang dimaksudkan di sini adalah sastra kreatif dengan berbagai jenis (genre).
Adapun jenis-jenisnya karya sastra adalah (1) prosa (novel, novelet, cerita pendek, cerita rakyat, dongeng, hikayat, mitos, legenda, fabel, dan lain-lain yang ciri khasnya bercerita/narasi), (2) puisi (syair, pantun, gurindam, pribahasa, bidal, tuturan adat, doa, balada, dan lain-lain yang ciri khasnya pemadatan makna kata/ungkapan), dan (3) drama (teater, pementasan, sinetron, film, monolog/dialog, dan lain-lain yang bersifat pertunjukan seni panggung).
Peran karya sastra dalam pembangunan karakter bangsa ibarat garam yang dilarutkan dalam air, tak terlihat garamnya, namun terasa asinnya. Dia nyata, namun sulit ditunjukkan wujudnya.
Peran sastra juga bagaikan bumbu masakan yang membuat masakan terasa lezat, gurih, dan bergairah. Pendidikan sastra adalah khas dan unik karena menumbuhkan kesadaran dari dalam diri sendiri, bukan dipaksakan dari luar seperti berbagai mata pelajaran di sekolah.
Sastra NTT memiliki potensi besar dalam pembangunan karakter anak bangsa di NTT. Sastra NTT yang dimaksudkan di sini adalah sastra Indonesia yang bertumbuh dan berkembang di Provinsi NTT ditulis dalam bahasa Indonesia.
Sastra NTT merupakan hasil karya para sastrawan NTT, mengandung unsur lokal kedaerahan NTT, dan memiliki kekhasan dibandingkan dengan sastra Indonesia di provinsi lain di Indonesia.
Selama delapan tahun terakhir ini saya melakukan penelitian khusus tentang sastra dan sastrawan NTT. Sudah tiga judul buku telah saya terbitkan. Berdasarkan hasil penelitian itu, ditemukan bahwa sejak 1955 orang NTT telah menulis dan mempublikasikan karya sastranya lewat berbagai media cetak bertaraf nasional.