Polri, Kuda dan Pilgub NTT
Bagaimana implikasi maknawinya untuk Polri dalam mengawal keamanan dan kenyamanan pesta demokrasi Pilgub di NTT?
Catatannya adalah bahwa ia menjadi kendaraan yang baik dan berguna, yang membawa kesejahteraan bagi pemiliknya, jika pemiliknya juga melakukan proses perawatan yang baik pula bagi kesehatannya dan pembelajaran yang benar terhadap kecerdasannya sebagai kendaraan sejak usia dini.
Terutama kelenturan leher dan kesatuan pemahaman dalam mentaati perintah-perintah dalam berjalan dan berlari.
Jika sejak kecil sampai dewasa, kuda dilatih dan dibiasakan dengan pola perilaku yang baik oleh tuannya, maka dia akan terus bertumbuh dan berkembang menjadi kendaraan yang baik.
Maka motif dan ukiran kuda seharusnya mengingatkan pula bagi para orang tua dan pendidik, tentang pentingnya proses perawatan dan edukasi terhadap para anak-anak dan murid-muridnya. Hal mana terungkap dalam pernyataan kearifan lokal yang berbunyi: "Po pera go kittaata bhodha pege pu'u wo'e banga, moe da wiu poja go tengu ana jara." ("Mendidik manusia harus dilakukan sejak usia dini, seperti melatih bimbing kelenturan leher anak kuda").
Implikasi Maknawi
Makna yang dapat dipetik dari sistem simbol tentang kuda menurut tradisi lokal di atas adalah sebagai berikut.
Simbol Kuda di depan Kantor Polda, sepantasnya senantiasa memberi inspirasi bagi anggota Polri bahwa salah satu etos kerja mereka adalah sebagai "kendaraan" dari NKRI untuk melaju dengan mulus menuju tercapainya 4 tujuan hidup nasional dalam bernegara sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD 1945. Salah satu tujuannya adalah untuk menjaga ketertiban dunia kehidupan.
Kiranya Polri di NTT sungguh "jaga waka" (Arab: marwah) dengan bertumbuh kembang menjadi alat negara yang menjamin ketertiban dan soliditas hidup bermasyarakat yang dewasa ini cenderung "panas" dengan masa kampanye pemilihan Gubernur dan Bupati. Kiranya ethos kerjanya seperti "jara ngai" untuk seluruh elemen komunitas politik dan komunitas SARA di tanah air. Anda adalah "jara ngai" untuk rumah Indonesia Raya untuk empat pasangan dari Cagub NTT.
Saya puji Polri NTT yang telah menjaga kemananan dan kenyamanan deklarasi para Paslon.
Tugas yang berat ke depan adalah kearifan untuk mengendalikan ketertiban sosial politik, akibat dari ulah karakter ultrafanatisme dari segelintir tim sukses, yang tega menabrak rambu-rambu etika politik dan etika sosial di berbagai tempat dan media.
Ternasuk yang terungkap dalam bahasa-bahasa hina yang menajiskan bibir (bdk. Yes 6) di media sosial dan bahasa-bahasa mulia yang menjernihkan batin dalam lirik lagu-lagu bahasa lokal, yang sewenang-wenang digunakan untuk mengkampanyekan jagoan "woza ngapo" tribalistiknya.
Kiranya etos kerja Polri yang menyeluruh, baik integral dan parsial seperti keberadaan Densus 88 dan rancang bangun Densus Tipikor, terus-menerus didukung oleh semua elemen bangsa, diasah dan diasuh dengan bijaksana, adil, berani dan disiplin, seraya diimbangi dengan pemenuhan hak-hak mereka.
Seperti hak meraih kesejahteraan ekonomi dan perolehan pendidikan yang berstandart internasional. *