Budaya Sadar Sampah dan Pariwisata NTT
Tanpa menafikan peningkatan kunjungan wisatawan ke NTT, satu isu penting yang perlu diperhatikan adalah sampah, terutama sampah plastik
Jika air mineral kemasan per gelas 240mL maka setiap orang diperkirakan membuang delapan gelas plastik ke lingkungan setiap hari. Jika 1% dari 5.5juta penduduk NTT mengonsumsi air kemasan setiap hari maka dalam 1 tahun sekitar 161 juta gelas plastik dibuang ke lingkungan di NTT.
Sampah plastik akan lebih banyak kalau ternyata orang Flobamora penggemar minuman gela melebihi 1%. Skenario menjadi lebih menyedihkan kalau mempertimbangkan akumulasi sampah plastik, mengingat gelas plastik membutuhkan sekitar 20 tahun untuk terurai sempurna.
Memang ada kesepakatan negara-negara Asia untuk membersihkan plastik di laut. Akan tetapi, tanpa mengatasi sumber sampah maka membersihkan sampah plastik di laut hanyalah usaha menaburkan garam ke laut. Semenjak rumah tangga adalah kontributor terbesar sampah plastik, maka penanganan sampah domestik sangat efektif menyelesaikan persoalan limbah plastik.
Nusa Tenggara Timur sebaiknya fokus mengembangkan kebijakan manajemen sampah rumah tangga agar mengurangi sampah plastik yang terbuang ke laut.
Dengan demikian, usaha membersihkan plastik di laut dapat menunjukkan hasil yang signifikan.Setidaknya ada tiga langkah pengelolaan sampah pada level rumah tangga yakni penguatan kapasitas masyarakat, insentif dan disinsentif pengelolaan limbah domestik, penyediaan infrastruktur sampah.
Pertama, masyarakat perlu diadvokasi untuk memahami untung dan ruginya mengelola sampah sejak di rumah sebelum ke tempat pembuangan akhir (TPA). Keluarga sadar sampah harus dibudayakan, termasuk menerapkan kebijakan 3R Reduce, Reuse dan Recycle) pada level rumah tangga.
Keluarga perlu dididik untuk konsumsi plastik seperlunya (reduce). Sebisa mungkin peralatan plastik dipakai berulang kali (reuse). Rumah tangga perlu diadvokasi untuk melakukan pendaur ulangan dan menghargai produk daur ulang (recycle).
Misalnya, ibu-ibu sebaiknya membawa kantong dari rumah ketika berbelanja. Kantong plastik dari toko bisa digunakan sebagai alas kotak sampah di rumah. Sampah plastik bisa dikumpulkan untuk kemudian dikirim ke pengumpul untuk didaur ulang.
Kedua, pemerintah memberikan insentif kepada keluarga yang melakukan manajemen limbah domestik secara bertanggung jawab dan sebaliknya memberi ganjaran kepada keluarga yang tidak menerapkan tata kelola sampah yang benar.
Pemisahan sampah antara organik dan non-organik (termasuk plastik dan logam) perlu dipromosikan di level rumah tangga dengan memberi insentif bagi mereka yang melakukannya. Sebaliknya, ganjaran yang efektif perlu dikenakan kepada mereka yang mengabaikan tata kelola sampah domestik.
Dengan menerapkan instentif dan disinsentif bagi pengelolaan sampah, tata kelola limbah plastik di level rumah tangga dapat berjalan efektif. Alhasil, penanganan sampah di TPA atau lingkungan menjadi lebih mudah dan murah.
Hal ketiga yang sangat krusial adalah ketersediaan infrastruktur pengelolaan sampah. Penyediaan tempat sampah yang mendorong pemilahan sampah sangatlah penting termasuk Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang ramah segregasi sampah. Pengangkutan sampah dari TPS ke TPA (Tempat Penimbunan Akhir) adalah infrastruktur kedua yang harus berjalan teratur.
Penanganan sampah di TPA, termasuk usaha pendauran ulangan dan penimbunan sampah residu.
Tata kelola sampah mulai dari TPS hingga penimbunan residu menjadi tanggung jawab pemerintah sesuai kewenangan masing-masing adalah tahap ketiga. Perhatian perlu diberikan pada aspek koordinasi antara instansi terkait yang sering kali menjadi momok inefisiensi dan kelumpuhan pelayanan sampah.
Misalnya, sampah yang sering menumpuk di area Penghijauan Jl Prof Dr. Herman Johanes sebagai kawasan perbatasan antara Kota Kupang dan Kabupaten Kupang.